bc

Tanda Merah Di Leher Pembantuku

book_age16+
9.2K
FOLLOW
37.0K
READ
love-triangle
family
HE
opposites attract
arranged marriage
badgirl
drama
bxg
selfish
wild
like
intro-logo
Blurb

Suaminya mengatakan akan berkunjung ke kampung halaman ibu mertua selama satu minggu, tapi pulang-pulang seorang perempuan dengan baju kurang bahan datang dibawa sang suami.

Awalnya Dini bingung untuk apa suaminya membawa perempuan ini, tapi setelah mendengar penjelasan sang suami Dini mengangguk mengerti karena ternyata perempuan ini adalah pembantu baru yang direkomendasukan ibu mertuanya secara langsung.

Seiring berjalannya waktu hal aneh sering Dini lihat, di leher pembantu barunya terlihat ada merah-merah seperti digigit oleh serangga. Sayangnya Dini merasa itu bukan diakibatkan oleh serangga, melainkan lebih terlihat seperti bekas cupang seorang laki-laki. Bahkan Dini pernah mendengar ada suara desahan di kamar pembantunya, jadi sudah pasti tanda leher itu adalah perbuatan seorang laki-laki.

Kalau memang seperti itu, siapa laki-laki yang memberikan tanda merah di leher pembantunya? Sedangkan Dini sangat tahu, di rumahnya tak ada laki-laki lain selain suaminya.

Bila kecurigaannya terbukti, tentu saja Dini tidak boleh tinggal diam bukan? Balas dendam dengan cara elegan untuk meluluh lantahkan mereka yang menyakiti, tak segan akan Dini balaskan pada mereka para pengkhianat.

Bukankah lebih baik sakit bersama? jadi, bila Dini tersakiti, mereka juga harus sama-sama sakit.

***

chap-preview
Free preview
Bab 1. Tanda merah di leher pembantu
"Mas, siapa perempuan ini?" Dini bertanya pada Naren--suaminya yang baru pulang dari kampung halaman ibu mertua. Dipindainya perempuan yang suaminya bawa ini, seketika Dini berucap istigfhar saat melihat pakaiannya ketat dan kurang bahan yang sama sekali tidak bisa menutupi badan bohay perempuan di depannya. "Aku--," "Mila--Pembantu baru yang direkomendasikan secara langsung oleh mamah, Sayang." Jawab cepat Naren, memotong perkataan perempuan di sampingnya. Diam-diam Naren melirik perempuan yang ia bawa, lalu buru-buru kembali menatap Dini sambil tersenyum manis. "Rekomendasi mamah?" Dini mengulang, bertanya untuk memastikan. Naren mengangguk mengiyakan, "ya, Mamah. Mamah kasihan pada kamu, baru saja keguguran malah harus mengerjakan pekerjaan rumah. Untuk meringankan beban, mamah menyuruh Mila untuk menggantikan tugas kamu sementara di rumah sampai keadaan pulih." Tumben sekali ibu mertua perhatian padaku, padahal saat aku keguguran pun dia tak datang menjenguk. Pikir Dini merasa ada yang aneh. "Sudah, kamu ini baru pulih pasca keguguran. Jangan banyak berpikir, Mas gak mau kamu kenapa-napa." Naren mengingatkan saat melihat kerutan halus di dahi sang istri. Walau masih merasa ada yang ganjil, Dini tetap mengangguk dan memilih masuk ke dalam kamar saat Naren mengintruksi agar lekas istirahat. Saat ia berada di dalam kamar, Dini menatap heran karena Naren tak ikut masuk padahal hari sudah larut malam. "Mau ke mana?" Dini bertanya. Naren yang hendak menutup pintu menoleh, "mau ngasih tahu Mila tentang pekerjaan dia di rumah ini. Kamu tahu sendiri dia datang dari kampung, jadi sedikit banyak harus diberitahu mengenai pekerjaan di rumah." "Apa tidak bisa menunggu besok saja?" Dini mengusulkan, sejujurnya ia agak was-was melihat Naren yang hendak menemui Mila malam-malam begini. "Bukankah Mila bekerja mulia besok? Kalau tidak diberitahukan sekarang tentang apa-apa pekerjaannya selama di rumah ini, jadi mana bisa dia besok mulai kerja?" Naren menimpali. Melihat Dini yang kini terdiam, Naren menutup pintu meninggalkan istrinya dalam kamar sendirian. Sebenarnya Dini masih ingin menahan Naren agar tak perlu menemui Mila, tapi selain suaminya itu keburu menutup pintu juga tubuhnya terlalu lemah bila diajak berdiri terlalu lama. Sebelum subuh tiba, Dini bangun karena merasa dirinya harus ke kamar mandi. Begitu menoleh, ia tak menemukan Naren yang selalu tidur di sampingnya. Mengusap ranjang di sampingnya, Dini mengernyit karena tidak merasakan kalau ranjangnyq dingin bahkan tidak kusut sama sekali. Bila malam tadi Naren kembali ke kamar, harusnya ranjang di sampingnya ini minimal kusut walau suaminya bangun lebih dulu dari pada dirinya. "Mas Naren," panggil Dini. Tak ada sahutan dari suaminya, Dini memilih turun dari ranjang dan memindai sekeliling kamar. Ia berpikir suaminya mungkin ada di kamar mandi, jadi berjalan pelan ke arah pintu yang menghubungkan kamar tidur dengan kamar mandi. "Mas," kembali Dini memanggil sambil membuka pintu. Begitu melihat keadaan kamar mandi, Dini tidak juga menemukan Naren. Dini masuk kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya, saat ia keluar ternyata suaminya tak kunjung ada dalam kamar. Penasaran ke mana Naren pergi, Dini memutuskan untuk mencarinya ke luar kamar. Tak biasanya Naren keluar kamar malam hari, bila ada pekerjaan pun selalu memilih dikerjakan dalam kamar. Batu saja Dini akan membuka pintu kamar, ia terkejut karena tiba-tiba saja pintu terbuka dari luar. Dini mundur dua langkah ke belakang, takut tubuhnya tertubruk pintu. "Di-dini, kamu bangun sayang?" "Mas Naren dari mana?" Bukannya menjawab pertanyaan Naren, Dini malah mengajukan pertanyaan lain. Ia meneliti penampilan Naren dari atas hingga bawah, sedikit curiga begitu membaui ada aroma aneh dari Naren saat melewati tubuhnya masuk ke dalam kamar. "Dari ruang tamu, ada pekerjaan penting yang harus segera diselesaikan. Maaf ya, kamu pasti cari-cari Mas karena bangun tidak ada di samping kamu." Naren menjawab dengan memperlihatkan wajah penuh penyesalan, mengusap puncak kepala Dini sekilas sebelum kemudian menjatuhkan tubuh ke atas ranjang. Karena Naren sudah ada di kamar, Dini tidak jadi keluar. Ia ikut naik ke atas ranjang, membaringkan tubuh sambil menghadap ke arah suaminya. "Tumben Mas Naren ngerjain pekerjaan kantor di ruang tamu, biasanya juga di kamar." Naren melirik Dini, baru menjawab perkataan dari istrinya setelah menguap lebar. Matanya setengah terpejam saat berucap, "hm, pekerjaannya banyak, jadi akan lebih nyaman bila dikerjakan di ruang tamu karena tempatnya lebih luas." Setelahnya Dini mendengar dengkuran halus Naren, menebak suaminya itu pasti sudah jatuh tertidur. Bahkan belum ada satu menit bertemu dengan bantal, tapi lelap sudah menghampiri membawa masuk ke alam lain. Terlihat sekali kalau Naren sudah habis begadang dengan melakukan pekerjaan yang menguras tenaga, tapi anehnya walau begitu wajah Naren terlihat berseri dan seperti sangat menyukai pekerjaannya. "Aku berpikir buruk tentangmu, Mas. Tolong jangan biarkan aku melanjutkan pikiran ini." Dini bergumam, mendesah pelan karena merasa sikap Naren juga sedikit berubah. Bila sebelumnya selalu memeluk dirinya saat akan tidur, tapi justru sekarang malah meninggalkan dirinya dan tertidur lebih dulu. "Ah, mungkin mas Naren benar-benar lelah, aku harus bisa punya pikiran positif." Kembali Dini menghibur diri, berusaha mengenyahkan racun dalam pikirannya. Pagi hari Dini mengantar suaminya berangkat kerja seperti biasa. Saat ia melambaikan tangan, matanya menangkap ada mobil yang baru saja memasuki gerbang rumah mewah disamping rumahnya yang sudah lama sekali tak berpenghuni. Kabar angin mengatakan kalau rumah mewah di samling rumahnya dibeli oleh orang kaya, tapi selama ini Dini tak pernah melihat orang itu. Jadi saat ada mobil datang, tentunya ia penasaran dengan siapa pemilik baru rumah mewah ini. "Loh," Dini melebarkan mata tatkala melihat seorang laki-laki dewasa turun dari dalam mobil sambil melepaskan kaca mata hitam yang membingkai matanya, lalu tidak lama seorang perempuan dengan wajah cemberut ikut keluar dati pintu belakang. Begitu pandangan Dini dan laki-laki yang baru turun dari mobil bertemu, Dini langsung ingin muntah saat melihat kedipan genit laki-laki itu. Buru-buru Dini masuk ke dalam rumah, menutup pintu sambil mendengkus kesal. "Aish, kenapa bisa Satria yang membeli rumah itu?" Gumam Dini dengan perasaan kesal. Satria adalah teman masa kecilnya dulu, orangnya iseng, dan suka mengganggu. Mendapati laki-laki itu adalah musuh bebuyutan yang kini menempati rumah di sebelahnya, Dini merasa Mulia sekarang hari-harinya tak akan setenang sebelumnya. bruk "Aw--maaf Bu Dini, aku tidak sengaja." Mila berucap sambil menunduk. "Tidak apa-apa," Dini menimpali tak acuh. Dini mengusap lengan kanannya yang baru saja bertabrakan dengan Mila, ia menatap Pembantu barunya dengan ringisan kecil karena jujur saja tabrakan barusan terasa cukup kencang. Saat penciumannya membaui bau aneh yang sama dengan suaminya semalam dari tubuh Mila, Dini tertegun dengan pandangan menatap Mila dalam. Mila mengangguk lega, "terima kasih, kalau begitu aku lanjut kerja dulu." Saat Mila melewati tubuhnya, Dini menatap dengan pandangan yang coba ia fokuskan pada leher pembantunya itu. Ia sedikit memiringkan kepala, merasa pandangannya barusan tidaklah salah. "Kok di leher Mila ada bintik-bintik merah seperti bekas--," buru-buru Dini menggeleng pelan, merasa pikirannya mulai kacau hanya karena melihat bintik merah di leher Mila yang seperti bekas cupang. Namun, mau seberapa kuat Mila menampik, bila menyambungkan kedatangan Mila yang tiba-tiba dengan tingkah aneh suaminya Dini merasa ada sesuatu yang disembunyikan keduanya. Jangan kira Dini akan percaya begitu saja pada ucapannya Naren tentang Mila yang merupakan pembantu rekomendasi dari ibu mertuanya, sebab ia jelas tahu sikap ibu mertuanya tak pernah seperhatian itu padanya hingga mencarikan pembantu. "Aku harus mencari tahu, kecurigaanku mengatakan kalau antara Mila dan mas Naren ada sesuatu. Lihat saja, bila sampai terbukti keduanya punya hubungan aku tak akan tinggal diam." gumam Dini dengan menipiskan bibir, melirik kepergian Mila dengan Pandangan menyipit penuh curiga. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook