CHAPTER 2 : TRIPLET

1802 Words
Di sebuah kontrakan sederhana, perempuan muda sedang menyuapkan makanan kepada ketiga buah hatinya yang cantik dan menggemaskan. Dia, Alya Fazila yang telah pulang dari rumah sakit sejak tiga minggu yang lalu. Ingatannya belum kembali dan dia menolak untuk mengikuti terapi karena biaya. Bagi Alya tidak sulit beradaptasi dengan ketiga putrinya. Kalau mengingat ia melupakan putri-putri kecilnya, Alya menjadi merasa bersalah kepada Viona, Vela, dan Vanya. Alya juga sedih karena tak mengingat kehamilan dan proses saat dirinya melahirkan. Kata Anna, Alya melahirkan caesar. Meskipun Alya tak mengingat masa-masa itu, tapi ia merasakannya. Senyum ketiga buah hatinya saat ia kembali pulang, membuat Alya terharu. Sekarang dia adalah seorang ibu dengan segala tanggung jawab memenuhi kebutuhan tiga putrinya. Alya sangat berterima kasih kepada Anna dan Ratih—seseorang dianggap bibi oleh Anna—yang telah menemani dari masa 5 bulan kehamilannya. Menurut Anna, masa kehamilan Alya tidaklah mudah, apalagi Alya hamil tiga bayi kembar. Setelah bertemu Anna, Alya pindah ke kontrakan Anna dan di sini ia bertemu Ratih. Ratih dulu pernah bekerja menjadi ART di rumah orang tua Anna. Anna sebenarnya berasal dari keluarga kaya, tapi setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Anna malah diusir dari rumah. Ibu tiri Anna meyakinkan ayah Anna bahwa Anna bukan putri kandung dari ayahnya. Padahal ketika Anna menunjukkan foto ayahnya, Alya pun bisa lihat bahwa Anna mirip dengan sang ayah. Setelah itu, Anna mencari kontrakan untuk tinggal berdua dengan Ratih. Ratih memilih ikut bersama Anna, dia sangat menyayangi Anna dan telah berjanji kepada almarhumah bunda Anna untuk selalu menjaga gadis itu dengan baik. Dengan tabungan yang diberikan mendiang bundanya, Anna masih bisa melanjutkan kuliah dan mengontrak rumah murah ini. Anna juga memberi modal kepada Ratih untuk berjualan seblak, seperti usulan Ratih yang memang asli Sunda. Seblak buatan Ratih ternyata cukup laris di lingkungan tempat tinggal mereka. Ratih memang berjualan di depan rumah dan Alya di sini ikut membantu Ratih, tentu sambil mengurus tiga buah hatinya. Mengenai orang-orang di sekitar yang melihat Alya punya anak tanpa suami, kebanyakan mereka cukup welcome karena Ratih mengatakan jika suami Alya pergi saat Alya hamil. Ratih terpaksa berbohong karena tidak ingin Alya di cap sebagai perempuan tak baik. Tiga minggu di kontrakan Anna, Alya merasa seperti mendapat keluarga baru. Kedua orang tua Alya memang sudah meninggal. Dan setelah itu temannya di kampung mengajak Alya menjadi TKW di luar negeri. Alya diberi pelatihan selama tiga bulan untuk bekerja di Singapura. Entah dia jadi pergi atau tidak Alya tak mengingatnya. Sejujurnya ia sangat penasaran akan ayah dari putri-putrinya, tapi ia takut jika kenyataan pahit kalau ayah anaknya adalah pria beristri, dia takut mèrusak rumah tangga orang lain. Alya tahu dirinya punya sifat naif dan mudah dibohongi. Bisa saja ia hamil karena kebodohannya. Alya ingat kejadian gadis di kampungnya pernah dilamar oleh seorang pria dari kota. Setelah menikah ternyata ketahuan jika pria itu telah beristri. Gadis itu disiksa oleh istri pertama suaminya. Lalu, gadis itu lelah dan kembali ke kampung dalam keadaan hamil. Alya takut kehamilannya mempunyai cerita yang hampir sama seperti itu, lebih parahnya Alya yakin dirinya hamil di luar nikah. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa ia harus menanyakan kepada agen tempat pelatihannya bahwa ia jadi ke Singapura atau tidak? Tapi Alya ingat kontrak kerja di Singapura itu dua tahun dan bertemu Anna setahun yang lalu di Jakarta. Berarti mungkin ia tidak jadi ke Singapura. "Ma-ma-ma ...." Vela bergerak mendekati sendok yang dipegang oleh Alya sambil membuka mulutnya, bayi sembilan bulan itu masih lapar, tapi mamanya sibuk melamun. "Astaga Ela Sayang, kamu 'kan sudah banyak dari tadi, gantian Kak Vio sama Dedek Anya." Alya gemas sekali dengan Vela yang sangat aktif, dia menyuapkan lagi makanan itu pada Vela, kemudian lanjut pada Viona dan Vanya. Beberapa hari setelah pulang dari rumah sakit, Alya sudah bisa membedakan ketiga putrinya yang kembar identik. Apalagi Vela terlihat paling chubby di antara mereka. "Selesai, anak mama pintar-pintar makannya banyak." Alya mengecup tiga putrinya bergantian, mereka bertepuk tangan dan tertawa riang. Alya kagum Viona, Vela, dan Vanya tampak mengenalinya saat ia kembali dari rumah sakit, padahal Alya mengalami dua bulan koma dan tentu tak bertemu ketiganya. "Da-da-da-da ...." Vela berceloteh panjang sambil tertawa. "Ba-ba-ba ...." Dibalas dengan celoteh Viona. Sementara Vanya merangkak ke arah Alya, duduk di pangkuan mamanya tersebut. Yang Alya tahu Vanya itu pemalu dan manja. Dia sering minta digendong, tapi Vanya hanya mau digendong oleh Alya, Anna, atau Ratih. Menurut Anna, selama dua bulan Alya koma, Vanya memang sering kali menangis. Viona dan Vela selalu menghibur dengan mengajaknya bermain. Tidak berapa lama ketika Alya sedang bermain bersama tiga putrinya, Alya teringat bahwa Anna belum bangun. Alya sudah membangunkan dari tadi, tapi gadis itu mengatakan masih mengantuk. Sementara Ratih sendiri sedang pergi ke pasar. Alya kembali membangunkan Anna di kamarnya. "Bangun Ann, kamu enggak ke kampus, dari tadi Mbak bangunin susah bener." Alya mengguncang tubuh Anna. Sesekali ia melirik ketiga putrinya yang masih asyik bermain. "Ann, ayo bangun nanti telat!" "Jam berapa sih, Mbak?" gumam Anna dengan mata terpejam. "Sudah jam setengah delapan." "Ohhh ...." Anna kembali terdiam sambil mengingat sesuatu. "Aduh telat! Hari ini ada kelas si Dosen datar," soraknya. Dengan cepat ia bangun, duduk sebentar, lalu berlari ke kamar mandi. Vanya hampir saja menangis karena kaget mendengar sorakan tantenya itu, Alya segera menenangkan Vanya, berbeda dengan si bungsu, Viona dan Vela tampak tidak begitu peduli. Alya menyiapkan bekal untuk Anna, menaruh nasi goreng yang sudah ia buat di dalam kotak bekal. Lalu, tak lupa botol minum. Anna memang suka membawa bekal agar tidak perlu jajan di kampus. Dia ingin lebih berhemat karena masih sekitar dua tahun dia harus menyelesaikan perkuliahannya sebelum bekerja. Anna berlari dari kamar mandi hanya menggunakan handuk ke dalam kamarnya. Alya menggeleng pelan melihat tingkah Anna yang ia tahu memang ceroboh dan pecicilan. Tak berapa lama Anna keluar dari kamar dengan blus biru tua dan celana panjang hitam. Rambut panjang Anna masih dicepol sama sekali belum disisir. Wajah Anna polos tak ada polesan make up, tapi gadis itu masih terlihat cantik. "Telat nih Mbak, baru ingat Pak Gion datar yang ngajar hari ini," beritahu Anna sambil memasukkan bekalnya. Alya ingat ada dosen baru yang diceritakan oleh Anna namanya Gion. Baru pertama mengajar, Gion sudah menyemprot Anna karena telat lima menit masuk ke kelasnya. "Triplet, Tante pergi dulu." Anna mengecup sayang Viona, Vela, dan Vanya. "Mbak Alya, aku ngampus dulu." "Hati-hati ya, Ann." Anna melajukan motor matic bekas yang ia beli setahun yang lalu dengan kecepatan di atas rata-rata, tapi masih aman. Semoga nggak telat, batinnya. Anna ingat Gion mewanti-wanti jika ada mahasiswa yang telat di kelasnya tidak usah masuk. Gion mengajar ekonometrika. Mata kuliah yang sangat susah menurut Anna. Anna sudah sampai di parkiran fakultas. Dia melihat tampilannya di kaca spion motor. "Astaga rambutku enggak banget bisa-bisa kena semprot." Kemarin ada beberapa mahasiswa yang berpenampilan berantakan dengan rambut belum di sisir dan memakai celana jeans robek di bagian depan, mereka langsung diberi peringatan keras oleh Gion. Anna berlari sambil menyisir rambut. Beberapa mahasiswa tampak heran dengan kelakuan gadis itu. Anna melihat ada gerombolan mahasiswa teman sekelasnya yang masih belum masuk kelas. "Lo pada kenapa belum masuk?" tanya Anna penasaran, padahal satu menit lagi jam 8 pagi dan Gion pasti akan menutup pintu kelasnya. "Malas Ann. Bapaknya udah galak, pelit nilai, padahal dosen baru, biar aja kelasnya sepi." Begitulah ucapan beberapa teman sejurusan Anna. Anna tidak terpengaruh, ia melanjutkan larinya. Menurutnya jika melakukan hal-hal seperti itu, nantinya harus mengulang mata kuliah ekonometrika. Anna tak mau mengulang titik. Dari kejauhan terlihat Gion yang sudah hampir sampai di ruang kelas. "Pak Gion," panggil Anna. Gion menoleh ke belakang, Anna berlari sampai di hadapan Gion. Gadis itu yang tadi tampak terengah, segera menunjukkan senyum manisnya pada Gion. "Selamat pagi, Pak." "Ehm pagi. Ada apa?" "Tidak, cuma mau bilang hari ini Bapak tambah keren. Saya masuk dulu ya, Pak." Anna tersenyum cantik, lalu bergegas masuk ke ruang kelas. Gion hanya bisa mengernyit melihat mahasiswinya itu. Sebenarnya dari tadi Gion sudah masuk kelas, namun dirinya pergi ke toilet sebentar. Akhirnya dia tak mempermasalahkan keterlambatan Anna karena gadis itu benar-benar niat mengikuti kelasnya sampai-sampai sisir masih menggantung di rambutnya. *** Tidak jauh dari kampus tersebut, ada sebuah kafe cantik yang sangat kental dengan nuansa kayu, warna hijau beberapa tanaman tiruan juga mendominasi. Tempat duduk dari sofa empuk terlihat sangat nyaman. Di lantai dua juga ada tempat dengan nuansa camping. Bisa dibilang kafe ini instagramable. Lokasi yang sangat strategis di dekat kampus dan perkantoran, membuat pemiliknya optimis kafe yang lusa akan dibuka ini bisa menjadi tempat nongkrong favorit. Pemilik kafe ini adalah Gema Hazer Achilles, kakak dari Gion. Atas usulan Rizky, omnya, pria itu akhirnya membuka sebuah kafe. Bangunan ini sebenarnya sudah dibeli oleh omnya setahun yang lalu untuk dijadikan kafe, tapi belum direnovasi sehingga Rizky memilih menyerahkan ini semua pada Gema, tentu beliaulah yang memodali kafe ini. Dia tahu Gema memiliki pengalaman luas. Semasa kuliah, pria itu membuka sebuah kafe dengan teman-temannya sebelum ia terjun mengurusi perusahaan. "Wow, ini keren sekali." Rizky tampak takjub memasuki kafe itu. Semua interior memang atas usulan Gema. "Om tidak salah mempercayakan ini semua pada kamu. Om tahu kamu memang hebat." Rizky tak henti-henti memuji keponakannya. "Terima kasih banyak, Om. Semoga kafe ini bisa sukses." Rizky menampilkan senyuman kebapakan. Meski belum sepenuhnya menjadi bapak-bapak karena di usianya yang ke 45 tahun, dia berstatus duda tanpa anak. Dua puluh tahun yang lalu dia dikhianati oleh istrinya. Istri Rizky sendirilah yang meminta untuk berpisah karena lebih memilih sang selingkuhan. Rizky dan Gema sedang melihat daftar menu yang ditawarkan dan itu cukup bervariasi. Untuk minuman ada berbagai varian kopi, coklat, dan jus. Untuk makanannya ada chicken steak, beef steak, pizza, spaghetti, burger, nacho, dan masih banyak lagi. Jika ingin makan masakan nusantara ada nasi goreng, nasi bakar, serta ayam geprek tersedia di sana. Belum lagi untuk dessert banyak pilihan cake dan es krim yang juga tak kalah menjual. Menurut Rizky menunya sudah sangat lengkap karena memang mengusung tema kafe. Tidak terasa mereka sudah hampir satu jam bercengkerama dan Rizky harus segera kembali ke showroom mobilnya. "Nak, Om boleh kasih nasihat sebelum pergi?" "Silakan Om. Memang ada apa?" "Om lihat kamu sudah hampir satu setengah tahun tidak seperti biasa. Lebih pendiam, pembawaannya menjadi kaku, dan jarang tersenyum. Apa ini ada hubungannya dengan Yasmin? “Gema, kita bisa memilih mencintai siapa, tapi Tuhan lebih tahu siapa yang terbaik untuk kita. Mungkin Yasmin bukanlah jodoh yang ditakdirkan Tuhan untukmu sehingga dia dipisahkan darimu karena ada jodoh yang lebih baik yang akan kamu dapatkan kelak. Terimalah takdirmu dengan ikhlas, Nak. Jangan biarkan dirimu terpuruk. Om yakin kebahagiaanmu pasti segera tiba." Mendengar nasihat Rizky, Gema tersenyum tipis. Omnya itu selalu berkata bijak. Sebagian besar perubahan Gema memang karena gagal menikah dengan Yasmin, kekasih yang sangat ia cintai selama lima tahun, tapi ada satu gadis lagi yang berada dalam pikirannya. Entah karena kebencian atau penyesalan, dia sering mengingat gadis itu, Alya Fazila, pembantunya yang naif.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD