Dhika terdiam, matanya menatap ke arah lantai, pandangannya kosong, jemarinya mengepal di sisi tubuh. Suara dokter terdengar di telinga, jelas, tapi baginya seperti datang dari kejauhan. “Pak Dhika, Bu Rania……,” dokter itu menghela napas sebelum menjelaskan. “Secara medis, reaksi istri Bapak sebenarnya bisa dimengerti. Pasien mengalami post-traumatic stress disorder atau PTSD pasca-insiden yang cukup ekstrem. Beliau diculik, diancam senjata tajam, bahkan sempat ditempelkan pistol ke pelipisnya, lalu mengalami luka tembak serius di perut dan kehilangan janin. Itu adalah trauma fisik dan psikis yang bertumpuk. Jadi ketika ia sadar, otaknya bekerja dengan flight or fight response, melihat sesuatu yang diasosiasikan dengan sumber trauma, tubuhnya akan otomatis menolak, panik, bahkan histeris.

