» Bab 2 | Tamu Abah, «

1224 Words
Rambut panjang nu ngarumbay ... Disangkeh panangan nyampay.... Lalaunan raray tanggah... Rangkulan karaos pageuh..... Luhur pasir tepung geten.... Perlambang asih nu mekar Kabagjaan nu duaan.... nu duaan.....   “ Nu duuuuuaaaaaan “ “ Ish  Abah suka gituh “ “ He he lanjut atuh, di duetin  sama Abah malah berhenti “ “ Udah ah, entar tumisan  Ambu  gosyong “   Abah menarik bangku di meja makan untuk mengambil duduknya, sambil terus bersiul  menyambung lantunan lagu kalangkan anjeun kesukaan  Ambu yang hampir setiap pagi siang sore malam selalu di lantunkan Ambu.   Ambu sendiri kembali bertempur penuh semangat dengan alat-alat masaknya, sambil melanjutkan dendangan lagu kesukaannya yang sempat terjeda sesaat tadi karena Abah menyautinya dengan suara berat khas Abah ketika bernyanyi. Mengagetkan Ambu dan membuat Ambu tersipu.   Romantika Abah dan Ambu di usia pernikahan nya yang sudah hampir 18 belas tahun itu masih tetap beraroma wangi. Ambu yang memang berparas ayu lembut wajahnya begitu teduh, ciri khas perempuan desa jaman dulu sekali. Sementara Abah, usianya yang belum masuk 40 an tentu saja masih terlihat gagah dan ganteng  maksimal itu suka sekali ngabodor  suka bercanda dan menggombali  Ambu. Hampir hampir tak pernah tercatat dalam rumah tangga Abah dan Ambu ada pertengkaran, kecuali pertengkaran pertengkaran kecil dan itupun hanya karena Ambu merajuk karena cemburu, di saat Abah tugas ke kota mengirim panenan  bunga bunga perkebunan .   “ Sudah kukuruyuk  ini Ambu, perut Abah, “ “ Iyah Abah, tinggal sedikit lagi, Abah berhenti  ajah cicit  cuit  nya atuh biar ga bertambah lapar nya“ “ Ambu juga masak nya jangan sambil cicit  cuit atuuuh biar cepet mateng nya “ “ Atuh masak nya pan pake kompor, ga ada hubungan nya atuh sama nyanyian “ “ Sama, Abah juga lapar nya ga ada hubungan nya sama siulan Abah...” “ Ish Abah, cik “ “ Ha ha aha aha aha “   “ Ihhhhhh “ nyinyir Diandra mendengar celotehan Abah dan Ambunya yang saling ngabodor . Drama setiap pagi yang selalu Diandra saksikan,  Abah yang menunggu makanan siap di ruang makan selalu menggoda Ambu yang bertempur di dapur. Biasanya Diandra ikut berperan serta di permainan Abah dan Ambu meski hanya jadi penonton dan kadang kadang wasit atau komentator atau juga jadi “kompor “ .   Tapi untuk pagi ini, Diandra absen dia hanya mendengus nyinyir dari kejauhan mendengar drama pagi Abah dan Ambu nya. Diandra tengah berdiam saja di kamarnya tanpa melakukan  apa pun, hanya  duduk termangu di atas kasur memeluk bantal gulingnya yang tampak lemah tak berisi. Diandra hanya bermalas malasan saja di kamarnya menunggu jam sarapan pagi. Tidak seperti biasanya, yang langsung berhamburan diantara aktifitas Abah dan Ambunya di dapur dan ruang makan. Berceloteh ria meramaikan suasana pagi rumah.   Ada sesuatu yang membuat Diandra tak bersemangat. Jika bukan hari ini Diandra harus ke sekolah, Diandra memilih melelapkan diri dan bermimpi. Tidak harus mandi pagi dan tidak harus sarapan pagi bersama Abah di satu meja. Malas, tapi Diandra setidaknya sudah berseragam lengkap bersiap untuk berangkat ke sekolah.Meski   seragam  itu tampak kusut  sekusut raut wajahnya.   “ Teteh, cik jung buru siap-siaaaap Ambu sudah selesai masaknya !!! “   Suara lengkingan Ambu pun mengudara. Terdengar sangat jelas oleh kuping-kuping Diandra. Bahkan ketika Diandra menutup kupingnya dengan guling lusuh kesayangannya. Yah seperti yang biasa Diandra lakukan ketika sedang dirundung gelisah, Diandra selalu menutup telinganya dengan menekuk guling di belakang kepalanya hingga ujung ujung guling sempurna menutupi telinganya. Seperti yang dia lakukan saat ini. Dahsyatnya, Diandra merasa suara Ambu menembus jelas ke gendang kuping Diandra.  "Aduuuuuuuuuh......" gumam Diandra dalam hati  yang hanya terdengar oleh hatinya sendiri. Sesungguhnya suara lengkingan Ambu tidak hanya terdengar dari dalam kamar Diandra, yang memang jarak dindingnya hanya terpaut 3 meter saja dengan dapur Ambu. Suara lengkingan Ambu bahkan bisa terdengar jelas radius entah berapa hingga sampai terdengar oleh Kang Aos yang bekerja di kolam-kolam Abah. Tak jarang suara lengkingan suara Ambu sampai-sampai membuat Kang Aos hilang fokus ketika menebar pakan ikan-ikan piaraan Abah. Seperti saat ini, suara lengkingan Ambu pun meninggi ketika memanggil Diandra untuk bergegas dan Kang Aos pun bergidik kaget mendengarnya. “ Teteh ayo cepet  atuh, sudah siang ....” Diandra masih berdiam tak bergerak dari ranjangnya, ketika kembali terdengar olehnya teriakan Ambu memanggilnya. Diandra hanya mengubah posisi duduknya sah, menekuk kaki memeluk lutut. Dan memejamkan matanya erat-erat, saat kepalanya berhasil  dia sembunyikan di antara dekapan tangan dan kakinya.  Suara suara Ambu yang memanggil nya, seperti hembusan angin saja bagi Diandra yang berjibaku dengan gelisah nya. Ketika Diandra merasakan puncak kesedihannya, Ambu sudah berada diambang pintu kamar Diandra yang hanya bertutup kain kelambu berbahan blacu berwarna putih lusuh. Melihat pandangan tidak membahagiakan dari balik kelambu Diandra, Ambu hanya berdiri berdiam saja. Tampak oleh celah kecil sibakkan kelambu pintu kamar Diandra yang Ambu pilin, tangisan Diandra yang tertahan dan tersedu sedu. Ambu memilih kembali menutup kelambu pintu Diandra perlahan. Dan beranjak ke ruang makan kembali menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Ambu sangat tahu kenapa putri kecilnya menjadi sesedih itu. Pilu, hati Diandra pilu, pilu sekali. Mengingat hari itu. Bagaimana bisa, tiba-tiba saja ada seseorang datang bertamu, berniat melamar dan menikahkan Diandra dengan putra semata wayangnya. Dan, di luar sangkaan bak gayung bersambut, Abah menerima dengan bahagia lamaran yang datang untuk Diandra. Yah, Diandra putri sulung kesayangannya, tumpuan harapannya, yang saat seseorang itu datang Diandra masih belia, bahkan belum juga tamat sekolah menengah pertama.   “ ... Setelah usia nya genap 17 taun nantilah, kita bicarakan lagi masa depan putra putri kita...”  suara bahagia Abah begitu jelas terdengar oleh Diandra. Sontak memacu gemuruh di dalam hatinya yang penuh tanya. “ Putra Putri ? Putra putri siapa yang dibicarakan Abah ? Masa depan ? Tentang apakah ini ? “   Abah dan Ambu, hanya saling melempar senyum ketika mata mereka bertemu dengan mata Diandra yang jelas penuh tanya menuntut penjelasan. Pun tidak ada jawaban yang memuaskan hati Diandra ketika dia bertanya tentang ada apa, siapa, masa depan apa, masa depan siapa. Hanya pelukan demi pelukan, hanya senyuman demi senyuman yang Diandra terima dari Abah dan Ambu.   Hingga ketika saat itu, terlihat oleh Diandra seseorang paruh baya datang kembali bersama perempuan paruh baya yang begitu sangat anggun dengan penampilan mewah nya. Nampak sekali status sosial mereka dari cara mereka berpakaian, cara mereka melangkahkan kaki mereka, cara mereka berbicara, cara mereka memandang, cara mereka tersenyum, khas sekali orang terpandang.   Abah dan Ambu sangat menikmati menjamu mereka, nampak air wajah bahagia Abah dan Ambu di sepanjang mata Diandra memandang. Hangat   “ kelak Nyai harus rela si eneng  ikut kami yah, pokonama InsyaaAlloh si eneng bahagia bersama kami ...”  ucap wanita anggun itu disertai dengan senyum ceria Abah dan Ambu   “ ... InsyaaAlloh “  ucap Abah singkat membalas kalimat wanita anggun itu.   “  Iyah, Juragan Panuluh ini sudah janji sayang, sabar sedikit lagi nanti ketika usia eneng  17 tahun teng  kita tagih janjinya ha ha ha ha “ tegas laki laki gagah kaya itu, yang terlihat menepuk nepuk bahu Abah. Nampak bahagia dan tidak berhenti mengumbar senyum dan tawa nya.   Setelah nya Diandra tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Diandra harus menjauh, ketika mata Diandra yang tengah mengintip dari balik tirai tertangkap mata Ambu. Nampak mata Ambu menyimpan begitu banyak rahasia. Rahasia yang terus menerus dipertanyakan oleh Diandra.   “ Tunggu Abah, biar Abah yang bicara “ begitu jawaban Ambu selalu.   Dan, ketika Abah menyerah dengan kejaran pertanyaan Diandra, berganti Diandra yang menyerah dengan penjelasan Abah.   “ Abah menerima lamaran buat teteh “ pamungkas Abah dalam penjelasannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD