» Bab 3 | Masa Depan, «

2177 Words
T u j u h b e l a s T a h u n ? Aku menghitung angka demi angka, berapa kurang nya hingga mencapai angka itu. Ada apakah memangnya dengan angka itu ? Seharusnya tidak ada yang istimewa buatku dengan angka itu. Hanya angka biasa saja, yang mungkin nanti akan membuatku harus menyimpan banyak kartu di tas sekolahku, atau bahkan harus kubawa ke manapun aku berada sebagai bukti kalau aku nyata ada. Dan menurut hitungan gelisahku, butuh 700 hari lagi buatku, untuk sampai di angka itu. Mungkin ketika seragam sekolah ku berganti dari putih biru ke putih abu-abu. Itu pun kalau Alloh nu Agung ngasih ijin aku untuk hidup hingga selama itu.   Tapi, lain aku lain Abah, di tujuh  belas tahun  usia ku adalah sesuatu yang istimewa buat Abah. Itu yang aku tahu, itu yang telingaku mendengar. Dan Abah tidak akan sabar saja menunggu, banyak sekali rencana-rencana dalam bayangan Abah untuk menyambut usia ku di angka itu.   Benar, tepat Abah berencana menikahkanku, dengan jejaka kaya yang tampan rupawan, putra juragan yang waktu itu tiba-tiba datang. Jejaka itu bukan hanya tampan mapan dan rupawan, tapi juga terpandang keturunan priyayi,  atau tepatnya seorang bangsawan. Dan istimewanya lagi katanya jejaka itu dikenal sholeh atau kuat Iman. Percaya ?  Adakah saat ini makhluk Tuhan yang begitu sempurna seperti dalam dongeng Pangeran nya putri putri ?   Duhai Alloh, Diandra juga hamba Mu, Diandra juga sholehah rajin sholat dan beribadah kepada Mu. Ijin kan Diandra berdoa untuk boleh menolak pinangan itu. Diandra mohon, bukan karena Diandra tidak sayang dengan Abah, bukan Diandra ingin menyakiti hati Abah, tapi bisakah Diandra merangkai masa depan Diandra sendiri ? Diandra juga punya cita cita dan rangkaian keinginan di masa depan. Tapi jika harus menikah akan bagaimana jadinya ?   Aku tidak tahu apa itu menikah ? Aku bahkan tidak punya, tidak pernah melihat laki-laki atau jejaka yang nantinya bisa kusebut kekasih hati belahan jiwa. Aku bahkan tidak  memikirkan hal itu, belum !!! Dan aku tidak  pernah punya niat untuk mencari tahu tentang itu. Tidak terlintas sedikit pun. Yang aku tahu saat ini adalah aku harus rajin sekolah, memanfaatkan  banyaknya kesempatan beasiswa yang ada, sekolah sampai tahap paling tinggi, sehingga aku bisa mendapatkan apa yang aku cita cita kan. Menjadi manusia yang berharga kaya raya sukses mulia dan bisa menjadi kebanggaan  Ambu dan Abah, meski hanya dalam jangka Cihanjuang saja.    » Shasinokaa | Bayang Semu Dia, «   " Abah suka gituuuu, selalu pinter ngusik  hati Diandra, Diandra ga suka. Abah tolong dengar Diandra juga, Diandra masih kecil Abaaaah, sekolah SMP juga belum lulus. Abah juga didoakan terus sama Diandra, supaya umurnya Abah panjaaaaaaaaang, sehat dan berkah. Ga usah atuh Abah ngarep Diandra buru buru nikah, masih jauh atuh Abah, masih jauhhhhhhhh, jauh jauh bangeeet nget nget "   " Hmmmm, teteh sayang Abah kan ? Abah sangat tau bagaimana putri kesayangan Abah ini, begitu sangat sayang sama Abah, sangat sayang sama Ambu , sangat sayang sama Si Eneng. Abah yakin, yakin 100 rebu persen, teteh ga akan pernah mengecewakan Abah. Abah ga pernah berhenti berdoa sama Gusti Alloh, supaya Gusti Alloh selalu ngasih yang terbaik buat teteh. InsyaaAlloh  Cep Noe adalah jodoh terbaik buat teteh dari Alloh "    " Husssh…" Diandra berkedip cepat, lamunannya bersama Abah buyar terkena tepokan tapak tangan Ambu pas di depan wajahnya.  Diandra hanya mendesis  melirik Ambu sekejap dan masih bertahan termangu dengan wajah kusutnya. Menyandarkan pipinya di meja makan, sembari jari jemarinya memainkan ujung taplak meja makan yang menjuntai .   Ambu berdiri menghadap Diandra dengan tangan yang sudah berkacak pinggang. Menatap Diandra lekat-lekat. Mata Ambu mengikuti ke mana mata Diandra berpindah menghindari kejaran mata Ambu. " Issssssh " desis Diandra membuang muka ketika Diandra  sudah menyerah kalah saat tertangkap matanya oleh mata bulat Ambu yang kemudian memicing. Setelah berhasil menangkap mata Diandra, Ambu hanya bernapas panjang dan memilih melepas kan kembali Diandra. Ambu sudah merasa terlampau lelah dan payah berkejar kejaran dengan Diandra, meskipun hanya dengan bermain mata. " ngalamun  terus, terus ngalamun " gumam Ambu sembari kembali melakukan pekerjaannya yang tertunda demi menggugah lamunan Diandra. Ambu merapikan meja makan tempat Diandra menghabiskan lamunannya tentang Abah. Menata kembali sisa-sisa makanan-makanan yang terhidang di meja makan. Sementara Diandra hanya mematut  dirinya saja. Malas, dan ingin kembali hanyut melamun saja. Pun ketika Ambu berniat menggodanya dengan kerlingan matanya yang seolah tahu apa yang ingin dilamunkan Diandra, Diandra hanya memainkan sorot mata malasnya saja. Membalas godaan Ambu dengan pandangannya yang terus mengekor ke mana gerakan Ambu beredar. Entah Ambu  sedang merapikan meja makan, entah Ambu sedang membersihkan piring makan dan gelas kopi Abah, sisa sarapan pagi Abah sebelum Abah berangkat kerja di perkebunan kampung seberang.   Melihat Diandra seperti itu, Ambu hanya bisa  menghela napas panjang dan memilih  beranjak saja kembali ke dapur meninggalkan Diandra dengan diamnya. Ambu tak henti hentinya mendengus kesal menyaksikan Diandra yang masih betah saja, berdiam diri di meja makan. Bahkan meskipun Ambu sengaja mengeraskan suaranya yang melantunkan  lagu kalangkan kesayangannya. Diandra tidak menggubrisnya. Ambu sampai merasa lelah berkali kali menghela napas beratnya.   Meski begitu, Ambu masih harus terus saja memperhatikan Diandra dari balik tirai kayu yang jadi penghalang antara ruang makan dan dapur.  Ambu sesekali  hanya mengangkat alis,  menggelengkan kepala, menghela napas sangat panjang ketika selama perhatiannya,  yang terlihat Diandra hanya menekuk kepala saja di meja makan, tanpa menyentuh makanan  yang sudah disiapkan spesial oleh Ambu untuknya.   Tak tahan,  Ambu pun kemudian memilih bergegas kembali ke meja makan. Tanpa ba bi bu be bo seusai Ambu menyelesaikan pekerjaannya di dapurnya,  setelah Ambu mencuci tangannya dan memastikan tangannya wangi kembali, meski hanya wangi aroma sabun cuci piring, Ambu siaga bersiap dengan langkah tegap Ambu kembali ke meja makan. Diraihnya oleh Ambu piring makan Diandra dan menyuapkan sesendok menu sarapan yang tadi dibuatnya spesial ke mulut Diandra. Dengan gemas.   " Ihhh  Ambu apaan sih, kan Diandra  bukan bayi " Diandra menutup mulutnya dengan dua telapak tangannya, ketika dia sadari tiba-tiba saja Ambu menyuapkan sesendok nasi urap ke mulutnya yang tertutup rapat. Iyah nasi urap menu sarapan spesial yang disiapkan Ambu untuknya tadi. Tak mau menyerah begitu saja, Ambu hanya membalas sikap Diandra dengan memicingkan matanya dan kembali menyuapkan nasi urap yang ditolak Diandra ke mulut Diandra dengan paksa, " Sudah haaa buka mulutnya " kata Ambu ketus sambil terus memaksa menyodorkan sendok ke mulut Diandra yang terus bertahan terhalang rapat oleh kedua tapak tangannya yang menguat.   " Ga mau Idihhh , Ambu Diandra ga mau makan, kenyang " elak Diandra sambil menahan tangan Ambu supaya tidak memaksa menyeruduk mulutnya yang membungkam.   " Kenyang dari mana, atuh ini piring masih penuh ga kesentuh " Ambu terus saja memaksa mencari celah untuk bisa menerobos pertahanan Diandra.  Tidak boleh menyerah, gumam Ambu yang masih terus saja berusaha memasukkan suapannya ke mulut Diandra.   Drama memaksa menyuapi antara Ambu dan  Diandra  cukup sengit, Diandra tetap mengunci rapat mulutnya. Dan setelah sekian upaya yang menguras tenaga dan emosi, pada akhirnya Ambu menyerah. Kesal dengan kekalahannya Ambu dengan cepat saja merubah haluan  arah suapannya ke mulut Ambu sendiri. Diandra membebaskan bungkaman mulutnya. Legah.    " Ambu, bisa gendut kalau kamu begini terus dan selamanya " racau Ambu sembari terus mengunyah menghabiskan isi piring Diandra. Ambu membulat kan matanya dan terus menatap lekat mata Diandra. Ambu merasa sudah kelewat gemas  " Lebay  si Ambu ih, " dengus  Diandra membalas tatapan Ambunya dengan  tak berubah dari posisi duduknya yang masih saja membatu di bangku meja makan. Hanya kakinya saja yang berayun ayun di bawah meja makan. Tanda bosan dan lelah. " Lagian si teteh bukannya buru dimakan nasinya, keburu terlambat nanti sekolahnya, pakai drama mogok makan segala" Ambu menggeser bangku makan, mengatur posisi duduknya supaya bisa lebih dekat dengan Diandra, sambil melirik ke arah Jam dinding tua yang bertengger di tembok ruang makan. Sementara Diandra, masih bermalas-malasan saja di meja makan, meskipun dia tahu 10 menit lagi dia harus sudah standby  di depan jalan besar, untuk menunggu angkot langganannya datang. Angkot yang biasa mengantar dia dan anak-anak  di kampungnya berangkat sekolah.    " Masih mikirin omongan Abah ? " Selidik Ambu setelah menyudahi kunyahan terakhirnya, yang kemudian disusul meneguk air putih, setelahnya lagi kemudian dilanjut menyesap teh panas gula batu kesukaannya yang asap nya masih terlihat mengepul, menarik perhatian Diandra yang hanya terdiam.   Diandra hanya membisu saja, sambil matanya mengikuti arah kepulan asap teh panas Ambu berarak. Ditambah suara tik tok tik tok jam dinding tua yang bertengger di dinding. Berdentang berirama seperti melengkapi suasana hati Diandra yang malas beradu dengan ruang makan yang hangat menyelimuti dinginnya suasana separuh keluarga Panuluh pagi ini. Ruangan yang terasa hening hanya dipenuhi tatapan tanpa arti antara Diandra dan Ambu nya.   Lelah, Diandra luluh dan menyandarkan kepalanya di pangkuan Ambunya, sesaat sebelum kemudian dia memutuskan untuk berpamitan berangkat ke sekolah, " Abah tuh pasti sudah mikirin  apa-apa yang mau di omongin  sama teteh, teteh mikir yang baik-baik ajah, Rezeki, Jodoh Maut itu Rahasia Gusti Alloh nu Agung, kita manusia hanya menyempurnakan ikhtiar ajah, Ambu percaya sama Abah, Ambu juga yakin sama teteh, InsyaaAlloh kita semua dikasih yang terbaik sama Gusti Alloh " Usapan lembut Ambu di kepala Diandra menembus hingga ke relung hati Diandra energi damainya mengalir kembali hingga ke jalinan saraf-saraf yang bernaung di otak Diandra.  Menjadi bekal Diandra berangkat sekolah dengan gegap, meskipun kalimat Abah masih terus saja melekat. Terngiang ngiang  mengganggu pikirannya.   Ya, Rezeki Jodoh Maut, itu kuasa Gusti Alloh, dan tugas kita hanya menyempurnakan ikhtiar saja. Begitu kata Ambu. Dan, kata Abah, jejaka itu bukan hanya kaya dan tampan, tapi juga sholeh , orang sholeh pasti dekat dengan Tuhannya, kalau dia dekat dengan Tuhannya dan disayang sama Tuhannya, maka ikhtiar dia yang sempurna itu pasti membuahkan hasil yang indah sesuai keinginannya sesuai apa yang dia ikhtiar kan. Haaah apakah betul begitu ? Bagaimana  kalau dia semangat ikhtiarnya untuk nikahin aku  di saat-saat usia ku yang belum tujuh belas tahun itu ? Ohhhhh  tidak-tidak Duhai Alloh Diandra juga Hamba Mu, yang juga rajin berdoa kepada Mu, dan Diandra sangat tahh Kau adalah Sang Maha Adil untuk hamba Mu.   " Kiri kiri mang…, Atuh Diandra bengong, hayuk  turun  atuh, dah nyampe sekolah nya "  " Iii Iyah Nui, iyaaa iighhh ga sabaran inih" Diandra melangkahkan kakinya turun dari angkot dengan terburu buru. Beberapa temannya yang berada di belakangnya hampir-hampir mendorongnya agar Diandra bersegera turun dari angkot. “Ihhh, kamu bengong mulu deh, kenapa sih kamu Di ? “ ucap Nunui ketus sembari turun dari angkot. Diandra menggeser dirinya memberi jalan Nunui temannya supaya bisa segera mengulurkan tangannya untuk membayar ongkos angkot ke mamang sopir. “ Pas ya neng  ... “ kata mang Sopir sambil menunjukan lembaran rupiah yang dikasihkan Nunui ke mamang sopir tadi “ Ok mang, Hanupiss “ balas Nunui mengerling genit, dibalas genit pula sama mamang sopir sambil berlalu melajukan angkotnya kembali.   Sementara Nunui, melirik Diandra yang masih mematung berdiam saja. Gemas, Nunui menarik weebing ransel Diandra yang terjuntai dan melangkahkan kakinya dengan hentakan yang cukup keras memvuat  Diandra tercengang, tersadar  dari lamunannya dan hampir-hampir terjatuh karena langkah kakinya tak terarah akibat ditariknya webbing ranselnya oleh Nunui. Diandra mengabaikan perbuatan teman baik yang hampir  membuatnya celaka itu. Diandra merasa  malas saja membalas candaan Nunui teman nya.   “ Hai Gareulisnya akuuuuh “ Teman Diandra yang lain, Ijang menjadi penyelamat Diandra kali ini. Nunui melepaskan tangannya dari webbing ransel Diandra, begitu melihat Ijang berada di depan dia dan Diandra. Ijang menaikkan alisnya, mendapati ke dua teman gadisnya saling membuang muka.   “ Kalian berdua kenapa ? “ selidik Ijang menahan langkah Nunui dan Diandra sambil menelusupkan kedua tangannya ke saku celana kanan dan kirinya. Lagi-lagi Diandra dan Nunui hanya saling membuang muka. Membuat Ijang gemas. Ujang mengernyitkan dahi nya, mengejar satu per satu mata Nunui dan Diandra yang terus menghindar dari tatapan nya.   “ Aaaaah hese'  kalian berdua “ Ijang meraih daypack nya membuka ritsleting nya  dan mengeluarkan 2 pak coklat dari dalam daypacknya yang nampak kece, melengkapi kekecean penampilan Ijang yang ke arab arab an. Sembari menyisir pandangan Nunui dan Diandra, Ijang kemudian  mengulurkan coklat coklat itu bergantian ke muka Diandra dan Nunui. Praktis kedua gadis belia yang menggemaskan itu meraih  coklat - coklat  itu dengan sorak sorai  bahagia.  Tawa ria dua gadis yang sempat saling membuang muka itu berhamburan. Seperti tidak pernah terjadi sesuatu permusuhan  sebelumnya.  “Menjengkelkannya kalian !!!“ gerutu Ijang dalam hati saja, menyaksikan tingkah kedua teman perempuan yang berhasil mempermainkan  dirinya. Selalu begitu. Setelah puas tertawa, mereka bertiga melanjutkan langkah kaki mereka ke area gedung sekolah mereka dengan gaya mereka masing-masing. Di sapu sinar matahari terang yang menampakkan  bayang-bayang tegas tubuh-tubuh mereka. Menjemput masa depan yang Indah dengan ceria di gedung megah dan bersejarah ini. “ Yeeeeeeeeeeeeah yeah udah yeah “ Sorak sorai Diandra dan Nunui temannya masih  berlanjut hingga sepanjang langkah mereka terhenti di kantin sekolah. Kebisingan yang mereka buat berdua mengundang perhatian anak-anak siswa lainnya. Dan sepertinya bukan  hanya  mengundang perhatian penghuni sekolah saja ataupun pengguna jalan di sepanjang jalan yang mereka lalui tapi juga siapa pun yang masuk ke kehidupan mereka nantinya. Abai, Diandra dan Nunui masih tertawa ria dan saling bergelayut di lengan kanan kiri Ijang. Sambil terus mengumbar tawa dan cerita. Menghabiskan stok bahagia yang mereka punyai hari ini.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD