Trapped | Chapter 2

1534 Words
    Matahari pagi kala itu mulai mengganggu Anna yang masih tertidur dengan pulas, ia masih menggunakan pakaian semalam, pakaian yang membuatnya kian gerah karena kain yang menempel di kulit putihnya. Lemah ia menendang selimut yang sedari tadi membalut tubuh malas itu untuk menjauh, Anna bahkan tak memiliki tenaga untuk membuka kedua matanya dan memilih untuk merangkak menuruni tempat tidur.      “Al, air.” Anna menyerah dengan meringkuk di lantai.     Alessa, saudara sepupu Anna, berkacak pinggang menatap Anna yang meringkuk di dekat kakinya dengan marah.     “ANNA! Bangun!”     “Al, aku haus, ambilkan aku minum.”     “Cepat bangun!” Alessa membantu Anna untuk bangkit dari posisinya.     “Siapa yang mengajarimu minum semalam? kau tidak bisa minum sama sekali kenapa kau tiba-tiba pergi minum sendirian, huh?”     Seketika Anna terisak dan kembali menangis karena lagi-lagi ia mengingat kejadian semalam yang membuat hatinya terluka. Alessa yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi menggambar tanda tanya besar di wajahnya.     “Hey! Are you ok? Apa kau masih mabuk?”     “Al, Seunghyun mencampakkanku, dia mencampakkanku karena aku tidak ingin tidur dengannya.” Anna merengek.     Sejujurnya Alessa ingin tertawa karena alasan bodoh itu, tapi ia berusaha menahan diri untuk menghargai Anna yang patah hati dengan memberikan pelukan.     “Dia bermain bersama Hanna.”     “HANNA? Teman satu kantormu itu?” Anna mengangguk. “Yang selalu pergi bersamamu itu?” Anna mengangguk lagi.     “Kau tidak usah memperjelasnya Al, hatiku sakit sekali.”     “Maaf, tapi benar hanya karena itu saja?” Pertanyaan Alessa membuat Anna mengurai pelukan itu dan memandang bulat kedua bola mata Alessa.     “Hanya karena itu saja? Alessa kau gila!”     “Bagiku itu bukan alasan yang gila Anna, kukira kau pergi minum dan menangis seperti ini karena kau melepaskan ‘hal penting’ yang selama ini kau jaga”     “Kau benar-benar gila Al, belum pernah aku menemukan orang yang berpikir tidak waras sepertimu” Alessa tertawa.     “Sudahku katakan Anna, lebih baik Single sepertiku, tidak perlu ambil pusing dengan hubungan yang terikat, yang harus memberi pengertianlah, harus mengerti inilah, itulah, huh! Sangat melelahkan dan membuat pusing. Aku tidak ingin sakit hati Anna.”     Anna mengusap air matanya dan menatap Alessa curiga.     “Lalu pria yang kau bawa ke tempatku waktu itu?”     “Yang mana?”     “Baru beberapa hari yang lalu dan kau bertanya yang mana?”     “Oh~ Kami hanya bertemu di club, berkenalan kemudian mengobrol dan melakukan one night stand tidak lebih, saat pagi datang hubungan itu berakhir, tidak perlu diambil pusing karena kami sama-sama melakukannya tanpa perasaan, hanya karena kebutuhan kami saja.”     “Luar biasa, kau bisa hidup seperti itu?” Alessa tersenyum bangga. “Suatu saat kau harus menikah Al. Bagaimana suamimu nanti harus menerimamu dengan kebiasaan burukmu itu.”     Alessa tertawa, “Menikah? Tidak akan! Kalaupun aku menikah mungkin aku akan menikah dengan salah satu pria yang tidur denganku.”     Anna mengerutkan dahi seraya memandang heran Alessa, rupanya kehidupan Alessa selama di Jepang membuat Alessa berubah menjadi wanita bebas. Anna bahkan tak membayangkan jika hidupnya akan berakhir seperti Alessa, tidur dengan pria yang berbeda-beda, memperlihatkan tubuhnya ke banyak pria dan mencetak banyak sejarah hubungan b******a.     “Tapi aku berharap hidupmu tak berakhir sepertiku, terlalu menyedihkan.”     “Terdengar sangat bijak.” Anna meledek namun Alessa tak peduli. “Aku mau minum, tenggorokanku kering.”     Anna beranjak dari tempatnya menuju dapur diikuti oleh Alessa yang menyiapkan sarapan pagi untuk mereka.     “Apakah setelah minum rasanya akan seperti ini?” Anna meneguk air mineral tak sabar.     “Ya, kau jangan coba-coba minum dengan pria manapun! Mengerti!” Alessa mengingatkan.     “Kenapa?”     “Anna saudaraku yang lugu, jangan pernah melakukannya jika kau tidak mau menanggung akibatnya, sedikit berbahaya,” Anna mengangguk.     “Tidak akan, ini yang pertama dan terakhir”     “Good! Jangan lupa untuk berterima kasih kepada pria tampan yang kemarin menyelamatkanmu, untung saja dia tidak menidurimu.”     “Pria tampan?”     “Ya, entah pria tampan atau bukan tapi kurasa dia tampan jika aku mendengar dari suaranya, sangat dalam, seduktif dan menggoda.” Anna mengangkat sebagian alisnya. “Dia menghubungiku dan memintaku untuk menjemputmu, sayangnya aku tak bertemu dengannya untuk mengucapkan terima kasih karena sudah menahan hawa nafsunya.” Anna memutar kedua bola matanya malas sebelum melempar botol air mineral kosong kepada Alessa.     “Aku serius, kau memakai mini dress semalam.”     “Aku tak mengingatnya dan aku tidak mau mengingatnya!” Anna beranjak meninggalkan Alessa sembari menutup kedua telinga yang terus mendengar ocehan Alessa.     “Kau terlihat sexy Anna” Pekik Alessa.     Anna tak mau mengingat apapun tentang kejadian semalam, termasuk pria yang membantunya, selain karena ia merasa malu ia juga tak memberi atensi kepada orang lain di sekitarnya selain si bartender yang mengobrol dengannya.      Apa mungkin bartender itu?  batin Anna, jika iya ia berharap tidak akan bertemu bartender itu lagi.       ******       Anna memutuskan untuk mengunjungi sebuah cafe di kawasan Gangnam yang menjadi tempat kesukaannya untuk menghabiskan waktu seorang diri. Ia memerlukan hiburan setelah apa yang terjadi antara dirinya dan Seunghyun semalam, status sebagai wanita lajang pun disandangnya sehingga ia tak perlu bingung untuk kembali mencari tambatan hati lain setelah Seunghyung pergi. Tapi apa bisa? Anna sendiripun merasa tak yakin dengan semudah itu ia bisa melupakan Seunghyun yang mengisi hatinya selama empat tahun.     Sebuah Café kecil milik sahabat baiknya Im Marry adalah tempat favoritnya. Namun tak disangka niat bertemu dengan Marry, ia juga menemukan Jaerim sahabat lainya yang saat itu sedang melancarkan aksinya mengganggu Marry, Anna hanya tersenyum menatap kedua sahabat yang tidak pernah berubah bahkan sejak dua belas tahun yang lalu.     “Beri aku diskon, aku sudah menghabiskan 4380 hariku untuk menjadi temanmu.”     “4380 hari? Aku menunggu saat hari itu berakhir. Karena sangat merepotkan memiliki teman sepertimu.”     “Tidak akan, besok akan menjadi hari ke-4381, 4382, 4383, 4384, dan 4385 untuk besok, besoknya lagi dan seterusnya, jadi tidak bisakah kau memberiku potongan harga? Aku bahkan mencicipi kopi kegagalanmu dan menjadi pelanggan setiamu sejak cafe ini dibuka.”     “Bisa kau tutup mulutmu? Kau mengangguku!” Marry berjalan ke salah satu sudut café diikuti Jaerim di belakangnya.     “Kenapa kau hanya memberi kartu member pada Anna saja? Mengapa aku tidak? Apa aku bukan temanmu? Padahal aku yang selalu membeli kopimu setiap hari, pagi dan sore, bahkan aku mempromosikan café mu kepada teman-teman kantorku. Aku menginvestasikan sebagian gajiku di sini Im Marry.”     “Dengan membeli kopiku maksudmu?” Jaerim mengangguk. “Semua pelangganku juga melakukannya.”     Keributan itu terus berlangsung sehingga Anna hanya mampu berdecak kagum menyaksikan perkelahian tanpa akhir Marry dan Jaerim sejak dulu sampai dengan sekarang. Anna memilih untuk menyendiri di tempat kesukaannya, tempat paling ujung, terdekat dengan jendela kaca yang menghadap jalanan. Membuka majalah fashion yang sepertinya bisa mengerti dan menghibur suasana hatinya yang berantakkan sejak semalam.     “Anna!” Anna tersenyum membalas sapaan Marry yang segera berlari untuk mengisi tempat duduk di hadapannya, Jaerim yang selalu mengekori Maeri duduk di samping wanita itu dengan santai.     “Ada apa dengan kalian? Mengapa kalian selalu bertengkar?”     “Dia selalu menempel dan mengikutiku kemanapun aku pergi, sangat melelahkan memiliki parasit seperti Kim Jaerim.”     “Apa parasit?”     “Ya, Kau parasit! Sama sekali tidak menguntungkan malah merugikan, Kim Jaerim.”     "Jerry! berhenti memanggilku Jaerim!"     "Namamu Kim Jaerim, wajahmu tidak cocok dengan nama Jerry asal kau tahu."     “Marry, kupikir kita teman, bagaimana bisa kau berkata seperti itu?”     “Tidak, aku hanya kasihan padamu karena kau selalu mengikutiku, apa jangan-jangan kau menyukaiku?”     “What!” Jaerim tak terima. “Kau pikir kau tipeku?” Jaerim mulai tertawa terbahak.     “…”     Anna memilih membaca kembali majalah fashion miliknya dan membiarkan kedua orang itu bertengkar sesuka hati, meskipun sesungguhnya ia tak mampu berkonsentrasi.     “Lebih baik aku hidup sendiri ketimbang harus hidup dengan pria menyebalkan dan menyusahkan sepertimu! Parasit!”     Marry dan Jaerim benar-benar sudah terbiasa dengan ejekan itu, tapi bagi orang lain yang mendengarnya akan menganggap pertengkaran mereka sangat keterlaluan.     “Hey! Hey! Bisa kalian diam dan berhenti bersikap seperti ini?”     keduanya menatap Anna tak enak.     “Apa belum cukup waktu belasan tahun kalian habiskan dengan bertengkar seperti ini?”     “…”     “Aku bahkan harus melihat pertengkaran kalian sejak kita sekolah dulu. Apa kalian tidak bosan? Kalian lebih banyak menghabiskan waktu bersama bahkan disaat kita kuliah, tapi mengapa kalian tidak pernah akur?”     “Anna, mengapa kau sensitif sekali?” Ucap Jaerim yang makin membuat Anna kesal.     “Sensitif?”     “Anna maafkan Jaerim, dia tidak punya otak untuk berpikir.”     Anna menarik nafasnya panjang, sepertinya keputusan untuk datang ke café Marry adalah sebuah kesalahan besar yang ia ambil.     “Baik, sepertinya aku membuat keputusan yang salah untuk datang ke sini.” Anna mengemasi barang-barangnya, menatap kedua sahabatnya yang masih terlihat saling menyalahkan.     “Aku datang bukan untuk menyaksikan pertengkaran kalian yang keseribu kalinya.”     “Anna” Rengek Marry.     “Terima kasih untuk sambutannya, lain kali aku akan kembali.”     Anna berangsur pergi meninggalkan café Marry dengan kesal, alangkah lebih baik jika hari ini ia pulang karena tak ada yang mampu menghiburnya. Ia hanya perlu menenangkan diri setidaknya untuk menyiapkan dirinya bertemu lagi dengan sosok Hanna yang menghancurkan hidupnya besok di kantor.     “Go Anna.”     Suara asing itu membuat Anna menoleh dan mencari siapa pemilik suara rendah itu yang sudah tersenyum dengan hangat. Seorang pria berpostur tinggi dengan rambut cokelat gelap begitu percaya diri berjalan menghampiri Anna yang tampak bingung. Seingatnya, ia tak memiliki seorang teman berpenampilan seperti itu, mengenakan jaket dan celana jeans sobek, yang kental dengan kesan pria nakal walaupun harus Anna akui pria itu memiliki senyum yang menawan.     “Maaf Anda?”     “Kau benar Go Anna bukan?”     “Ya, anda siapa?”     “Kau melupakanku? Padahal kita bertemu dan berkenalan semalam”     Anna merasa payah harus mengingat lagi kejadian semalam, ingatannya hanya berakhir pada seorang bartender yang meracik minuman untuknya.     “Sepertinya kau lupa, karena semalam kau sangat mabuk, aku Kim Daniel."     “Bartender?”     “Kau sudah mengingatnya?” Anna hanya tersenyum untuk menghargai Daniel. “Semalam kau mabuk berat dan pingsan, tapi kau terlihat jauh lebih baik sekarang.”     “Sepertinya begitu”     Anna tersenyum canggung.     “Sebelumnya terima kasih, kupikir kau yang menghubungi sepupuku semalam.”     “Tidak masalah, maaf sedikit lancang membuka ponselmu”     Lagi-lagi Anna tersenyum karena ia tak tahu bagaimana harus menanggapi pria yang bersikap sok akrab sedari tadi.     “Kau tersenyum lagi, Anna.”     “Maaf, aku harus pergi. Terima kasih atas bantuanmu semalam.”     Anna menunduk sopan kepada pria bernama Kim Daniel yang terus bersikap akrab kepadanya, Anna tak peduli, ia tak mau mengingat apapun tentang kejadian semalam. Jika ternyata Daniel melihat semua kebodohannya saat mabuk, Anna berharap ia tak akan pernah bertemu dengan pria itu lagi sampai kapan pun.       *****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD