DUA

1238 Words
Kembali ke masa kini. Cempaka mengerjakan matanya menghalau airmata yang siap meluncur membasahi pipinya. Saat itu ucapan telepon sang bibi sudah merupakan firasat baginya. Ia merasa keputusannya untuk kembali ke Amerika adalah pilihan yang sangat tepat. Cempaka menghembuskan napas mencoba menetralkan detak jantungnya yang tak berhenti berdetak keras karena keberadaan pria yang selalu saja bisa membuat hati ya berbunga-bunga dan juga sakit seperti diremas-remas hanya dengan bertatap muka saja. Dua tahun tak bertemu dan pria itu masih juga menimbulkan efek pada tubuhnya, membuat sarafnya menegang dikala ia merasakan hembusan hangat di tengkuk dan dua tangan kekar berbulu menghimpit dari belakang. Cempaka bisa merasakan keras dan bidangnya tubuh Abimanyu yang sekarang menempel pada tubuh bagian belakangnya, seperti ini. "Jadi, sekarang kamu kembali dan memutuskan untuk mengacuhkanku begitu?" tanya Abimanyu dengan suara serak persis di sebelah telinga kanan Cempaka. Cempaka memegangi cangkir teh hangatnya dan menepiskan tangan kiri Abimanyu seraya menggeser tubuhnya ke samping membebaskan dirinya dari kungkungan Abimanyu, sedangkan Abimanyu membiarkan gadis itu bergeser tetapi kemudian Abimanyu menuju pintu menutup dan menguncinya. Cempaka duduk di kursi dan meraih lemper di meja seraya mengerutkan dahinya ia menatap pada handle pintu yang terkunci kemudian menatap ke wajah Abimanyu yang susah ditebak. "Aku menuntut jawaban darimu," sergah Abimanyu begitu menggeser salah satu kursi dan mendudukinya sangat dekat, dengan Cempaka bahkan tangan kanan Abimanyu berada di punggung kursi Cempaka seolah mengurung gadis itu. Cempaka melirik ke arah Abimanyu dan melanjutkan menyantap lemper yang ia pegang dan sesekali menyesap teh hangatnya. Abimanyu yang tidak mendapatkan jawaban dari Cempaka juga tidak bergeming, ia juga dengan santauli meraih satu lemper dan membuka daun pembungkusnya dan malah menyuapi Cempaka, Cempaka dengan patuh membuka mulutnya untuk menerima suapan Abimanyu. Abimanyu kemudian membawa sisa gigitan Cempaka dan memakannya. "Apakah kamu tidak sibuk?" tanya Cempaka gugup. "Tidak, aku sudah menyelesaikan pekerjaanku hari ini dan aku menunggu kamu bicara," ujar Abimanyu lagi. Cempaka mendengkus. "Aku tidak perlu menjawab apa pun karena tidak ada pertanyaan juga untukku," elak Cempaka. "Lupa? Aku tadi bertanya sekarang kamu mengacuhkanku?" tanya Abimanyu ketus. Cempaka memejamkan matanya sebentar kemudian menatap Abimanyu. "Itu 'kan hanya perasaanmu saja. Kita toh memang tidak pernah dekat bukan," ujar Cempaka. Saat ia mengatakan demikian hatinya terasa seperti di remas-remas sakit dan sesak rasanya. Persetubuhan Abimanyu dengan seorang wanita dulu kembali hadir dalam ingatannya. Dada Abimanyu terasa seperti terhantam dengan keras. Benar juga apa yang dikatakan gadis ini. Toh selama ini Abimanyu berusaha menghindar lalu mengapa saat gadis ini benar-benar menghindar ia malah menjadi merasa tersinggung dan tidak terima. "Lagi pula aku tidak akan lama di sini. Aku harus segera kembali ke Amerika pekerjaanku menumpuk," terang Cempaka. Abimanyu menatap wajah Cempaka lekat-lekat, gadis ini semakin cantik dengan wajah sehalus porselin. Sungguh pintar ia merawat tubuh dan wajahnya, desir kerinduan meresap ke dalam aliran darah Abimanyu, tubuhnya bahkan b*******h mencium bau greentea samar menguar dari tubuh ramping di depannya ini. "Kamu tega meninggalkan orang tuamu lama-lama?" tanya Abimanyu yang sebenarnya hanya alasan saja, siapa tahu dengan demikian ia bisa sedikit menahan gadis ini lebih lama di sini. Cempaka terkekeh dan berkata, "Mami sama Papi selama ini baik-baik saja nggak ada Cempaka, toh masih ada adik-adik di sini. Cempaka baru bekerja dua tahun di sana nggak bisa begitu saja pindah sesuka hati karena kontrak kerjanya masih lama lagi." Cempaka enggan menyebutkan berapa lama kontrak kerjanya berakhir, ia senang bekerja di perusahaan kilang minyak milik Kian Dario sekaligus menjadi pengajar di sebuah sekolah taman kanak-kanak di sana. Cempaka merasa risih ditatap dengan intens oleh Abimanyu, akhirnya Cempaka bangkit dan berjalan ke arah pintu. Sebelum ia sempat memutar kunci, Abimanyu sudah terlebih dulu membalikkan tubuhnya dan mengurungnya sampai membuatnya bersandar di pintu. "Kamu mau apa?" tanya Cempaka gugup. Benar-benar gugup dan waspada pastinya. Mata Abimanyu menyusuri tubuh Cempaka dan berhenti pada dadanya yang tampak penuh, seingat Abimanyu dua tahun yang lalu d**a ini belum sebesar sekarang. Tangan Abimanyu terulur dan menangkup kedua gundukan itu yang terasa pas di atas tangannya. "Ah, sakit! Apa yang kamu lakukan. Jangan sembrono!" seru Cempaka. Ia kemudian mendorong tubuh Abimanyu dan bergegas keluar. Dengan telapak tangannya yang menekan dadanya yang berdetak tak beraturan, Cempaka berlalu menuju ruang kerja ayahnya. "Papi ...! Kangen Kakak nggak!?" seru Cempaka dengan wajah ceria. Abimanyu tampak mengikutinya dari belakang. Jangan salah Abimanyu menangkap banyak perubahan pada fisik gadis itu. Apakah hidupnya benar-benar bahagia tanpa ada aku. Sial! Kenapa jadi melow begini sih. Namun tubuhnya benar-benar terlihat seperti wanita sekarang, walaupun jelas masih lebih ramping mirip dengan Tante Bunga. Jelas mirip mereka bersaudara, bodoh! Abimanyu mendudukkan dirinya di kursi kerjanya, dengan sesekali ia melirik pada Cempaka, hal itu tidak luput dari perhatian Alma yang masih berada di sana. "Mami karena Cempaka sudah di sini, Cempaka nggak usah ke rumah ya? Masih ada urusan yang belum selesai," ujar Cempaka. Abimanyu semakin mengerutkan keningnya, tidak biasanya gadis itu seperti ini. Dulu ia senang sekali menghabiskan waktunya berkumpul bersama keluarganya, gadis periang itu tampak sangat berbeda sekarang. Apakah dia memiliki kekasih di Amerika sehingga menghindariku? Masih juga pemikiran itu yang mengendap dibenaknya membuat Abimanyu terbakar api cemburu. Ia tidak suka diabaikan, padahal selama ini ia sendiri yang sering mengabaikan keberadaan Cempaka. Ia masih ingat betul saat dahulu Cempaka memergokinya bercinta dengan wanita bayarannya dan kemudian ia menyusul gadis itu yang kembali ke apartemennya. Abimanyu jelas masih mengingat hari itu, hari di mana dirinya telah mengambil keperawanan Cempaka dengan paksaan. Ώ Cempaka baru saja tiba di depan apartemennya ia kemudian membuka pintu dan saat ia berbalik dan akan menutup pintu ada telapak tangan kekar menghalanginya. Telapak tangan milik Abimanyu mendorong daun pintu untuk terbuka dan pria itu menerobos masuk kemudian ia membanting pintu sampai tertutup. Cempaka mengusap air matanya yang menggenang dan mengaburkan pandangannya. Dahinya mengkerut pandangan penuh tanda tanya dan kekagetan tampak jelas menghujam manik mata Abimanyu. "Kamu ngapain ke sini, bukannya tadi masih sibuk?" ujar Cempaka gugup dan terbata-bata. Ia merasa terancam dan sesak nafas karena berada cukup dekat dengan Abimanyu yang tampak marah dan matanya yang sayu itu memandang menelusuri tubuhnya. Reflek Cempaka menyilangkan kedua lengannya memeluk dirinya sendiri. "Ya, kesibukanku terganggu karena kedatanganmu," ujar Abimanyu dengan suara parau. Pria itu juga susah payah berusaha menelan salivanya. Bau green tea bercampur keringat yang menguar dari tubuh Cempaka membangkitkan sisi primitifnya lagi. Cempaka melotot dengan mulut membentuk huruf 'O'. "Aku? Memang apa yang aku lakukan, aku bahkan tidak mengatakan apapun," kilah Cempaka. "Justru karena kamu tidak mengatakan apa pun," jawab Abimanyu. Cempaka mendengkus dengan memutar bola matanya. "Jawaban macam apa itu, mas. Ngaco!" ujar Cempaka seraya memberengut, alisnya bertautan menatap jengah ke arah Abimanyu. Abimanyu geram dengan perkataan Cempaka ia merangsek maju dan merengkuh gadis yang wajahnya penuh dengan jejak air mata itu kemudian melumat bibirnya, memaksa bibir itu untuk membuka dan menyambut lidahnya yang sudah melesak masuk ke dalam mengabsen setiap gigi geligi dan langit mulut Cempaka. Cempaka melotot menatap Abimanyu yang dengan beringas melumat bibirnya bahkan sudah menggigit bibirnya atas dan bawah secara bergantian. Ini sensasi baru untuknya, ia sama sekali belum pernah bermesraan dengan laki-laki karena teman-temannya tahu ia tergila-gila dengan Abimanyu. "Emmph ...," protes Cempaka, ia berusaha menggerakkan kepalanya untuk melepaskan pagutan bibir Abimanyu. Abimanyu melepaskan pagutannya saat ia dan Cempaka butuh asupan udara. Abimanyu menyentuhkan dahinya dengan dahi Cempaka dan menghimpit gadis itu di dinding. Sebelah tangan Abimanyu sudah masuk ke balik rok Cempaka dan melepas simpul samping celana dalam Cempaka. Cempaka kaget dan tangannya menahan tangan Abimanyu untuk berbuat lebih, kepalanya menggeleng panik dan air matanya kembali berlinang. "Jangan Mas," pinta Cempaka seraya tersedu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD