Prolog

236 Words
Ingin rasanya Riyanti mengakhiri pernikahannya dengan Avan. Karena tidak ada setitik pun kebahagiaan yang ia dapatkan.   Tapi, rasa cintanya terhadap Reina, membuat Riyanti terus bertahan. Walaupun banyak luka dan duka yang ia dapatkan.   Avan yang selalu terlihat ramah dan mudah senyum ketika di kantor, berbanding terbalik dengan dirinya ketika di rumah. Pria itu terlihat dingin dan tidak pernah tersenyum apalagi tertawa.   "Van, tidak bisakah kau melihatku sebagai seorang istri? Setidaknya, berikan senyumanmu padaku!" lirih Riyanti. Mengusap pipi kanannya yang terasa panas karena bekas tamparan Avan.   Pria itu tersenyum tipis.   "Memandangmu sebagai seorang istri? Dengar, Ari ... statusmu boleh istriku. Akan tetapi, keberadaaamu tidak lebih dari sampah di mataku!" hardiknya. Tepat di wajah Riyanti. Sehingga gadis itu bisa merasakan hangatnya nafas Avan yang menerpa wajahnya.   Untuk yang kesekian kalinya, air mata Riyanti menganak sungai di kedua pipinya. Meratapi kelam dan mencekamnya biduk rumah tangga yang ia jalani.   "Tuhan. Apakah ini hukuman atas dosaku di masa lalu?" lirihnya di dalam hati. Seraya menghapus kasar air matanya.   "Menangis? Kau hanya bisa menangis dan menangis! Aku sudah muak melihat air mata palsumu itu!" Avan menarik paksa tangan Riyanti. Menyeretnya masuk ke kamar dan melemparkan tubuh gadis itu ke atas ranjang.   Riyanti meneguk ludahnya. Setiap Avan marah, pria itu akan melakukan hal buruk padanya tanpa belas kasih.   "Katamu aku bukanlah istrimu!" lirih Riyanti. Seraya mendorong Avan, yang berusaha untuk mengembal haknya.   "Untuk urusan yang satu ini, kau adalah istriku!" Avan menyeringai.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD