bc

Jinx on You

book_age18+
97
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
love after marriage
powerful
confident
drama
sweet
bxg
office/work place
office lady
like
intro-logo
Blurb

Agung Pradana yang seorang duda mengalami kesialan setiap kali hendak menelan jalin hubungan serius. Karena terlalu putus asa, dia bahkan nekat mengajak menikah seorang karyawan di kantornya yang dirasa menarik. Tanpa Agung duga, keputusannya justru membawanya ke dalam trust issue yang dimiliki seorang Anggraeni Lesmana yang dia pilih menjadi istrinya.

Dalam hubungan mereka, bukan cinta yang utama, tapi keahlian masing-masing untuk membantu silang masalah mereka.

chap-preview
Free preview
1
"Kemarin Papa sempat dengar kabar kalau Mathia sudah akan menikah lagi. Katanya, calon suaminya orang asing yang sedang merintis bisnis baru di Indonesia." Agung Pradana sempat menghentikan gerak garpu dan sendok di tangannya saat suara Papanya terdengar di tengah acara makan pagi mereka. Merasa tidak memiliki kalimat untuk menanggapi ucapan itu, Agung hanya mengangguk sekilas sebelum kemudian melanjutkan makannya. "Ya wajar sih, memang sudah seharusnya seseorang menikah lagi setelah bercerai hampir dua tahun. Kan sudah enggak ada masalah yang masih mengganjal, sudah sepatutnya menjalin hubungan yang baru. Apalagi buat orang kayak kita yang butuh penerus, seenggaknya harus menikah di usia yang masih muda supaya bisa menghasilkan anak." Gagal sudah. Padahal Agung berencana untuk pura-pura tidak dengar, namun mendengar bahasan ini malah membuat dirinya secara otomatis langsung tersedak. Agung buru-buru meraih gelas miliknya, meneguk hingga habis sebelum kemudian menghapus noda di dekat bibirnya dengan satu lembar tisu dari atas meja. "Saya masih muda, Pa. Masih banyak waktu buat mikirin soal itu," balas Agung dengan nada normal Dia mengenali dengan baik seperti apa lelaki yang kini duduk di kursi yang ada di ujung meja itu. Kharis Pradana adalah seseorang yang tegas, tidak suka dibantah dan juga tidak suka jika orang lain meninggikan suara di depannya. "Hubungan kan butuh proses, enggak harus menikah sekarang, kamu kan perlu untuk menjalin hubungan dari awal untuk saling mengenal. Dan itu butuh waktu yang enggak sedikit. Makanya seharusnya kamu memulai semuanya dari sekarang, jadi bisa menikah dalam waktu dua bulan ke depan." Menghela napas samar, nafsu makan Agung sudah lenyap walaupun makanan di piringnya masih banyak tersisa. "Saya yakin bukannya Papa sama sekali enggak tahu, Papa tahu kalau selama ini saya sudah berulang kali pacaran dengan wanita tapi pada akhirnya harus putus," kata  Agung sudah sangat hapal dengan tabiat Papanya yang tidak sabaran, karena itu Papanya yang sedang sangat ingin memiliki cucu selalu saja memata-matai Agung untuk mencari tahu apakah Agung sedang menjalin hubungan dengan seseorang atau tidak. "Ya tapi kenapa pada akhirnya kalian malah putus?" tanya Kharis dengan nada bingung. Agung bergeming. Dia sendiri tidak tahu, walaupun sebenarnya dia memiliki sebuah kesimpulan atas semua yang terjadi pada hubungannya dengan para wanita. Baginya, ini adalah sebuah kutukan, kesialan ataupun sebagainya. Karena setiap kali dia menjalin hubungan dengan wanita yang diawal sangat menyukainya, hubungan mereka justru berakhir saat Agung berniat untuk lebih serius, mengajak kekasihnya untuk menikah. Dan alasan seperti itu mana mungkin dia bicarakan di depan Papanya itu. Dia yakin Papanya hanya akan tertawa dan menganggapnya gila. "Udah lah, Mas. Jangan terlalu menekan Agung, biarkan Agung menikmati status dudanya dengan baik. Lagipula bukannya buruk kalau nantinya Agung menikah buru-buru dan malah berakhir dengan perceraian lagi?" Kali ini atensi Agung teralih pada seorang wanita yang duduk dengan anggun, mengenakan pakaian bermerk yang Agung yakin harganya lebih dari sepuluh juta. Nama wanita itu adalah Sasita, wanita yang dinikahi oleh Ayahnya dua tahun lalu, dua bulan sebelum Agung kemudian bercerai dengan mantan istrinya. Benar, seperti yang dikatakan oleh Sasita, Agung sudah pernah menikah dengan wanita yang dia pacari selama satu tahun lebih. Wanita yang bernama Mathia yang disebut oleh Papanya tadi adalah teman kuliah Agung. Mereka menikah atas dasar saling suka namun kemudian berpisah karena Mathia merasa Agung kurang memperhatikan wanita itu. Katanya, Agung hanya sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memberikan perhatian cukup pada Mathia. Hanya dengan alasan itu, Mathia menggugat cerai Agung dan mereka resmi kembali menjadi orang asing kurang lebih dua tahun lalu. "Dia sudah menduda hampir dua tahun, itu bukan waktu yang sebentar untuk melepas penat dan menikmati ke dudaan nya. Umurku juga sudah enggak muda lagi, aku mau meninggal setelah aku mendapatkan penerus dari Agung." Tanpa sadar Agung terkekeh mendengar ucapan Papanya, dia buru-buru menghentikan tawanya saat Papanya menatap sedikit tajam padanya. "Jangan bilang soal Papa yang akan mati, takutnya ada yang diam-diam mendoakan hal itu terjadi," kata Agung. Matanya melirik ke arah Ibu tiri dan juga adik tirinya yang duduk bersebelahan dengan Sasita. Merasa ucapannya akan membuat huru-hara di rumah ini, Agung langsung bangun dari duduknya. Tangan merapikan kemeja yang dia gunakan sebelum kemudian melapisinya dengan jas berwarna biru gelap. "Saya berangkat dulu," pamitnya dan kemudian melenggang begitu saja. __ "Selamat pagi, Pak!" Agung mengangguk sekilas, duduk di kursi besarnya kemudian. "Laporan tentang survei lapangan sudah saya kirimkan ke email Bapak, untuk print outnya sudah saya taruh di map yang berwarna hijau." Sekali lagi Agung mengangguk, namun mata dan perhatian pria itu sama sekali tidak tertuju pada dua objek yang tadi disebutkan oleh Radi, asistennya. "Tolong bawakan saya es teh manis," pinta Agung random. Padahal di hadapannya sudah ada segelas kopi hitam yang biasa dia nikmati setiap pagi, namun entah kenapa karena dari pagi sudah disuguhkan dengan pembahasan yang tidak dia sukai, membuat hati dan otaknya terasa mendidih. Tanpa protes seperti biasa, Radi langsung berbalik dan keluar dari ruangan untuk memenuhi apa yang bosnya inginkan. Pikiran Agung terdistraksi akan sesuatu. Kata ayahnya, mantan istrinya sudah akan menikah dengan seorang pria berwarganegaraan asing yang sedang merintis usaha di Indonesia. Setelah mereka resmi bercerai, baik dirinya maupun Mathia tidak pernah saling menghubungi. Kabar terakhir yang Agung dapatkan dari mantan istrinya adalah Mathia yang membuka sebuah restoran mewah menggunakan uang kompensasi yang diberikan oleh Agung, selain itu dia tidak pernah mendengar kabar apapun dan juga tidak pernah mau mengunjungi restoran milik mantan istrinya itu. Agung menyalakan perangkat komputer yang ada di atas meja kerjanya, membuka sebuah aplikasi media sosial yang dia gunakan untuk menjalin komunikasi dengan rekan bisnisnya ataupun dengan semua teman-temannya. Tangannya mengetikan nama Mathia, membuat tampilan media sosial itu menampilkan profil dari mantan istrinya. Dari gambar-gambar yang diunggah oleh Mathia, Agung mendapati bahwa tidak banyak yang berubah dari wanita itu. Hanya saja kini Mathia terlihat lebih berani dalam menggunakan busana, terlihat dari semua pakaian yang terlihat terbuka dari semua baju yang wanita itu kenakan. Lalu ada beberapa foto yang diambil oleh Mathia bersama dengan seorang pria yang berwajah asing, sepertinya ini lah pria yang disebut sebagai calon suami Mathia. Mendengar bunyi pintu yang diketuk pelan sebelum kemudian terbuka, Agung langsung menutup tab yang ada di komputernya. Dia tidak ingin sampai kehilangan wibawa di depan Radi kalau sampai ketahuan bahwa dia sedang melihat sosial media milik mantan istrinya. "Es teh manis sesuai yang Bapak minta," kata Radi sambil meletakan segelas besar berisi es teh manis dengan warna pekat. Agung mengangguk, "Terimakasih," ucapnya. Menyesap sedikit es teh manis yang dibuatkan oleh Radi, Kama kemudian mulai membuka email miliknya. Memeriksa email yang dikirimkan oleh Radi padanya. "Pak, Kepala Bagian Pemasaran meminta untuk bertemu Bapak jika Bapak ada waktu," lapor Radi kemudian. Kening Agung sedikit berkerut, dia menoleh ke arah asistennya itu. "Ada masalah apa?" tanya Agung. "Katanya, ada masalah dengan bagian Keuangan. Ini terkait upah yang tidak sesuai dengan jumlah laporan yang dilaporkan oleh bagian pemasaran." Walaupun agak aneh dengan apa yang dia dengar, namun karena merasa ini bisa jadi merupakan hal yang penting, maka Agung langsung mengangguk. "Jadwalkan agar Kabag itu bisa menghadap saya setelah jam makan siang," pintanya. Radi mengangguk, kemudian pamit untuk keluar ruangan dan kembali ke meja kerjanya yang ada di depan ruangan Agung. Baru akan memulai bekerja saat kemudian ponsel miliknya berdering, sebuah panggilan telepon dari seseorang yang dirindukannya. "Kakak!" Hanya dengan mendengar teriakan kenakan di ujung telepon saja sudah membuat Agung tersenyum senang. Ini adalah Leticia, gadis berumur tujuh belas tahun yang kini sedang menempuh pendidikan di Inggris. Leticia adalah anak bungsu dari Sasita, yang berarti merupakan adik tiri Agung. Berbeda dengan Loius yang merupakan anak sulung Sasita yang memiliki sifat serakah dan mudah iri, Leticia adalah gadis polos yang sudah membuat Agung menyayanginya hanya dalam waktu dua bulan setelah gadis itu masuk ke dalam rumah. "Apa kabar kamu?" tanya Agung. Satu tangannya dia pakai untuk memegangi ponsel yang dia dekatkan di telinga, sedang tangan lainnya ia gunakan untuk membuka satu persatu email yang dia rasa penting dan harus segera mendapat tanggapan. "Aku baik dong, Kak. Kuliah disini nyenengin banget, aku punya banyak teman dan juga sekamar sama anak yang sama-sama dari Indonesia. Terus.." Waktu berlalu begitu cepat, Agung yang selalu merasa terganggu dengan hal-hal yang berisik, kali ini justru merasa seperti mendapatkan hiburan hanya dengan mendengarkan celotehan Leticia yang menceritakan tentang kegiatan belajarnya di kampus baru. Bahkan adiknya itu juga tanpa ragu menceritakan bahwa dia menyukai seorang kakak tingkat yang berkewarganegaraan Jerman, yang sejak awal sudah banyak membantu Leticia. Obrolan lintas Negara itu kemudian berakhir saat Leticia berkata bahwa dia akan pergi tidur dan akan kembali menghubungi Agung sebelum dia berangkat ke kampus. Agung memperingati adiknya untuk tetap berhati-hati dan mengabari apapun yang terjadi di sana. Lalu sambungan terputus. Agung kembali meletakan ponsel miliknya dan mengerahkan semua fokusnya pada layar monitor. Sesaat email baru masuk dengan subjek 'Problem Upah bulanan Bagian Pemasaran'. Membuka email itu, Agung mulai mengerti jika ini adalah email laporan yang dikirimkan oleh Kabag Pemasaran yang katanya akan menghadap Agung seusai istirahat nanti. Karena jam istirahat masih lama, Agung memilih untuk mengenyampingkan email itu sejenak dan lebih memilih membaca email lain yang tadi disebutkan oleh Radi. Laporan survei lapangan tentang sebuah tanah yang akan Agung garap menjadi sebuah perumahan dengan budget yang ditujukan pada penduduk menengah ke bawah. Ini adalah email yang paling penting karena akan dia bahas di meeting bulanan bersama dengan para petinggi lainnya. Ditemani es teh manis yang mulai mencair dan rasanya yang sudah mulai hambar, Agung membaca banyak dokumen yang berkaitan dengan itu. Sebelum kemudian dia beralih pada hal-hal lain hingga tanpa dia sadari dia melupakan soal email laporan yang tadi dikirimkan oleh bagian Pemasaran. Hal yang kemudian membuat dia terlibat cekcok kecil dengan Kabag Pemasaran yang menghadapnya setelah jam makan siang. __*__

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook