Awal Seorang Pemuda Tangguh Yang Mendapatkan Dukungan, Dan Sahabat Yang bisa Membuatnya Kuat Dengan Kenyataan Hidupnya.

4933 Words
Dan inilah aku Zin dari kota besar, tapi Zin hanya menjadi orang kecil yang sangat kecil, bahkan Zin hanya menjadi seorang pemulung. Dari umur belasan tahun Zin sudah ditinggalkan oleh orangtuk, entah kenapa mereka meninggalkan Zin, yang tersisa sekarang adalah Zin dan adiknya yang bernama Niaz bertahan di rumah gubuk di pinggir kota peninggalan orangtuanya, yang pergi meninggalkan Zin. sekarang Zin yang harus menjadi orangtua untuk Zin, bukanya Zin keberatan, tapi Zin hanya sedih harus menerima kenyataan, jika Zin dan Niaz ditinggalkan begitu saja. Yang Zin fikirkan adalah apa salah Zin, dan Niaz, sehingga mereka tega meninggalkan Zin terutama Niaz anak yang sangat baik, tapi mereka tega meninggalkan kami. Zin pun mencoba untuk mengalihkan pikirannya agar Zin tidak kembali terfikirkan mengenai nasib Zin yang ditinggal orangtua nya, tak tahu kenapa. Tapi meskipun begitu Zin mencoba tegar tetap saja, Zin tak bisa menahan air mata setiap kali Zin memikirkanya, atau membicarakanya sesudah itu Zin pasti menangis. Zin tak bisa menahan kesedihannya, walau bagaimanapun ayah, ibu Zin mereka orangtua Zin, meskipun Zin marah kepadanya, tapi Zin tak bisa membenci mereka. Meskipun Zin marah kepada mereka tetap saja setelah itu Zin kembali meneteskan air mata untuk mereka, karena jika dibandingkan dengan marahku, keinginanku agar mereka ada diantara Zin lagi lebih besar, dan jika harus jujur Zin tetap menyayangi mereka, dan selalu berharap jika mereka akan kembali memeluk Zin dan Niaz. Saat Zin sedang berfikir tentang itu Niaz pulang, karena tadi saat ada Exlin, Niaz baru pulang sekolah Niaz kembali pergi Niaz bilang akan mengerjakan tugas sekolahnya bersama dengan teman-temanya. Lalu dia pulang, Zin pun dengan cepat langsung Mengusap air matanya tak ingin jika sampai Niaz melihat Zin yang kembali sedang menangis. Karena di hadapan Niaz, Zin tak boleh menunjukan air mata agar Niaz juga tak pernah merasa sedih, meskipun tak ada orangtua yang bersamanya tapi Zin akan selalu ada, dan menjadi orangtua untuknya. Lalu Niaz menghampiri Zin, bilang jika Niaz lapar, Zin langsung saja mengajaknya makan, dan untungnya saat Zin pulang mengantarkan Exlin tadi, Zin membeli makanan di sebuah warung di depan jalan sana. Sehingga Zin bisa memakanya, Zin pun membersihkan badan terlebih dahulu lalu setelah itu kita makan bersama. Saat itu Niaz bilang jika saat dia menuju sekolah selalu melewati club, dan dia melihat ada salah seorang yang seperti memperhatikanya terus. Niaz bertanya apa tidak akan apa-apa, karena Niaz sedikit menjadi takut jika seperti itu. Lalu Zin bilang kepadanya jika tak akan apa-apa, mungkin mereka memperhatikan hal lain meskipun Zin sendiri merasa sedikit terfikir hal tersebut. Bagaimana jiad orang itu ada niat tak baik, bukan hanya kepada Niaz saja, tapi kepada anak-anak lain yang lewat kesana setiap akan berangkat sekolah. Zin pun bilang kepada Niaz agar jika nanti dia berangkat sekolah jangan sendirian, berangkatlah bersama teman-teman agar tak merasa takut akan hal itu, dan Niaz pun mengerti dengan apa yang Zin katakan. Lalu setelah makan, dan perbincangan kita selesai Zin pun bilang kepada Niaz, agar lekas tidur karena hari sudah mulai larut, dan Niaz harus sekolah besok. Setelah itu Zin pun mempersiapkan alat-alat untuk besok bekerja, tapi entah kenapa Zin kembali teringat dengan apa yang terjadi Zin. Zin terus saja berfikir kenapa ayah, dan ibu tega meninggalkan kami, apa salah kami, sehingga mereka tega seperti itu. Zin marah kesal, tapi tetap saja Zin tak bisa menahan air matanya yang tiba-tiba saja mengalir, meskipun seperti itu Zin tetap saja sayang, dan berharap mereka kembali untuk memeluk kami layaknya keluarga biasa yang bahagia dengan kasih sayang. Lalu tiba-tiba ada yang memelu Zin, saat Zin membuka adikuternyata Niaz lah yang sedang memeluk Zin. Sungguh Zin tak sadar saat Niaz mendekati dan langsung memeluk. Zin tak bisa menyembunyikan, dan berbohong tentang air matanya lagi, tapi dia diam saja tak bertanya apapun, karna Zin pun bingung harus bilang apa, Zin pun berdiam diri saja tanpa bicara apapun lalu Niaz melepaskan pelukanya, dan bilang jika Niaz mengantuk, dan akan kembali tidur. Zin pun kembali menyiapkan alat-alat untuk bekerja besok sedikit lagi selesai, dan Zin bisa lekas beristirahat. Keesokan harinya Zin pun seperti biasa bangun sangat pagi sekali menyiapkan untuk makan Niaz, dan berniat berangkat ke pasar kembali setelah semuanya selesai. Zin langsung berangkat ke pasar untuk memunguti botol, kardus, dan lainya agar bisa Zin jual, tapi sebelum itu Zin berfikir bahwa Exlin, dan Zin akan sama-sama. Tapi tak mungkin, Exlin pun mengamen disaat pagi sekali, Zin pun langsung saja berangkat, dan akan menunggu Exlin, jalan depan sana untuk bekerja bersama. Zin sudah sampai di pasar tempat biasa bekerja, tak terlihat ada preman yang lalu-lalang disana Zin dengan cepat melakukan tugasnya, takutnya ada preman yang datang memergokinya. Singkat cerita Zin selesai, karna sudah cukup barang yang Zin bawa disana. Saat Zin berbalik, dan akan lari pergi menjauh dari sana, Zin melihat Exlin sedang berada di sebrang tempatnya berdiri. Zin pun bingung apa yang Exlin lakukan pagi buta seperti ini ada di pasar dengan ukulele di tanganya, Zin tak langsung memanggilnya, Zin sembunyi sambil memperhatikanya. Takutnya ada preman yang melihat, beberapa saat kemudian Exlin di hampiri seorang laki-laki paruh baya lalu pergi dari situ, dengan terburu-buru Zin pun sama langsung saja pergi dari pasar, saat sudah agak jauh dari pasar Zin pun menghampiri Exlin. Zin pun menepuk pundak Exlin lalu dia menoleh, Zin bertanya apa yang sudah Exlin lakukan tadi di pasar tersebut. Exlin pun menjawab jika Exlin membantu ayahnya untuk bekerja disana, ayah Exlin juga sama seperti Zin, ayah Exlin suka mengumpulkan botol, kardus, dan yang lainya untuk dijual kembali. Saat itu Exlin mengenalkan Zin ke orangtuanya, dan berkata jika Zin yang sudah menolongnya kemarin, saat ada preman yang me-malak dirinya di jalan, dan orang tua Exlin pun bersyukur sambil berterimakasih kepada Zin. Lalu Exlin juga bilang jika sekarang Exlin akan pergi bekerja bareng bersama, agar jika ada apa-apa kita bisa saling menolong, ayah Exlin pun mengizinkanya untuk pergi dengan Zin. Lalu kita pun pergi, pertama Zin mengajak Exlin untuk pergi bersama ke kantor yang biasa Zin pergi mengutip barang bekas disana. Selagi Zin melakukan tugasnya, Exlin bisa mengamen di persimpangan jalan disana. Tak banyak bicara Exlin pun setuju dengan Zin, dan langsung pergi kesana. Beberapa saat kita berjalan kita pun sampai disana, kembali ke tujuan awal, Zin memungut barang disana, dan Exlin mengamen. Lalu Zin pun selesai, dan menunggu Exlin yang masih mengamen di pinggir jalan, tak lama Exlin rasa sudah cukup berada disana dia pun menghampiri Zin, dan bertanya kita akan kemana lagi. Zin pun bilang sekarang kita istirahat saja dulu disini sejenak, sambil kita memikirkan kemana selanjutnya kita akan pergi. Exlin bilang jika Exlin suka mengamen di persimpangan jalan, yang tak terlalu jauh dari situ, tapi sekarang Exlin tak tahu harus kemana. Lalu Zin pun bilang ada panti yang suka Zin datangi untuk mengutip barang disana, tapi jika kesana apa tidak apa-apa dengan Exlin karena itu bukan kawasan yang pinggir jalan seperti kantor ini tentu tak seramai disini. Lalu Exlin bilang tak apa-apa kita pergi saja kesana karena Exlin bisa mengamen dimana saja di warung pun tak akan jadi masalah. Lalu kita pun pergi kesana, sambil berjalan kesana kita berbincang, di jalan Exlin pun bertanya, bagaimana Niaz sekarang, bagaimana perasaan Niaz, apa Niaz sudah tahu dari Zin langsung jika orangtua kami pergi begitu saja meninggalkan kami. Zin bilang sepertinya Niaz sudah tahu pada saat dia tidak tidur, sepertinya saat itu dia ingin membuktikan apa ayah, dan ibu pulang, atau tidak, apa Zin berbohong, atau tidak kepadanya. Dan lama Niaz menunggu sampai Niaz tidak tidur Niaz tidak bertanya apapun pada Zin, Niaz langsung saja bilang mengantuk, dan ingin tidur saat itu. Sepertinya Niaz sudah tahu jika orangtua kita meninggalkan kita, tapi yang Zin bangga dari Niaz. Meskipun Niaz tahu tapi Niaz tidak menangis, atau sedih. Tapi justru Niaz menenangkan Zin, saat Niaz bilang akan tidur Zin hanya bisa berfikir betapa kasihanya Niaz, bahkan Niaz sampai tidak tidur seperti ini, untuk menunggu ibu, dan ayahnya yang Zin bilang mereka bukan tidak pulang, mereka pulang, tapi di saat yang sangat larut. Niaz membuktikanya sendiri, dan saat itu Niaz mengetahui jika Zin berbohong padanya. Zin hanya bisa melamun lalu Zin tak bisa menahan tangis, disitulah Zin tidak sadar Niaz langsung saja memeluk Zin. Itu yang membuat Zin bangga padanya. Mengingat hal itu Zin kira Niaz sudah tahu jika ayah, dan ibu pergi meninggalkan kita begitu saja, dan sampai saat ini Niaz pun tak pernah lagi menanyakan tentang ayah, dan ibu. Niaz tak pernah memikirkan itu, Zin merasa sangat sedih, tapi Zin bangga bersyukur Niaz tak pernah menunjukan jika Niaz sedih, Niaz tak pernah merasa jika Niaz hidup sendiri. Niaz selalu tersenyum bersama Zin itu yang membuat Zin tak pernah putus asa, atau malas untuk bekerja, itu membuat Zin terus berusaha agar Niaz terus bisa bersekolah biarlah Zin yang akan menjadi orangtua untuknya, dan Niaz sudah mengerti tanpa Zin harus menjelaskanya. Meskipun Niaz masih sangat muda Niaz sudah berfikir untuk bisa membantu Zin. Bekerja mencari uang, itu yang membuat Zin semangat yang tadinya Zin sedih dengan orangtuanya yang seperti ini, tapi melihat Niaz begini tangisku berubah menjadi semangat kembali untuk Niaz. Tapi ada hal yang menjadi fikiran Zin, yaitu sekarang Niaz sudah tahu bagaimana orangtua kami. Niazim seperti tak memperdulikanya, dari awal Niaz tahu orangtua kami pergi, Niaz tak sedih sedikitpun, dan sampai sekarang Niaz tak pernah mempertanyakan tentang ayah, dan ibu lagi. Zin tak ingin jika Niaz marah, dan dendam kepada orangtuanya, karena mereka meninggalkan kami. Meskipun begitu sampai saat ini Zin masih berharap jika ayah, dan ibu bisa kembali pulang, Zin takan marah, Zin hanya kasihan jika Niaz akan besar tanpa mengenal kasih sayang orangtua. Zin hanya ingin agar Niaz tak merasa sendirian karna tak ada ayah, dan ibu disamping nya. Meskipun Niaz terlihat cukup bahagia dengan adanya Zin, tapi tetap saja Zin ingin Niaz merasa bahagia dengan adanya orangtua yang membimbingnya. Karena kita berjalan sambil berbincang tak terasa kita pun sudah akan sampai di panti yang biasa Zin kunjungi untuk memungut barang bekas disana. Zin pun bilang kepada Exlin, maaf Zin jadi curhat kepadanya, Exlin pun menjawab tak apa Zin bercerita seperti itu karena memang Exlin yang bertanya. Justru Exlin yang harusnya meminta maaf karena bertanya tentang hal pribadi Zin, Zin pun kembali menjawab tak apa, Zin justru berterimakasih pada Exlin. Karena selama ini Exlin yang pertama yang bertanya, dan mau mendengarkan ceritanya. Zin juga bilang jika Zin merasa lega masalah Zin bisa Zin keluarkan, tanpa Zin pendam sendiri. Karena sudah sampai di panti Zin pun memungut barang bekas, sementara Exlin mengamen di salah satu warung dekat sana. Saat Zin sedang memungut sampah disana, tiba-tiba kembali ada yang menepuk bahu Zin lagi, seperti saat kemarin pertama Zin kesana, dan dia pun bilang, apa bisa Zin berbincang sebentar denganya. KaKena dia bilang hari ini tak akan ada jadwal untuknya mengajar anak-anak untuk di dalam ruangan, jadi dia bisa berbincang sebentar. Dan kebetulan hari ini Zin berkunjung ke panti kembali, soalnya kemarin Zin tak berkunjung ke panti, dan dia pun menunggu tapi tak apa, karena sekarang dia pun bertemu dengan Zin. Dan Zin tentu tak menolak ajakanya untuk berbincang, lalu dia pun mengajak Zin duduk di salah satu sudut taman panti tersebut. Dia bicara jika dia adalah orang yang tak terlalu suka jika melihat anak yang masih sangat muda bekerja, apalagi bekerja sebagai pemulung, Zin pun mengira jika dia tak suka jika Zin memulung di panti tersebut. Zin langsung saja meminta maaf, dan bicara tak akan mengutip barang disini lagi, tapi dia langsung saja memotong pembicaraan Zin, dan bilang jangan salah paham dulu. Karena dia bukan tak suka Zin mengutip barang di sekitar sini, tapi dia bilang seperti itu maksudnya adalah ingin memberikan tawaran kepada Zin. Bagaimana jika Zin lebih baik diam di pantinya saja, jadi selain Zin tinggal disana Zin juga bisa sekalian untuk membantunya, karena dia bilang jika dia membutuhkan seseorang untuk membantu pekerjaanya. Dia juga bilang jika Zin sungkan menerima bantuanya, karena dengan mudah bisa tinggal di panti tersebut. Tanpa ada formulir, atau apapun yang harus dia kerjakan lebih dahulu, dia berkata anggap saja jika Zin membantu pekerjaanya, dan bekerja disana, dan Zin di berikan sebuah kamar singgah disana. Dia pun bicara seperti itu, dan Zin pun menjawab jujur saja jika Zin mempunyai adik yang sedang sekolah, tapi dia kembali memotong pembicaraan Zin, dan berkata apa susahnya jika Zin mengajak adiknya tersebut. Lagipula ruangan yang di berikan kepada Zin juga cukup luas, Zin bahkan di suruh untuk tak hanya membawa adiku, tapi bawa ayah, dan ibu, begitu katanya. Tapi dengan senyum yang agak terpaksa Zin pun bicara kepadanya jika ayah, dan ibuku tak ada. Dia pun meminta maaf tidak tahu jika orangtua Zin tak ada, diapun kembali bertanya jika boleh tahu kemana ayah, dan ibu Zin, kenapa mereka tak ada, apa karena pekerjaan, atau bagaimana. Tapi saat Zin akan menjawab pertanyaanya, Exlin datang dan bicara jika Exlin mencari Zin tad,i tapi syukurlah kita sudah bertemu kembali. Dia bertanya apa pekerjaan Zinsudah selesai, dia bilang ini sudah cukup siang mau ke tempat lain, atau pulang. Dan Zin langsung menanggapinya, tapi bilang untuk tunggu sebentar Zin berbincang terlebih dahulu dengan pria ini, jika melihat jam, ini memang sudah siang dan Zin harus memutuskan akan ke tempat lain, atau langsung pulang. Zin berkata cukup untuk hari ini kita bekerja, dan Zin pun bilang kepada pemilik panti ini, berterimakasih untuk tawaranya, tapi bolehkah jika Zin berfikir, dan membicarakanya dengan Niaz terlebih dahulu. Esok hari Zin akan kemari lagi, dan menemui pemilik panti ini begitu Zin bicara, dan pemilik panti ini pun bilang, tentu tak apa, itu hal yang tepat untuk merundingkanya dahulu dengan adik Niaz, tentang penawarannya ini. Zin pun tersenyum senang, dan pamit untuk pulang terlebih dahulu, dan esok hari akan kembali kesini untuk memberitahu keputusan Zin, tentang tawaran yang di berikan pemilik panti tersebut. Dia pun mempersilahkan kami pergi, kami pun berjalan meninggalkan panti tersebut. Dari jauh dengan keras dia berkata jika Zin sungkan dengan tawaranya, anggap saja beliau menawarkanya, bantuan pekerjaanya, dan akan memberikanya tempat singgah untuk upah karna mau membantunya. Kami pun berjalan pulang, Zin bilang kepada Exlin hari ini Zin kira cukup kita bekerja, karena sudah mendapat banyak barang, dan Exlin pun setuju dengan apa yang Zin bilang, karena Exlin pun sudah mendapat hasil yang cukup untuk hari ini, dan kami pun langsung saja menuju rumah. Zin akan membicarakan tentang tawaran dari pemilik panti tersebut kepada Niaz, di tengah perjalanan saat kita berbincang, tiba-tiba saja Exlin bersembunyi di belakang Zin, dengan gemetar Exlin bilang jika terlihat preman yang menangkap Exlin waktu itu, preman itu ada di pertigaan jalan sana, dan saat Zin menoleh ternyata benar, ada preman itu. Saat Zin menoleh dia pun sama menoleh ke arah kami, dengan tatapan yang tak menyenangkan preman itu berjalan mendekati. Exlin semakin ketakutan, gemetar tubuhnya sampai terasa, lalu Zin bilang kepada Exlin untuk pergi lari dari sini, Zin akan menghalangi preman ini jika mengejar Exlin, lalu hitungan ketiga Exlin pun lari secepat mungkin, dan benar saja, saat Exlin lari preman itu langsung berteriak berhenti. Sambil berlari mengejar Exlin, tapi saat akan melewati Zin, Zin menyodorkan kaki ke langkahnya sampai dia terjungkal jatuh, Zin pun langsung lari secepatnya bersembunyi di rumah saja. Sambil melirik ke belakang syukurlah jika preman itu sepertinya tak bisa mengejar, Zin pun bergegas masuk dengan gemetar, takut jika preman itu akan menemukan kami. Zin pun berdiam diri saja, saat Zin melihat keluar tak ada preman tersebut, dan sepertinya memang Zin tak bisa lolos dari preman tersebut. Terduduk di dekat pintu Zin menghela nafas, syukurkah Zin tak tertangkap preman itu. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dengan keras yang mbuat Zpu kaget, takut jika preman itu menemukannya, Zin pun ragu untuk membuka pintu tersebut. Tapi dalam pikirannya bagaimana jika itu Exlin, atau orang lain. Dengan pelan Zin memberanikan diri untuk membuka pintu, dengan pelan saat Zin buka ‘duaarrr’, Exlin tersungkur masuk ke rumah, dengan badannya yang menabrak Zin, Zin pun roboh karna Exlin yang menabraknya. Dengan cepat Zin bangkit, dan menutup pintu, karna takut jika preman tersebut mengikuti Exlin, dan mengetahui rumah Zin. Dengan masih kesakitan Zin bicara kepada Exlin, Zin pikir itu preman yang mengejarnya, karena mengetuk pintu dengan begitu kerasnya. Exlin pun menjawab jika Exlin mengetuk pintu dengan keras karena terburu-buru ingin masuk, dan bersembunyi. Jadi meskipun preman tadi mengukutinya Exlin tak ketahuan, Zin bilang kepada Exlin beberapa waktu untuk diam saja disini, takutnya jika Exlin langsung pergi, preman itu masih berkeliaran di dekat sini, dan Exlin pun setuju. Ini sudah lewat tengah hari, tapi Niaz belum ada pulang, Zin sedikit khawatir, tapi baru lewat sedikit Zin berfikir untuk menunggunya sebentar lagi, jika masih belum pulang juga Zin akan mencarinya ke sekolah. Saat kita sudah beristirahat, dan beberapa menit sudah berlalu, Zin bertanya kepada Exlin, Exlin mau pulang sekarang atau tidak. Exlin menjawab tidak sekarang karena Exlin ingin bertanya tentang apa yang Zin, dan pemilik panti tersebut bicarakan tadi, apa ada masalah, atau apa. Zin jawab saja jika pemilik panti menawari Zin membantu pekerjaanya disana, sebagai upahnya Zin akan diberi tempat singgah disana begitu jawabku. Exlin bilang jika seperti itu Zin takan bekerja bersamanya lagi, dan tak akan bisa bertemu lagi, tapi Exlin pun bicara hal lain. Jika begitu itu hal yang bagus, jadi Zin mempunyai tempat singgah yang layak, tidak akan tinggal di gubuk yang kotor, dan selalu bocor seperti ini. Exlin juga bilang Zin, dan Niaz beruntung dapat tawaran seperti itu, tentu jangan sampai Zin menolaknya, begitu pemikiran Exlin. Zin bilang tentu meskipun Zin menerima penawaran itu, Zin tak akan berhenti memulung, dan meninggalkan Exlin. Karena Exlin adalah orang, dan teman pertama yang dekat dengan Zin. Dan Exlin orang yang menjadi pendengar kisah Zin yang membuat Zin jadi tak memendam sendiri kisah pilu Zin ini. Sehingga Zin merasa lega karena sudah melepaskan apa yang Zin pendam selama ini, Exlin adalah sahabat Zin meskipun kita baru bertemu beberapa hari, tapi Zin sudah merasa percaya kepada Exlin. Zin tak akan melupakan Exlin, meskipun nanti Zin tinggal di panti tersebut Zin akan tetap kerja bareng dengan Exlin, dan akan membantu Exlin. Saat itu lalu ada yang menggerakan gagang pintu. Zin lupa jika tadi pintu langsung Zin kunci, dan belum membukanya kembali, saat Zin buka kunci itu terbukalah pintu, dan ternyata Niaz yang baru pulang dari sekolah. Melihat kami yang penuh keringat, dan terlihat berantakan, tegang Niaz bertanya kenapa mereka berantakan, dan terlihat tegang seperti ini. Zin pun menjawab tak ada apa-apa, tadi Zin, dan Exlin di kejar anjing jadi keadaan kami berantakan seperti ini, dan penuh dengan keringat. Zin tak ingin Niaz tau jika ada preman yang mengejar kami, karena Zin juga tak ingin jika Niaz jadi takut karena preman yang berkeliaran. Dengan keadaan seperti ini, Zin jadi berfikir jika menerima tawaran dari pemilik panti, adalah hal yang baik untuk Zin, dan Niaz. Jika Zin tinggal disana tentu preman tak mungkin mencari Zin, dan berani masuk. Tapi jika disini, ini hanya lah gubuk tua yang tentu tak ada perlindungan dari siapapun, jika suatu saat ada orang jahat yang berniat buruk kepada kami. Zin pun jadi berfikir untuk menerima tawaran dari panti itu. Dan Niaz hanya berkata untuk Zin, dan Exlin hati-hati jika bekerja, lalu pergi mengganti pakaianya. setelah itu karena sudah lama juga Exlin berdiam diri, sembunyi dari kejaran preman tersebut. Exlin pamit pulang kepada Zin, seperti biasa Zin mengantar Exlin sampai jalan, memastikan jika Exlin tak mendapat gangguan. Sudah dijalan mengantar Exlin, Zin kembali ke rumah. Lalu terlihat Niaz yang sedang melamun duduk, Zin menghampirinya, bertanya ada apa. Niaz bilang Niaz melihat kembali orang di club yang selalu Niaz lewati saat menuju sekolah, seseorang itu seperti terus saja memperhatikan Niaz bahkan saat sudah jauh pun Niaz mencuri pandang kepada Niaz. Niaz bilang apa tidak apa-apa, karena Niaz menjadi sedikit takut dengan hal itu. Zin berfikir itu sedikit aneh, ada apa dengan Niaz apa yang pria itu fikirkan, tapi Zin pun mencoba menenangkan agar Niaz tak takut jika melewati club tersebut, karena itu jalan yang tercepat menuju sekolah. Zin juga bilang jika mungkin saja pria itu memperhatikan Niaz karena dia seperti kenal dengan Niaz, dan ragu untuk menyapa. Karena takut salah orang makanya dia memperhatikan Niaz untuk memastikan benar, atau tidak Niaz adalah orang yang dia kenal, sehingga dia memperhatikan Niaz. Begitu kata Zin, Niaz pun dengan sikap polosnya hanya tersenyum, dan akan pergi. Tapi karena ada hal yang ingin Zin bicarakan kepada Niaz, Zin memanggilnya, menyuruhnya untuk duduk, ada hal yang ingin Zin bicarakan dengan Niaz. Karena Zin berfikir jika tawaran dari panti tersebut adalah hal baik untuk Zin dan Niaz, Zin langsung saja mengatakan jika saat Zin mengutip barang di panti asuhan tadi, ada seseorang yang mengaja Zin berbincang, dan orang itu ternyata adalah pemilik panti tersebut. Lalu kita berbincang, dia menawarkan bagaimana jika kita tinggal saja di panti, dia juga bilang jika ragu untuk menerima bantuan dari pemilik panti tersebut, karena dengan mudahnya bisa tinggal di panti tersebut. Anggap saja Zin bekerja membantu pemilik panti tersebut, kebetulan dia juga membutuhkan orang untuk membantu pekerjaanya, dan Zin ditawari dia seperti itu. Zin juga bilang kepada Niaz jika Zin sudah memikirkan tawaran ini, dan berfikir ini tawaran bagus. Selain ada yang menjaga Niaz, kita pun beruntung di beri pekerjaan, sekaligus tempat singgah. Sehingga kita tidak perlu susah kehujanan karena tempat tinggal yang sekarang, tidak bisa melindungi kita dari hujan. Zin menjelaskan semuanya kepada Niaz, Zin bertanya bagaimana pendapat Niaz tentang tawaran ini, karena jika Niaz tak tertarik tawaran ini Zin takan mengambil tawaran ini juga. Sekarang yang terpenting adalah Zin bisa melindungi Niaz, dan Zin bisa selalu ada untuk Niaz itu perkataan Zin. Niaz pun terdiam tak tahu apa yang dipikirkanya, tapi dia langsung saja memeluk, dan menangis, Zin bingung dengan ini, tapi sebelum Zin betanya dia sudah bicara duluan. Niaz berkata jika dia senang memiliki kakak seperti Zin, dia bangga kepada Zin. Zin pekerja keras Zin sudah sangat cukup untuknya, karena sudah selalu ada untuknya, dan sekarang dengan mengambil tawaran ini dari pemilik panti akan membuat Niaz bangga kembali memiliki kakak seperti Zin. Niaz pun menangis memeluk, lalu berkata tawaran ini adalah hal yang sangat baik untuknya, dan tentu untuk Niaz. Maka Niaz pun dengan bangga, ingin jika Zin menerima penawaran dari pemilik panti tersebut, lalu setelah membicarakan semuanya, Zin bicara kepada Niaz. Jika esok hari Zin akan bicara ke pemilik panti tersebut mengenai kesetujuanya dengan penawaran yang diberikan oleh pemilik panti tersebut. Lalu itupun selesai, dan Zin bilang kepada Niaz untuk membereskan pakaian, dan barang-barangnya agar besok setelah Niaz pulang dari sekolah kita langsung pergi ke panti tersebut. Zin pun sama dengan Niaz membereskan pakaian Zin, setelah semua barang yang akan kami bawa sudah siap, selanjutnya Zin membereskan alat kerjanya. karena meskipun nanti Zin bekerja membantu di panti tersebut, Zin tak akan meninggalkan pekerjaannya untuk mengutip barang bekas, dan akan tetap bekerja bersama dengan Exlin. tentu membantu Exlin, jika suatu saat dia berurusan kembali dengan preman yang suka sok berkuasa di jalanan. Beberapa jam kemudian, kita pun selesai membereskan barang-barang kita, tak terasa hari sudah menjelang malam. Meskipun belum larut, tapi ini sudah malam, jadi sekalian saja Zin, dan Niaz membersihkan diri. Agar ketika sudah waktunya kita bisa langsung beristirahat, karena hari belum memasuki waktu istirahat, Niaz pun belajar terlebih dahulu. Sementara Zin pergi keluar untuk sekedar mencari udara segar diluar, Zin melamun memandang langit, yang entah apa yang Zin pikirkan. Saat Zin terlelap dalam lamunan, tiba-tiba ada Exlin yang sudah dekat menghampiri, dan langsung bertanya bagaimana pendapat Niaz tentang tawaran yang di berikan oleh panti tersebut. Zin menjawab jika Niaz setuju bahkan berfikir itu adalah hal yang terbaik untuk kami, jadi esok hari kita akan ke panti, dan bicara kepada pemilik panti jika Zin siap bekerja, dan setuju dengan penawaranya. Lalu Exlin pun bicara jika dia ikut senang dengan yang di dapatkan Zin, tapi Zin juga bilang kepada Exlin, meskipun Zin nanti pindah ke panti, Zin akan tetap bekerja bersama Exlin mengutip barang bekas, dan membantu Exlin. Maka Exlin pun tersenyum tertawa mendengarnya, dan tentu saja memegang perkataan Zin. Setelah perbincangan singkat kita, Exlin pun pamit pulang. Kali ini Zin tak usah mengantarnya, dia akan pulang sendiri ucapnya dengan tersenyum. Lalu Exlin pun pulang, dan Zin pun masuk ke rumah, beristirahat bersiap untuk esok hari, sebelum itu Zin bicara terlebih dahulu ke Niaz, besok saat Niaz sekolah Zin akan langsung ke panti untuk membantu disana, dan saat waktu Niaz pulang sekolah Zin akan menunggu Niaz disini untuk membawanya ke panti. Niaz pun mengerti dan kita pun beristirahat. Keesokan harinya pagi-pagi buta Niaz sudah mendahului Zin bangun, Niaz sudah bersiap saja untuk pergi ke sekolah. Niaz terlihat sangat bersemangat hari itu, kita pun membersihkan diri bersiap untuk sekolah, sementara Zin pergi bekerja di panti. Setelah itu Zin menyiapkan sarapan untuk Niaz, beberapa saat kemudian semuanya sudah siap, dan kita pun pergi. Niaz pergi ke sekolah, dan Zin pergi ke panti, belum jauh Zin berjalan Exlin memanggil Zin, dan Exlin berlari menghampiri. Lalu berkata tak mungkin jika Exlin tak mengantarnya untuk pergi ke tempat baru, dan memulai semuanya dari awal, Zin pun tersenyum, dan berterimakasih kepada Exlin, Zin pergi ke panti ditemani dengan Exlin. Beberapa saat Zin sampai di panti, dan terlihat pemilik panti tersebut sudah ada di depan pintu, seperti sudah tahu Zin akan datang. Dia pun mengajak Zin masuk, dan langsung saja mengantar Zin ke kamar yang akan Zin tempati, tanpa bertanya Zin setuju, atau tidak dengan tawaranya. Tapi dia pun terlihat seperti terburu-buru waktu itu, tak sempat Zin bertanya dia langsung saja bicara, meminta maaf kepada Zin bahwa dia memang terburu-buru, dan harus segera pergi. Jadi dia bilang maaf menyambut Zin dengan tergesa-gesa, dia pun bilang sekarang dia harus pergi terlebih dahulu karena ada janji, dan meninggalkan Zin. Siang nanti dia akan kembali, dan tugas Zin sekarang bersih-bersih saja dulu, siang nanti saat dia sudah pulang, Zin akan berbincang dengannya, begitu ucapnya Zin tak banyak bicara langsung saja bilang 'iya' kepadanya sehingga dia pun pamit pergi. Zin pun dibantu dengan Exlin membersihkan ruangan yang menjadi tempat Zin tinggal. Setelah selesai kita tentu tak diam, kita membersihkan halaman panti, lama kita berbenah ruangan, dan halaman. Tak terasa jika waktu sudah siang waktunya untuk Niaz pulang, Zin dengan Exlin bergegas ke rumah yang dulu Zin tempati, untuk menunggu Niaz, dan membawanya ke panti ini. Tak lama Zin sampai di rumah yang dulu, dan terlihat Niaz sudah berdiri gelisah menunggu. Zin langsung saja menghampirinya, dan meminta maaf sudah membuatnya menunggu. Tapi Niaz menjawab tak apa karna sekarang Zin sudah bersama Niaz, disamping itu saat Zin akan pergi ke panti kembali, Exlin pamit untuk pulang, dan tak akan ikut kembali ke panti. Esok hari, atau kapan-kapan saja saat Zin akan mengutip barang bekas saja Exlin akan ke panti untuk mengajak ke panti. lalu Exlin pun pulang dan Zin berangkat kembali ke panti. Dijalan saat menuju ke panti Niaz bicara jika saat berangkat sekolah tadi pagi melewati club seperti biasa, dia melihat beberapa orang dimasukan paksa ke mobil hitam bahkan salah satu wanita berontak tak ingin masuk ke dalam mobil tersebut. Sampai dia seperti mengamuk ingin keluar, dan lari dari sana, tapi tetap saja wanita itu di masukan paksa oleh penjaga disana, sehingga dia kalah meskipun berontak untuk keluar, dan akhirnya semua orang pun masuk ke dalam mobil tersebut dan pergi. Saat pergi kembali Niaz melihat orang yang memandang Niaz dengan tatapan sinis, Niaz pun langsung saja cepat pergi meninggalkan tempat itu. Dan Zi hanya berkata agar Niaz tak memikirkan hal itu, bisa saja itu orang yang mabuk, dan tak mau diamankan jadi dia berontak begitu kata Zin. Meskipun dalam pikiran Zin terlintas jika itu memang aneh jika memang hal itu terjadi kembali, berarti ini bukan kejadian pertama yang dilakukan pihak club tersebut. Memaksa agar orang bisa menuruti apa mau dari pihak clib tersebut, dan jika seperti ini Zin menjadi penasaran sebenarnya ada apa di dalam club tersebut. yang membuat penasaran adalah kenapa orang di clib tersebut begitu memperhatikan Niaz, ketika Niaz melewati club itu, dan memperhatikan dengan tatapan yang seperti tak suka jika Niaz melewati club itu, bukan apa-apa tapi Zin hanya tak ingin jika orang di clib tersebut berniat buruk terhadap Niaz. Karena bicara dengan Niaz, dan Zin pun melamun. Zin jadi tak sadar jika sudah hampir sampai di panti, dan terlihat pemilik panti itu juga sudah pulang, sedang menurunkan barang-barang dari mobil ke dalam panti tersebut. Tanpa banyak bicara Zin bilang kepada Niaz untuk membantunya mengambil barang, dan memindahkanya ke dalam panti, beberapa barang satu per satu kita ambil, dan masukan ke dalam panti sampai semuanya selesai. Lalu pemilik panti itu berkata untung ada kita yang membantunya, jadi pekerjaanya tak terlalu berat, kita pun diajak masuk, dan duduk di ruangan tadi pagi, yang ditunjukan oleh pemilik panti untuk Zin, dan Niaz tempati disana membelikan kami minum lalu berbincang. Dia berkata jika dari pertama bertemu kami belum sempat berkenalan, dia pun mengenalkan namanya adalah Syur, dia pengelola panti tersebut. Lalu bertanya siapa nama Zin, adiknya. Tentu Zin memberitahukan namanya, dan adiknya, kami tinggal hanya berdua, lalu dia pun berkata, jika dia tak menanyakan apa Zin setuju atau tidak dengan tawaranya karena tadi pagi terlihat Zin membawa banyak barang, ditambah sekarang membawa kembali banyak barang kemari. Itu berarti Zin setuju, dan menerima penawaranya begitu katanya. Tanpa Zin bicara panjang lebar, Zin membenarkan perkataanya, lalu dia pun tertawa, dan dia bilang hari ini Zin sudah membersihkan ruangan ini, dan sudah cukup membantunya. Untuk sisa hari ini gunakan saja untuk istirahat, atau menata ruangan yang akan kami tempati, besok Zin akan mulai di berikan tugas di panti ini. Begitu katanya maka Syur pun pergi meninggalkan kami. " Niaz kita beruntung di berikan tempat singgah tanpa harus membayar, atau menyewa nya, aku hanya bekerja membantu Syur disini anggap saja itu membayar sewa tempat ini untuk kita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD