Tempat Menjijikkan

1023 Words
Jovita Hara belum tahu apa yang terjadi, kenapa ia berada di tempat yang menjijikkan itu. Ia mengumpulkan potongan ingatannya kembali, di mana malam itu ia hanya mengingat di rumahnya ia melihat beberapa orang berpakaian hitam-hitam memakai kain penutup kepala mendatangi rumahnya, dan mendengar suara tembakan. Lalu melihat tubuh ayah dan ibunya,serta kedua adik laki-lakinya terkapar tidak bernyawa. “Oh … Oh … ibu, ayah, adik-adikku” Tangisnya pecah setelah ia berhasil mengingat kejadian malam itu. “Tidak mungkin … mungkin aku hanya bermimpi buruk,” ucapnya mengucek -ucek mata, lalu mencubit lengan sendiri, ternyata sakit. Ia juga mengingat seseorang membekap mulutnya dari belakang dan menyeretnya dari rumah. Ia dibius hingga pingsan dan berakhir di tempat busuk itu. ‘Tidak … aku harus punya tenaga untuk keluar dari tempat ini’ ucapnya dalam hati. Apel di tangannya ia usap-usap lagi dengan baju, Jovita mulai menggigitnya dengan dengan rakus, karena ia merasa sangat kelaparan, ia tidak tahu berapa lama berada di gorong-gorong yang berbau busuk itu. Bunyi gigitan apelnya menggema dalam gorong-gorong , sesekali ia memukul-mukul dadanya untuk memperlancar turun dari tenggorokannya, karena bukan hanya rasa lapar yang menderanya. Tetapi rasa haus juga lebih menyiksa. Hingga apel itu habis dimakan olehnya, hanya menyisakan pangkal bagian tengahnya yang sangat tipis, ia merasa sayang harus membuangnya karena satu apel belum cukup mengganjal perut, bahkan pangkal bagian tengah juga ia makan dan masuk juga ke bagian penggilingan perutnya. lumayan untuk tambahan. Lelaki itu masih sibuk dengan besi -besi tajam yang ada di tangannya. Kali ini ia memegang besi tajam yang lebih kecil, ujungnya runcing mengkilap dan memiliki ukiran indah di bagian gagangnya, ukiran bergambar mahluk mitos yang bisa menghemburkan api dari mulutnya, gagangnya di ukir seekor Naga. Jovita tidak tahan lagi, ia berdiri dan mendekat dengan berani memegang tangan lelaki itu. “Aku ingin pulang” Jovita berhasil merebut benda tajam yang baru saja habis diasah. Ia mengarahkannya pada lelaki itu, sekarang ia bisa melihat dengan jelas wajah lelaki misterius itu dari dekat. Wajahnya dingin, ber-aura tegas. Seperti jelmaan iblis berwajah tampan. “Antar kan aku pulang , kalau kamu tidak ingin terluka,” ucap Jovita, dengan suara bergetar, mengarahkan benda tajam itu kearah lelaki itu. Ia tidak menggubris ancaman Jovita, masih terfokus pada benda di tangannya. “Kamu’ dengar … Aku tidak, haa!” Teriak Jovita dengan lantang mencoba mengumpulkan keberaniannya. Ia mengarahkan benda tajam mengkilap itu ke wajahnya. Namun, ia tidak terusik sedikitpun. “Aku tidak main –main. HEI!” Ia berteriak makin lantang “Letakkan benda itu, sebelum itu menyakitimu,” ujar lelaki itu dengan santai, tanpa menoleh, sikapnya terlihat biasa tanpa terusik, membuatnya Jovita semakin marah. Ia mengayunkan benda itu tepat di wajah lelaki itu, ia menghindar, memundurkan wajahnya. Menangkap tangan Jovita dengan satu tangan menahan tangannya dengan santai, tenaga Jovita tidak ada apa-apanya baginya, tangan kanan Jovita masih bertahan sekuat tenaga, berusaha mengarahkan ke pada lelaki itu, tapi tidak di duga, dengan gaya santai, Taap! Ia melakukanya dengan gerakan cepat, mengarahkan benda tajam itu, hingga mengiris lengan Jovita, “Ahhhh,” pekik wanita itu dengan suara lirih, ia mundur memegang lengannya. Darah segar mengalir deras dari lengan kiri yang terkena sayatan pisau yang ia rebut tadi. “Ini sangat menyakitkan .” Jovita meringis sembari memegangi tangannya yang berdarah. Ia meringkuk menahan sakit. Ia menatap lelaki itu dengan tatapan sayu, berharap ia di beri pertolongan pertama. Tetapi ia tidak perduli, ia membiarkan Jovita merasakan rasa sakit itu, darah itu semakin mengalir deras. Pada akhirnya ia melemparkan kotak obat padanya. Jovita ingin membalut luka dengan kain kasa, Tapi tangan kokoh milik lelaki misterius itu menahannya, Ia membukanya kembali menyiramnya dengan cairan antiseptik dan alkohol dan melakukan jahitan darurat ala tentara. Karena luka itu lumayan dalam, luka menganga dengan panjang hampir lima centimeter “Haa, Kamu ingin menjahitnya tanpa obat bius ? kamu gila iya!”protes Jovita. Ia berteriak ketakutan, meronta sekuat tenaga, tetapi dengan tenaganya yang tidak seberapa di banding lelaki itu. Ia melakukannya tanpa memperdulikan ketakutan yang dirasakan Jovita dan tidak memperdulikan bagaimana sakitnya dijahit tanpa dibius. “Saya tadi sudah memperingatkan kamu benda itu bisa melukaimu, tapi kamu tidak mendengarnya,” ucapnya dengan wajah datar. ‘Ya Tuhan ... inikah sosok iblis yang sebenarnya?’ Tubuh Jovita Hara gemetaran dan kehabisan suara, karena teriakannya menahan jahitan tanpa bius , dijahit tanpa dibius rasanya sangat sakit. Ia merasakan tubuh menggigil dan terkulai lemas dan pingsan. Tanpa rasa perduli membiarkan wanita itu tergeletak begitu saja setelah pingsan. Ia terbangun karena ada binatang yang merayap melintas di wajahnya, ia melompat- lompat dengan tangan menyingkirkan binatang- binatangnya itu dari sekujur tubuhnya , segala binatang-binatang kecil yang menjijikkan itu menempel di tubuhnya. Ia terus saja bergidik dan merasa ngeri. Rasa sakit di tangannya sedikit berkurang. Sepertinya disuntikkan obat penahan rasa sakit. Lukanya dibalut dengan rapi seperti seorang ahli. ‘Tetapi kemana lelaki kejam misterius itu?’ tanya Jovita dalam hati, Ia berdiri dan berjalan menyuri rumah kosong tersebut. Jovita yang mulai berasa tubuhnya tidak bertenaga, karena rasa lapar itu, semakin menyiksa, ia menoleh kanan- kiri barang kali ada yang di tinggalkan sesuatu oleh lelaki kejam itu. Tapi sayang, sepanjang mata menatap, ia tidak menemukan sesuatu yang bisa mengganjal perutnya, hanya binatang –binatang kecil yang merayap . Tangannya mulai menggaruk-garuk tubuhnya, karena binatang-binatang sialan itu, mulai masuk kedalam bajunya, kecoak keluar dari bajunya, seekor kaki seribu merayap kedalam lubang kupingnya. “Ah... iya ampun ini menjijikkan" Ia berteriak, tangannya mengibaskan-ngibaskan bajunya lagi, bahkan di rambut panjangnya bersarang banyak binatang kecil yang menjijikkan. Jovita seorang gadis kota yang biasa hidup mewah dan dimanjakan kedua orang tuanya, bisa di pastikan ini pertama kali baginya bertemu dengan jenis-jenis binatang itu. “Kemana lelaki jahat itu?" Berjalan mencari jalam keluar ia menemukan satu pintu, tangannya dengan cepat membuka, ia tidak perduli pintunya menuju kemana, ia malah berharap pintu itu ‘seperti pintu Doraemon pintu kemana saja’. “Aku berharap ini yang bisa membawaku pulang. Aku harus keluar dari tempat sialan ini,” ucap Jovita Pintu terbuka, tetapi ia menemukan satu ruangan yang sangat berbeda dan layak disebut rumah. Ia menelusurinya penuh semangat, berharap menemukan makanan yang bisa mengganjal perut. “Apa ini? rumah rahasia ?” Jovita berada dalam satu rumah. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD