» Bab 4 | Bungkusan Misteri

2369 Words
Beberapa bulan lalu, sebelum cerita menggelisahkan itu menggelayuti hari hari Diandra kini.  Cihanjuang yang terik namun sejuk, membuat jiwa jiwa penghuni nya begitu semangat menghadapi hari hari yang penuh dengan cerita cerita indah dan menggoda. Termasuk dia, Diandra yang selalu penuh dengan ceria dan sukacita. Diantara terik matahari Diandra menyusuri jalan dari gapura kampung menuju rumah nya bersama dengan teman teman nya.  Diandra berpisah dengan teman teman nya di sebuah belokan, nampak dari kejauhan rumah Diandra begitu teduh. Halaman nya luas dengan berpayung pohon pohon nyiur yang bergerombol. Dibawah pohon nyiur terdapat bangku bambu lapang tempat Abah menikmati kopi panas di pagi hari subuh subuh ditemani Kang Aos pembantu Abah yang menjaga kolam kolam ikan Abah. Aaaaaah sungguh suasana rumah yang damai dan mendamaikan jiwa juga raga siapapun  yang bernaung  di dalamnya. Diandra menghentikan langkah kaki nya, ketika mata nya menangkap sesuatu yang aneh di teras depan rumah nya. Cukup aneh bagi mata Diandra, karena baru kali pertama ini Diandra melihat nya. Tumpukan bungkusan bungkusan barang  yang ukuran nya begitu besar besar itu bertengger di depan rumah nya yang mungil. Dan hampir menutupi pintu masuk rumah nya, saking besar dan banyaknya tumpukan barang barang itu. Tidak seperti biasanya, pintu rumah Diandra siang itu tertutup. Diandra menaruh penasaran ada apa kah ? Adakah sesuatu sedang terjadi ?  Penuh tanda tanya, Diandra menerobos pintu masuk rumah nya untuk mencari tahu. " Ambuuuuuuu, Abah teh mau buka warung  sembako ? " teriak Diandra sembari mencari keberadaan Ambu nya. "Hmmm si teteh, Atuh pulang sekolah bukan nya Assalamualaikum, malah teriak teriak kitu " Ambu keluar  dari balik tirai kamar tidur nya, begitu terdengar suara teriakan Diandra yang cukup kencang terdengar oleh nya. Ambu menyambut putri sulung kesayangannya itu dengan rentangan kedua tangan yang siap untuk memberikan pelukan hangat nya.  " He he iyah, Assalamualaikum Ambu sayang, " Diandra meraih kedua tangan Ambu dan memeluk nya erat " Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh, " balas Ambu sembari mengusap usap punggung Diandra yang berada dalam pelukan nya.  Diandra melepaskan pelukan Ambu dan mengulurkan tangan nya untuk mencium hangat punggung tangan Ambu. Kemudian beranjak dan  mendaratkan tubuh nya di bangku meja makan. Meneguk air minum segelas besar yang tersedia di meja makan. Dan Ambu melangkahkan kaki nya ke dapur untuk menyiapkan makan siang.  » Bayang Semu Dia | Shasinokka «  " Ari Abah mau jualan sembako ? " tanya Diandra sembari mengunyah makan siang nya  " Enggak, memang kenapa ? jawab Ambu santai " Di depan rumah meuni  banyak sembako "  " Ambu ga tau itu punya siapa " Ambu acuh tak acuh, dan memilih tetap fokus kepada udang udang kecil yang sedang Ambu poteki  kepala dan buntutnya. Melihat itu, Diandra hanya mengangkat alis saja dan kembali mengunyah makan siang nya sampai habis dan merasa cukup kenyang.  Ambu selesai dengan udang udang nya, kemudian beranjak dari meja makan dan meletakkan udang udang yang sudah dipoteki kepala dan buntutnya itu di dapur.  Sementara Diandra masih penasaran saja mendapati depan rumah nya penuh dengan tumpukan barang barang yang isinya seperti sembako sembako itu. Bungkusan karungan yang cukup besar besar itu terlihat seperti yang pernah Diandra lihat di televisi  ketika ada berita penggerebekan gudang sembako timbunan. Hmmm  sungguh menyeramkan pikir Diandra. Selesai menghabiskan makan siang nya, buru buru Diandra beranjak dari bangku meja makan dan menghampiri tumpukan barang barang itu.  Diandra memutari  semua bungkusan bungkusan besar itu dan  tangan nya gemas ingin buru buru membuka salah satu nya yang terlihat menarik perhatiannya. Diandra mengendap endap ingin membuka salah satu bungkusan yang menarik perhatian pandangan nya.  " Eits, itu tangan teteh  mau ngapain ?" Diandra terperanjat  terdengar oleh nya suara Ambu. Diandra nyengir kuda melihat  Ambu yang nampak mematung di depan pintu rumah memperhatikan nya dengan sorot mata yang cukup tajam. Terlihat oleh Ambu, Diandra ingin membuka bungkusan berselimut kantong pink besar. Diandra mengincar kantong besar itu karena warna kantong yang cukup mencolok pandangan mata Diandra sedari tadi. Bungkusan kantong warna pink itu memang terlihat paling cantik daripada bungkusan lain yang warna kantong nya serba hitam dan tampak biasa saja. Diandra tidak sabar ingin mengetahui apa isinya. " Mau dibuka atuh Ambu, "  Diandra memberikan penjelasan yang sangat terlambat  kepada Ambu sembari menggaruk garuk kepala nya yang tidak gatal. " Ga boleh dibuka atuh teteh " kata Ambu tegas yang kemudian menghampiri Diandra yang masih berdiri didepan kantong itu. " Pokonama yah, ga boleh ga boleh ga boleh "  Ambu menarik tangan Diandra dengan cekatan, dan membawa nya menjauh dari gerombolan  onggokan bungkusan bungkusan berukuran serba jumbo itu. Ambu mengajak Diandra segera masuk ke dalam rumah, dan mendudukan nya di kursi tamu berdampingan dengan Ambu. Diandra tampak bingung, Diandra masih sangat  penasaran dengan bungkusan kantong warna pink super jumbo itu. Kalau saja Ambu tidak menahan nya, pastinya Diandra sudah tahu apa isi bungkusan genit itu, pikir Diandra. Diandra dan Ambu bermain mata, saling beradu bola mata yang sama sama membulat. Diandra manyun dan terus mengejar mata Ambu menuntut penjelasan.   " Genit sekali bungkusan nya, " pikir Diandra.  " Pokok nya, Jangan pegang pegang semua barang yang ada di depan itu, tunggu Abah pulang " kata Ambu cepat kepada Diandra, sembari beranjak melangkahkan kaki nya ke arah jendela kaca depan. Ambu menutup tirai jendela dengan  sedikit kasar. Ambu  menutup tirai jendela itu supaya barang barang di depan rumah nya itu tidak menarik perhatian mata Diandra terus, dan pastinya mata Ambu juga  tentunya. Dan jelas pola tingkah Ambu yang tidak biasa itu membuat Diandra mengernyitkan dahi, penasaran. Ada apa sebenarnya ?  Diandra merasa cukup kesal kepada Ambu, karena Diandra  hanya boleh berdiam tanpa boleh bertanya tentang barang barang itu. Diandra memilih meninggalkan  Ambu nya dan  beranjak dari bangku kursi tamu berpindah ke kamarnya, setelah pandangan menyaksikan bungkusan bungkusan jumbo  jumbo itu terhalang tirai yang ditutup Ambu. Diandra meninggalkan Ambu yang masih saja  sibuk memilin  milin kain baju nya, tanda gelisah tiada tara. " Ambu lebay pisan !" dengus  Diandra lirih sembari berlalu  » Shasinokaa | Bayang Semu Dia, « Satu jam Dua Jam Tiga Jam Empat Jam berlalu. Diandra merasakan bosan berdiam didalam kamarnya saja. Diandra masih menyimpan penasaran nya akan barang barang besar yang bertengger  di depan rumah nya itu. Diandra merasa keberadaan barang barang itu  begitu sangat mengganggu nya.  Senja menjelang Diandra membersihkan dirinya. setelah bersih bersih diri dan mengganti bajunya, Diandra kembali memilih menuju ruang makan lagi. Sesungguhnya bukan ruang makan yang ingin dia tuju, tapi teras depan rumah nya demi melanjutkan dan menuntaskan rasa keingin  tahuan nya tentang barang barang itu. Namun rupanya kondisi meja makan begitu menarik perhatian nya, kali ini. Diandra menghampiri meja makan yang tampak penuh oleh makanan berat yang disiapkan Ambu. Diandra pun memutuskan duduk manis di bangku meja makan. Diandra bertanya tanya dalam diam mengapa sesore begini Ambu menyiapkan begitu banyak makanan. Diandra mengedarkan pandangan nya untuk mencari keberadaan  Ambu, tidak ada di dapur juga  tidak ada di ruang tamu.  Cukup lama Diandra duduk mematut  diri di bangku meja makan sambil menyusuri apa yang terpajang di meja makan. Semua nya adalah makanan kesukaan Abah, dan Diandra baru menyadari bahwa Diandra belum mendengar suara Abah di rumah ini sedari tadi. Dentang suara jam dinding tua Abah yang bertengger di tembok menambah aneh suasana senja ini. Paling tidak itu yang Diandra rasakan. " Abah sudah pulang tadi dari kerjanya, tapi buru buru balik lagi ke kota nyari tau ini barang dari siapa buat siapa " tiba tiba Ambu datang entah dari mana. Keudian Ambu duduk dibangku meja makan tepat dihadapan Diandra.  Mendengar kalimat  Ambu yang datar,  Diandra hanya ber " Ohh " saja. Sayur Asem ikan peda yang ada di depan matanya lebih menarik perhatiannya saat ini bahkan bisa membuat nya lupa akan rasa penasaran nya dengan si kantong pink genit di depan rumah yang menarik perhatian nya tadi. » Shasinokaa | Bayang Semu Dia, « Seumur hidup nya baru kali ini Diandra melihat Ambu gelisah seperti itu. Hmmmm, bukan bukan, bukan baru kali ini saja tapi ini sepertinya yang kedua kali yang Diandara bisa ingat.  Kali pertama seperti nya dulu waktu Ambu menunggu Abah pulang dari rumah Aki di pelabuhan. Ketika itu Abah dan  Ambu di panggil oleh Aki disuruh nya  pulang ke rumah Aki. Tapi Abah enggan, Abah mau nya disini saja  mandiri. Tidak apa apa kata Abah, biarpun tidak  jadi juragan kaya di pelabuhan, yang penting Abah bahagia bersama istri dan anak anak Abah. Tapi bukan Aki Panuluh namanya kalau tidak bisa menang dari Abah. Setelah berselisih cukup alot Abah harus menerima kesepakatan yang dibuat oleh Aki. Abah harus rela  Si eneng untuk tinggal bersama Aki. Aki meminta si eneng  untuk diajak tinggal bersama Aki di pelabuhan menggantikan Abah.  Berat, tapi yah begitulah cerita yang Diandra pahami. Cerita yang terdengar cukup sederhana bagi Diandra namun  pelik di rasanya oleh Abah,  karena ketika itu terjadi usia Diandra masih terlampau  kecil Diandra belum mengerti betul apa yang terjadi diantara para orang orang dewasa itu.  Menurut Abah dan Ambu., peristiwa itu adalah merupakan pilihan berat yang pernah Abah dan Ambu harus buat. Dan entahlah kenapa pada akhirnya Abah dan Ambu harus menerima keputusan Aki.  Aaaah cerita orang dewasa memang begitu sangat pelik dan memusingkan . Entah Aki entah Abah entah Ambu pada suka begitu, kadang kadang Diandra ga ngerti ajah gitu, kenapa pada kepala batu semua. Dan, bisa jadi kali ini juga begitu, jangan jangan ini barang barang kiriman dari Aki ajah, kalau melihat gelisah nya Ambu, pikir adiandra. Tapi entahlah, semakin Diandra memikirkan nya semakin membuat Diandra mulas dibuatnya. Lelah dibuat menunggu oleh rasa  penasaran yang menggebu gebu. " Kalau benar ini dari Aki kamu, bisa bisa Ambu dapat serangan lagi dari sodara sodara…" Ambu menghampiri Diandra yang tertegun dalam lamunan nya dan meneguk segelas air putih yang sedang dipegang Diandra tanpa jeda. Memasang raut wajah sendu dan sedikit nampak pilu. Teringat masa lalu, yang sempat membuat hati Ambu nyeri seperti disayat sembilu. Itu kata Ambu dulu.  " Jujur, Ambu milih barang barang ini dikembalikan ajah, daripada Ambu harus capek jadi omongan sodara. Waktu si Eneng  diajakin tinggal sama Aki ajah, sodara pada ngomongin katanya Ambu ga bisa ngurus anak sampai sampai anak diasuh orangtua, cucu diasuh sama Nini nya, padahal mah Aki yang maksa ngajakin si Eneng," imbuh Ambu lagi dengan nada gelisah, kali ini Ambu sudah duduk di bangku makan tepat di depan Diandra, nampak oleh Diandra kegelisahan di wajah sendu Ambu.  Sigap, Diandra menuangkan teh panas gula batu di cangkir kesayangan Ambu, supaya Ambu bisa sedikit tenang, Ambu menggenggam cangkir teh panas gula batu nya dengan erat. Menikmati panas cangkir yang meresap ke kulit halus  tapak tangan Ambu. Ambu memejamkan mata nya, Menghela napas panjang. Menentramkan hati nya sendiri. Tak lama suara motor Abah terdengar. Ambu membuka matanya dan bergegas berangsur menuju  ke depan menjemput Abah. Dan teh panas gula batu yang asap nya tak lagi mengepul itu, di disingkirkannya begitu saja tanpa sempat meminumnya. Hanya menjadi saksi bisu kegelisahan Ambu. Sama hal nya dengan Diandra yang hanya bisa menyaksikan tingkah pola Ambu nya dengan penuh banyak tanda tanya. Tak sabar menunggu, dan berdiam di bangku, Diandra mengikuti Ambu. Sedikit berjarak tak mau mengganggu percakapan Ambu dengan Abah, hanya menyaksikan Abah dan Ambu dari jarak sekian jengkal kaki. " Gimana Abah ? Ini dari siapa jadinya apa betul dari Aki sama Nyai ? Di kembalikan ajah gimana ? Ambu ga mau begini lagi ? "  Ambu memberondong Abah dengan kegelisahannya, sementara Abah hanya tersenyum mendapati kegelisahan Ambu. Abah mengelap tangan nya yang basah setelah  bebersih di pancuran depan dengan handuk kecil yang dikalungkan di leher nya. Kemudian mengulurkan tangan nya yang disambut Ambu, untuk di cium punggung tangan Abah oleh Ambu. Abah menggenggam erat tangan Ambu dan mengajak nya duduk dibangku kursi tamu. Melepas lelah. Diandra menghampiri Abah untuk mencium punggung tangan Abah. Bersalam dan kemudian kembali memilih duduk di bangku meja makan yang berjarak hanya sekian langkah dari bangku kursi tamu, tempat Abah dan Ambu melakukan pembicaraan yang tampaknya cukup serius. " Bukan, Bukan dari Aki sama Nyai. Di jalan tadi yah pas berangkat tadi, Abah ketemu sama Kang Aos di pos ronda. Abah dikasih tau sama Kang Aos katanya ada mobil truk gede kerumah nurunin barang, Ambu pas lagi kemana gitu kata Kang Aos rumah sepi.  Sopir nya sempat tanya Kang Aos  apa betul ini rumah Abah, dijawab sama kang Aos, betul. Waktu Kang Aos mau tanya ke sopirnya kiriman dari siapa, si sopir nya sudah keburu bilang duluan katanya ini hadiah buat Abah, karena Abah sudah berbuat baik sama pengirim hadiah, sudah begitu ajah Kang Aos cerita nya sama Abah, Abah ga .. "  " Siapa gitu,  ? " potong Ambu memburu membuat Abah tercekat,  " Ga tau, Kang Aos katanya ga berani tanya, dan Si sopir ga bilang juga ha ha ha " Abah tertawa ajah. Dan membuat Ambu bergeming tidak puas dengan jawaban yang diberikan Abah. Abah kemudian mengayunkan tangan nya ke arah Diandra, isyarat untuk memanggil Diandra yang tertangkap oleh pandangan Abah sedang menyimak pembicaraan. Diandra segera memenuhi  titah  Abah dan mengambil  duduk di bangku kursi tamu yang berhadapan dengan Abah dan Ambu.  " Siap siap yah, bantuin Abah ngurusin kantong  kantong di depan rumah " titah Abah diikuti anggukan Diandra cepat. Karena sesungguhnya  Diandra sudah teramat sangat tidak sabar ingin membongkar bungkusan besar yang warna kantong nya genit itu.  Suasana begitu hening, karena Ambu belum bisa menyudahi  gelisah nya. Penjelasan dari Abah belum bisa memungkas kan kegelisahan Ambu sepanjang hari. Abah mencoba menentramkan hati Ambu. Abah menggosok  gosok punggung tangan Ambu yang kehilangan rasa hangat nya.  " Diandra boleh buka kantong kantong nya sekarang  Abah ? "  tiba tiba Diandra memecah keheningan  " Boleh atuh, buka we suka suka teteh .."  jawab Abah dengan senyum sumringah  ciri khas Abah. Dan Ambu hanya menatap Abah dan Diandra dengan lekat bergantian. Membuat Abah dan Diandra saling mengedikkan  bahu. Setelah mendapatkan ijin Abah, Diandra bergegas beranjak ke depan rumahnya menuju tempat dimana bungkusan bungkusan super super jumbo jumbo itu berada. Tak sabar Diandra segera ingin tau apa gerangan isi bungkusan kantong kantong itu. Ditujunya pertama bungkusan besar dan jumbo yang berwarna pink mencolok itu.   Hmmm apa isi nya bungkusan bungkusan ini ? Ukuran nya kenapa besar besar sekali ?   Dan  dari siapa sebetulnya bungkusan bungkusan yang menghebohkan rumah Abah ini ?  Siapa gerangan yang sudah ditolong sama Abah ?  Aku harus  mencari tau sedang  ada apa sesungguhnya  ini semua...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD