CHAPTER 3 : BERBELANJA

1412 Words
Viona, Vela, dan Vanya sudah berusia dua setengah tahun. Di mata Alya ketiga buah hatinya itu sangat menggemaskan. Viona yang bagai pemimpin adik-adiknya, Vela yang aktif, lalu Vanya yang pemalu dan manja. Mereka mempunyai sifat berbeda-beda, tapi sangat lucu. "Gue telat!!!" Seperti biasa keseharian Alya selama satu setengah tahun terakhir adalah hampir setiap pagi mendengar teriakan Anna. Dia sedang memasak di dapur, sedangkan Ratih menenangkan Vanya karena setiap Anna mengagetkan seperti itu Vanya pasti menangis. "Al, sudah biar Bibi yang masak. Kamu main saja sama Triplet. Itu Vanya agak rewel, ingin main sama kamu." Ratih, yang biasa Alya dan Anna panggil bibi datang menghampiri. Di usianya sekitar 40 tahun Ratih masih terlihat muda. Wanita itu belum menikah sampai sekarang karena terlalu mengabdi pada keluarga Anna. "Tolong ya, Bi." Alya tersenyum dan memilih melihat tiga buah hatinya. Viona dan Vela sibuk bermain puzzle. Viona dengan serius menyusunnya, tapi Vela malah membongkar lagi susunan puzzle itu yang membuat Viona kesal. "Mamaaaa!" Alya terkejut mendengar teriakan Viona. "Nakallll!" Viona memukul tangan Vela. "Vio sayang tidak boleh mukul Adek Ela ya." Alya menasihati. "Ela minta maaf sama Kakak Vio. Vio juga minta maaf ya sama Ela," perintah Alya. Vela yang tadi cemberut dan hampir menangis karena dipukul oleh sang kakak mengulurkan tangannya. "Maap," ucapnya dengan nada khas batita. Viona pun menerima uluran tangan Vela sambil mengangguk. "Maap, Dek." "Berpelukan …," ujar Alya yang membuat Viona dan Vela saling berpelukan. Vanya yang melihat itu mendekati kedua kakaknya dan ikut berpelukan. Alya semakin gemas dengan ketiga putrinya. Bukankah itu luar biasa walaupun dia melupakan saat hamil dan melahirkan, tapi bisa memiliki putri-putri yang cantik, penurut, dan menggemaskan merupakan sebuah anugerah yang tak terkiraa. "Mama mau dipeluk juga sama kalian." Ketiga batita itu langsung menyerbu Alya. "Kalian tambah berat sayang-sayangnya mama." Alya tertawa geli. "Telat!!!" Anna yang baru selesai mandi kembali berlari terbirit-b***t menuju kamarnya membuat Viona dan Vela tertawa melihatnya. Diikuti dengan Alya dan terakhir Vanya karena melihat Mama dan kakaknya tertawa. "Kalian nanti kalau sudah besar jangan kayak Tante Anna ya yang suka bangun telat," nasihat Alya diangguki oleh ketiganya. Anna keluar dengan blus berwarna hijau toska dan celana bahan putih. Seperti biasa rambut gadis itu belum disisir wajahnya hanya dipoles bedak tabur milik ketiga buah hati Alya. "Mbak, aku telat banget. Pergi dulu ya. Hari ini pengumuman dosen pembimbing doain biar dapat dosen yang baik." Anna berpamitan. Dia juga mencium pipi triplet. "Iya semoga lancar dan dapat dosen pembimbing yang enggak banyak maunya biar kamu cepat beres," balas Alya. "Sisir dulu rambutmu, Ann." Alya gatal dengan rambut cepolan Anna yang berantakan. "Nanti saja di kampus." Anna melesat bagai angin, dia juga tak lupa membawa bekal makanan dan berpamitan dengan Ratih. *** "Gimana kafe kamu, Gema?" tanya Aarash. Mereka sekeluarga sedang sarapan bersama sekarang. "Semakin ramai, Yah," jawab Gema tersenyum. Padahal baru satu setengah tahun, tapi kafenya memang bisa dibilang cukup sukses. "Alhamdulillah, faktor lokasi juga sangat mendukung sepertinya. Kalau Gion gimana di kampus?" Aarash kembali bertanya kepada putra bungsunya. "Baik, Yah. Tahun ini aku dipilih sebagai dosen pembimbing. Semoga saja tidak menghadapi mahasiswa bermasalah." "Aamiin." Aarash, Shopia, dan Gema mengamini. Setelah selesai sarapan seperti biasa Gema dan Gion berpamitan untuk bekerja pada kedua orang tua mereka. "Sayang kamu bantu-bantu di tempatnya Rizky tidak hari ini?" tanya Shopia kepada suaminya. Terkadang memang Aarash pergi ke showroom mobil Rizky sekedar membantu mengecek para pekerja. "Enggak kayaknya." "Nanti agak siangan temani aku belanja bulanan," ajak shopia yang langsung disetujui oleh sang suami. *** Siang hari di kampus, Anna terlihat menghela nafas beberapa kali dalam sepersekian detik. Laila sahabat Anna yang duduk di sampingnya hanya bisa menatap prihatin pada sang sahabat. "Yang tabah ya, Ann." Laila mengusap pundak Anna. Gadis itu menoleh kepada sahabatnya. "Bayangin La, dari hampir 200 mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis angkatan kita, kenapa gue salah satu dari 10 orang yang dosen pembimbing satunya itu Pak Gion datar … hiks." Kenapa nasibnya ngenes sekali. Sudah sering ditegur oleh dosen itu sekarang malah jadi pembimbing satu. Ingat pembimbing satu. Kalau pembimbing dua mungkin Anna masih bisa terima. "Gue enggak bisa bayangin, Ann. Malah gue lagi berbunga-bunga karena dosen pembimbing dua gue Pak Rendra, dosen paling baik seantero fakultas kita." Laila malah tersenyum, membuat Anna semakin iri. Rendra dosen muda nan baik dan tampan. Kalau Gion, masalah ketampanan, mungkin lebih tampan, tapi baik tidak, yang ada datar, galak dengan mulut berbisa. "Mungkin judul yang lo ajukan kemarin itu sesuai dengan bidang Pak Gion." Anna menoleh ke Laila, dia sudah tidak peduli rasanya ingin ganti judul. *** Siang ini Ratih beserta Triplet akan pergi berbelanja. Dari pagi Alya sedang menerima pekerjaan memasak untuk hajatan di rumah tetangga. Hanya itu pekerjaan yang bisa Alya lakukan, sedangkan Ratih tidak berjualan seblak karena harus menjaga ketiga batita menggemaskan itu. "Ayo cucu-cucu oma kita belanja." "Yukkkk!!!" Mereka bersorak gembira. Ketiganya sangat suka diajak berbelanja, walaupun yang mengajak harus kewalahan. Mereka pergi ke Hypermart. Ratih mendapat kabar kalau di sana ada cuci gudang baju anak seusia Triplet. Sepertinya baju-baju ketiganya banyak yang sudah kekecilan. Apalagi juga ada yang robek karena beberapa dipakai dari setahun yang lalu. Sesampainya di sana Ratih membiarkan Triplet berjalan terlebih dahulu baru dia mengikuti di belakang. Ketiganya berjalan sambil berpegangan tangan sesuai instruksi Ratih. Semua mata tertuju pada tiga batita itu karena mereka sungguh cantik dan menggemaskan dengan pipi chubby. Sesampainya di tempat baju, Ratih bergegas memilihkan mana yang cocok untuk Triplet, mumpung diskon besar-besaran. Ratih tidak sadar jika Vela yang aktif sudah menghilang dan Vio berusaha mengikuti Vela. Sementara Vanya tidak ikut, dia memilih memegangi ujung baju Ratih. "Anya, kakak-kakakmu mana!?" Ratih benar-benar terkejut karena Vela dan Vio sudah tidak ada. "Cokelat," jawab Vanya. Dan Ratih buru-buru menggendong Vanya bergegas ke bagian cokelat. *** Vela sudah tiba di bagian cokelat. Namun, bagaimana cara meraihnya, tempat itu begitu tinggi. Vela melihat sepasang suami istri sedang sibuk memilih bahan makanan dan akhirnya Vela memutuskan menghampirinya. "Omaaaaa!" panggilnya karena Vela tahu wanita itu sudah lebih tua daripada mama dan tantenya. Selain Ratih, tetangga yang lebih tua, juga ia panggil oma jadi telah terbiasa. Wanita itu menoleh dan terkejut batita cantik dengan pipi chubby memegangi kakinya, bukan hanya wanita itu yang terkejut, tapi juga sang suami di sampingnya. Wanita itu adalah Shopia dan suaminya tentu Aarash, mereka di sana sedang berbelanja bulanan. "Kamu lucu sekali, Sayang." Shopia menyejajarkan diri dengan Vela. "Oma mo cokelat," Vela tanpa ragu menyampaikan permintaannya, lalu menunjuk tempat cokelat, bahkan setelahnya dia mulai bergaya memohon, mengatupkan kedua telapak tangannya seperti yang biasa ia lakukan pada orang rumah dan mereka akan luluh. Shopia tersenyum dan mencium pipi menggemaskan itu. Dia menoleh kepada suaminya yang terlihat juga gemas pada Vela. "Sini Opa gendong, mau?" Vela yang memang selalu welcome dengan orang lain langsung merentangkan tangannya. Ia pikir Aarash sama saja seperti opa-opa tetangga, padahal Aarash orang asing yang harus diwaspadai. Untung saja Aarash dan Shopia orang baik. "Kamu namanya siapa?" tanya Aarash. "Ela," jawabnya singkat mereka menuju tempat cokelat. "Ela ke sini sama siapa?" tanya Shopia. "Kak Pio, Dek Anya, Oma Latih," jawabnya lengkap. Sambil meneliti cokelat mana yang harus ia ambil dan dia mengambil tiga batang cokelat. "Kamu umur berapa, Ela sayang?" Yang Shopia tahu cokelat tidak dianjurkan dikonsumsi anak di bawah dua tahun. Vela menunjukkan dua jari, tapi kemudian tiga jari. Shopia mengerti bahwa Vela berusia dua tahun lebih. "Ini Kak Pio cama Dek Anya." Dia menunjukkan kepada Aarash dan Shopia kalau dirinya membelikan untuk kakak dan adiknya. "Pintarnya." Aarash juga mencium gemas Vela yang membuat batita itu terkikik geli. Aarash dan Shopia mencoba melihat sekeliling kira-kira siapa keluarga Vela. Tiba-tiba kaki Aarash dipukul oleh tangan kecil membuat Aarash dan Shopia menoleh ke bawah. "Lepacin Ela." Viona datang seperti kakak super yang akan menolong adiknya. Dia terlihat kesal pada Aarash dan Shopia karena mereka orang yang tidak dikenal dan berani menggendong sang adik. Namun, mata Aarash dan Shopia justru berbinar karena mendapati ternyata Vela kembar. "Hai Sayang, kamu namanya siapa?" Shopia kembali menyejajarkan tingginya dengan Viona. Suara lembut itu membuat Viona menghilangkan pemikiran kalau Aarash dan Shopia adalah musuh. "Pio." "Pio?" Viona menggeleng. "Pio bukan Pio." "Vio ya Sayang. Sini mau Oma gendong?" Viona sedikit berpikir dan akhirnya mengangguk. Untuk menggendong batita, Shopia tentu masih kuat. Aarash dan Shopia terhanyut dalam kelucuan celoteh Viona dan Vela sehingga dia lupa bahwa mereka batita yang tersesat. Sampai tiba-tiba suara Ratih menginterupsi mereka. "Vio, Ela, kalian di sini." Ratih menghampiri dan tidak disangka Ratih mengenal siapa yang menggendong Viona dan Vela. Meski sudah berpuluh tahun tak bertemu. "Ratih!?" Aarash dan Shopia sama-sama terkejut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD