2

1534 Words
"untuk besok tolong kosongkan jadwal makan siang saya, saya ada urusan di luar kantor." Agung melap mulutnya dengan serbet yang disediakan setelah dia selesai makan. Harusnya hari ini dia turun ke lapangan untuk meninjau lokasi proyek, tapi rencananya tertunda karena cuaca yang mendung di luar sana. Maka untuk mengisi waktu luangnya, dia mengajak Radi untuk makan di luar karena dia sedang ingin makan makanan china. "Baik, Pak. Tapi besok seharusnya Bapak ada jadwal main golf dengan pimpinan Luxury Min, apa itu berarti saya perlu membatalkan janji itu?" tanya Radi yang juga sepertinya sudah selesai makan. Kening Agung mengerut, dia sendiri bahkan tidak ingat jika memiliki janji seperti itu terlebih dengan Pimpinan Luxury Min yang sama sekali tidak akrab dengannya. Setidaknya untuk sekarang. Dulu hubungannya dengan pimpinan LM itu lumayan dekat karena Agung menjalin hubungan dengan anak sulungnya, namun setelah hubungan Agung dan putri LM itu berakhir, Agung akhirnya secara perlahan menjauh dan hanya berurusan tentang pekerjaan saja. "Batalkan saja, dan kalau dia mengajak saya untuk melakukan hal itu lagi, tolong kamu tolak dengan alasan apapun. Saya enggak mau ada di situasi yang canggung dengan ayah dari wanita yang memutuskan hubungan dengan saya hanya karena alasan sepele," ujar Agung. "Apa Bapak masih ada dendam tertentu?" Pertanyaan Radi tentu saja membuat Agung langsung membuat ekspresi seakan berkata 'Kamu serius nanya itu?'. Pasalnya dia bukan tipe orang yang pendendam, hanya saja diputuskan saat dia berencana melamar dengan alasan Agung yang terlalu baik sehingga membuat hubungan mereka menjadi monoton terasa sedikit kurang ajar bagi Agung. "Enggak ada hal yang kayak gitu. Saya cuma malas aja, karena walaupun kedoknya adalah buat membicarakan bisnis, tapi orang tua itu pada akhirnya pasti akan membahas masalah hubungan saya dengan putrinya. Kamu tahu sendiri kan wataknya gimana? Dia selalu mau terlihat lebih oke dari saya, makanya pas dia tahu kalau anaknya yang minta putus, dia malah ngerasa kalau saya akan sakit hati dan terus mengejar putrinya. Dia butuh kebanggaan semacam itu buat mengalahkan saya, sayangnya saya sama sekali enggak tertarik buat ngejar seseorang yang memilih pergi." Lantas Agung bangun dari duduknya tanpa memberi kesempatan bagi Radi untuk membalas ucapannya. Lelaki itu kembali mengancingkan jas yang dia pakai, kemudian menyerahkan urusan membayar pada Radi yang diamanati black card miliknya. Agung berjalan keluar lebih dulu dari restoran, di tengah cuaca yang sudah mulai gelap karena mendung, dia hanya berdiri sambil menatap langit yang mengisyaratkan manusia bahwa hujan sekejap lagi akan turun. Bersamaan dengan keluarnya Radi dari dalam, rintik hujan mulai jatuh sedikit demi sedikit. Dirinya langsung berjalan cepat menyusul Radi yang berlari dan terburu-buru membuka pintu mobil agar Agung tidak terkena hujan. Setelah dirinya dan Radi berhasil masuk ke dalam mobil, bulir hujan yang jatuh semakin deras hingga membuat mobil mereka sempat keruh karena tertutupi air hujan. Bunyi berisik hujan kemudian tersamar saat Radi dengan cekatan menyalakan audio di dalam mobil, Radi tahu jika bosnya tidak suka mendengar suara hujan yang terdengar keras dan membuat tidak nyaman. "Apa ini cukup? Atau Bapak perlu earphone?" tanya Radi. Agung menoleh, mengulas senyum tipis ambil menggeleng. "Ini cukup," katanya. Agung bukan orang yang memiliki semacam phobia terhadap hujan, hanya saja suasana hatinya menjadi kurang baik setiap kali hujan turun.  Alasannya simpel, karena ketika Mamanya meninggal, hujan turun dengan begitu deras sehingga setiap kali hujan turun maka dia akan selalu teringat dengan kepergian Mamanya. Dan Radi yang sudah bersama dengannya semenjak Agung pertama kali diamanati jabatan ini, sudah menghapal dengan jelas apa saja yang Agung suka dan apa saja yang tidak dia suka. "Sepertinya kita akan lebih lama buat sampai ke kantor, tolong hubungi bagian Pemasaran dan minta maaf ke Kepala Bagian karena kita akan terlambat sampai," pinta Agung. Radi yang masih fokus dengan setir mengangguk, dengan ponsel yang tersambung ke mode panggilan yang ada di mobilnya, dia menghubungi Kabag yang rencananya akan bertemu dengan Agung sebentar lagi. "Saya Radi, asisten Pak Agung. Kami masih ada di tengah jalan karena terjebak hujan, jadi saya mohon maaf jika pertemuan anda dengan Pak Agung akan sedikit mundur dari waktu yang sudah ditentukan," ujar Radi begitu sambungannya tersambung. "Oh tidak masalah, Pak. Hati-hati di jalan." Sebuah suara yang enak didengar, mirip dengan orang-orang yang menjadi customer service di beberapa perusahaan besar. Bahkan Agung sampai membiarkan dirinya mendengarkan suara wanita itu hingga sambungannya dengan Radi terputus. "Tadi itu Kabagnya?" tanya Agung. Radi menoleh sekilas sambil mengangguk. "Benar, Pak," jawabnya kemudian. __ Tiba di kantor, jas yang dikenakan oleh Agung sedikit basah karena tertimpa air hujan. Ini semua murni salah Agung karena memilih turun di depan lobi daripada di basement yang tidak akan membuatnya terkena air hujan. Alasan yang diberikan Agung saat Radi menawarkan dirinya untuk turun di basement saja adalah karena menurut Agung kombinasi antara hujan lebat dan juga basement yang gelap terasa mengerikan baginya. Maka dari itu Agung lebih memilih berlari dari mobil hingga masuk ke lobi dengan resiko dia akan terkena air hujan walaupun hanya sedikit. Ia lantas langsung masuk ke dalam lift khusus petinggi, menekan angka lantai yang menjadi lantai ruangannya. Sekilas dia menoleh ke arah arloji yang dia kenakan, dia sudah terlambat tiga puluh menit dari jam janjian. Maka begitu tiba di ruangannya dimana Radi sudah lebih dulu sampai, Agung langsung meminta agar asistennya itu memanggil Kabag Pemasaran untuk menghadapnya. "Sekalian buatkan kopi panas buat saya ya," pinta Agung pada Radi yang sudah akan keluar dari ruangannya. Hanya berjeda beberapa menit sejak kepergian Radi, pintu ruangannya diketuk dari luar. Agung berseru 'Masuk!' hingga seorang wanita berjalan masuk ke dalam ruangannya. Untuk sesaat Agung dibuat tidak berkedip dengan penampilan wanita yang barus aja masuk ke dalam ruangannya itu. Bukan karena wanita itu teramat cantik atau juga berpenampilan menarik, justru kebalikannya. Wanita itu mengenakan setelan blouse dan rok dengan warna yang sangat bertabrakan. Walaupun Agung bukan lah pria yang paham dengan fashion tapi dia sangat sangat yakin jika blouse berwarna hijau tua dengan rok berwarna Kuning kunyit bukan lah perpaduan yang pantas. Matanya bahkan terlihat sakit hanya karena melihat dua warna itu berada di satu tubuh. "Selamat siang, Pak. Saya Anggraeni dari Pemasaran, sebelumnya saya sudah mengirimkan email ke email Bapak mengenai masalah yang akan saya diskusikan," sapa wanita itu dengan nada sopan. Agung terkesiap, dia buru-buru mengangguk sambil menjawab "Sudah." Padahal sejujurnya dia sama sekali belum membaca email yang dikirimkan oleh wanita di depannya. Agung lantas berdiri, menggiring wanita bernama Anggraeni itu ke arah sofa alih-alih duduk berhadapan di kursi kerjanya. Agung berpikir dia akan merasa lebih nyaman jika berdiskusi di sofa set yang ada di ruangannya itu. "Jadi bagaimana, Bu Anggraeni?" tanya Agung. Wanita di depannya itu tersenyum simpul sambil meletakan map yang dia bawa ke atas meja. "Bapak bisa memanggil saya Anggi. Dan ini adalah laporan yang sudah saya print out, kalau Bapak keberatan membaca ulang maka saya akan langsung jelaskan masalahnya." "Kalau begitu, tolong jelaskan saja secara langsung." Obrolan mereka ter interupsi dengan kedatangan Radi yang kembali masuk membawa minuman, bukan hanya satu melainkan dua cangkir yang sepertinya terdapat isi yang sama. Ternyata Radi benar-benar kompeten sehingga pria itu ingat bahwa Agung akan kedatangan tamu. "Saya selalu membuat laporan tentang penjualan anak buah saya, dan seperti aturan yang sudah ada di kantor ini bahwa setiap penjualan yang memenuhi target akan mendapatkan bonus tambahan setiap bulan. Bukan begitu, Pak Agung?" Merasa bahwa apa yang disebutkan oleh wanita itu adalah benar, maka Agung langsung mengangguk. "Lalu apa masalahnya?" Mendengar pertanyaannya, wanita di depannya malah terlihat mengerutkan kening. "Apa Bapak tidak membaca email yang saya kirimkan, karena jika Bapak membaca email saya maka Bapak akan tahu apa masalahnya. Maaf bukannya saya tidak sopan, tapi saya pikir jika Bapak sudah membaca email saya maka saya hanya tinggal menarik obrolan kita ke pokok masalahnya, karena saya tahu Bapak adalah orang sibuk yang setiap waktunya adalah berharga." Agung tertegun mendengar cara bicara wanita di depannya yang berani. Ini memang salahnya karena dia berbohong mengatakan bahwa dia sudah membaca ketika pada kenyataannya malah belum. Namun tetap saja, dia merasa tidak senang dengan cara bicara wanita di depannya ini. "Oke, saya memang belum sempat membaca email yang anda kirimkan. Tapi seharusnya Anda hanya tinggal menjelaskan ulang saja tanpa menanyakan lebih dulu kebenaran dari ucapan saya, jika Anda seperti itu justru anda malah membuang persekian menit waktu saya yang anda anggap berharga itu," balas Agung lepas, Dia memasang tatapan yang tidak ingin dibantah seperti apa yang sering dilakukan oleh Papanya, namun walaupun seperti itu wanita di depannya malah dengan enteng menghela napas sebelum kemudian berujar, "Baik, saya akan langsung jelaskan dari awal. Jadi saya mohon dengan sangat agar Bapak mendengarkan dengan seksama masalah yang akan saya jabarkan kepada Bapak, karena ini menyangkut hak para staf marketing yang hilang sekian persennya." Menahan rasa kesal dan rasa tidak senang karena ada karyawan yang bisa bersikap seperti itu padanya, Agung memilih untuk mengangguk agar urusannya dengan wanita yang ada di depannya ini cepat selesai. Di matanya, wanita di depannya ini hanya terlihat sebagai karyawan yang pongah dan merasa paling pintar. Namun di beberapa puluh menit ke depannya, pandangan Agung berubah setelah mendengar semua yang keluar dari mulut wanita itu. Baginya sekarang, Wanita yang meminta untuk dipanggil dengan Anggi itu adalah tipe atasan yang sangat perduli dengan hak-hak bawahannya. Juga terasa mirip dengan Radi yang akan terus maju jika merasa dirinya benar. Dia menyukai jenis manusia yang seperti ini. ___*___
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD