Chapter 128

1853 Words
"Kita tidak bisa melanjutkan ini," ucap Kihyun. Young Jae yang berdiri di depan meja kerja Kihyun langsung menahan punggung tangan pria itu yang masih berada di atas meja. Keduanya bertemu pandang, terlihat tengah menghadapi situasi yang serius. Young Jae menggeleng pelan. Kihyun kembali menuntut. "Tindakan ini terlalu ceroboh, ini menyalahi peraturan. Kita harus memberikan fakta yang sesungguhnya kepada keluarga pasien, begitulah cara kami bekerja." "Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku lah yang akan bertanggungjawab atas semua ini." "Yoo Young Jae." Kihyun menatap tak percaya ketika keduanya tak bisa mencapai kesepakatan bersama. "Aku akan mengambil tanggungjawab penuh. Bahkan jika aku harus menghabiskan sisa hidupku di penjara, jangan memberitahunya tentang hal ini." "Ini terlalu beresiko. Jika keadaannya semakin memburuk, reputasi rumah sakit akan dipertaruhkan. Kau tahu bagaimana sulitnya keluarga Kim Seok Jin." "Aku akan mengurusnya, kau hanya perlu fokus pada satu hal." "Kau yakin akan melakukan ini pada kakakmu?" "Jika hanya dengan membawa Kim Tae Hyung menjauh darinya akan membuat hidupnya baik-baik saja, maka aku akan melakukannya." "Dia mungkin tidak akan baik-baik saja dengan hal itu." Telepon di meja Kihyun berdering. Kihyun segera mengangkat telepon tersebut. "Bicaralah." "Dokter Yoo, Dokter Jung sedang dalam perjalanan kemari." Kihyun tampak terkejut. Buru-buru ia mengakhiri panggilan. "Aku mengerti." "Dae Hyun Hyeong dalam perjalanan kemari, kau harus bersembunyi." Young Jae mengambil berkas yang berantakan di meja kerja Kihyun dengan terburu-buru. Tak menemukan tempat persembunyian yang lebih bagus, Young Jae mengitari meja dan bersembunyi di kolong meja, membuat Kihyun harus sedikit bergeser. Pintu kemudian terbuka, Kihyun memberikan seulas senyum canggung untuk menyambut kedatangan Dae Hyun. "Hyeong di sini?" "Hanya mampir sebentar," jawab Dae Hyun sembari menutup pintu. Kihyun melihat selembar kertas dari berkas yang dibawa oleh Young Jae tertinggal di meja. Ia dengan cepat mengambil kertas itu dan memberikannya pada Young Jae. "Kau sedang sibuk?" tegur Dae Hyun ketika telah berdiri di depan meja Kihyun. "Tidak, aku sedang bersantai. Ada apa?" Dae Hyun menyerahkan sebuah kartu undangan kepada Kihyun. "Apa ini?" Kihyun mengambil kartu undangan tersebut. "Seminar kampus, bisakah kau pergi ke sana." "Aku?" Dae Hyun mengangguk. "Direktur ingin aku yang datang ke sana, tapi pada hari itu aku memiliki jadwal operasi." "Aku akan melihat jadwalku terlebih dahulu." "Baiklah, kalau begitu aku harus kembali ke ruanganku. Hubungi aku jika kau sudah memutuskan." Kihyun mengangguk dan Dae Hyun pun pergi. Kala itu Kihyun menghela napas lega dan memandang Young Jae. "Dia sudah pergi, kau bisa keluar sekarang." Young Jae tak merespon. Bahkan pria itu seperti tak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Kihyun. "Young Jae ... Yoo Young Jae." Lamunan Young Jae terbuyarkan. Dia kemudian keluar dari tempat persembunyiannya dan mengakhiri pembicaraan dengan Kihyun. Dari ruangan Kihyun, Young Jae beralih ke ruangan Dae Hyun. "Kau di sini?" tegur Dae Hyun yang kala itu duduk di balik meja kerjanya ketika Young Jae memasuki ruangannya. Young Jae mengangkat bingkisan makan siang yang dibawakan oleh ibunya. "Aku datang karena anak kesayangan ibu." Dae Hyun sempat terdiam, pandangannya tertuju pada bingkisan yang dibawa oleh Young Jae. Sementara itu Young Jae menaruh bingkisan itu di atas meja, lalu duduk di sofa. "Kenapa? Apakah ada yang salah?" tegur Young Jae. "Kau dari mana?" Dahi Young Jae mengernyit. "Tentu saja dari rumah? Memangnya ibu kita tinggal di mana?" "Bukan begitu, apakah kau mengunjungi tempat lain sebelum datang kemari." "Tentu saja tidak, aku langsung datang kemari. Memangnya ada apa?" Dae Hyun menggeleng. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu saja." "Baiklah, aku harus segera pergi." Young Jae beranjak berdiri. "Lakukan pekerjaanmu dengan baik dan jangan pulang terlalu malam, aku pergi." Young Jae pergi. Dan ketika Young Jae telah meninggalkan tempat itu, pandangan Dae Hyun jatuh pada bingkisan yang ditinggalkan oleh Young Jae. Dae Hyun yakin bahwa dia melihat bingkisan yang sama di ruangan Kihyun beberapa saat yang lalu, itulah sebabnya ia bertanya pada Young Jae. Tentu saja menjadi hal yang aneh jika Young Jae sampai mengunjungi Kihyun secara pribadi. Namun setelah melihat bingkisan itu, Dae Hyun memiliki sebuah keraguan tentang keduanya. Dia bergumam, "untuk apa dia datang menemui Kihyun?" ........... Hari itu Hoseok pulang sendirian karena Tae Hyung mengikuti kelas tambahan, dan tentunya Seok Jin sudah mengetahui hal itu. Namun, pada kenyataannya Tae Hyung tidak berada di antara anak-anak yang mengambil kelas tambahan. Malam itu, sekitar jam makan malam, Tae Hyung berdiri di depan pintu sebuah unit apartemen. Sekali lagi, pemuda itu mencocokkan alamat tempat itu dengan alamat yang ia catat pada potongan kertas. Setelah merasa yakin, Tae Hyung kemudian menekan bel pintu dan menunggu. "Siapa di luar?" sebuah teguran datang dari sebuah benda di samping pintu. Sebuah suara yang sangat familiar. Tae Hyeong memandang ke arah kamera yang terhubung dengan monitor di dalam unit apartemen itu. Dia berkata, "ini aku, Hyeong." Pintu terbuka, beberapa saat kemudian menampakkan tatapan bertanya dari Kihyun sebagai sang pemilik rumah. Sebelumnya Tae Hyung datang ke rumah sakit. Setelah mendapati Kihyun tak ada di sana, ia meminta alamat rumah Kihyun. Dan begitulah cara ia sampai di kediaman Kihyun. Tae Hyung berbohong pada keluarganya untuk menemui Kihyun secara pribadi. "Tae Hyung? Bagaimana kau bisa ada di sini?" "Di luar sedikit dingin, bolehkah aku masuk, Hyeongnim?" "Ah, tentu. Masuklah." Kihyun mempersilakan Tae Hyung masuk meski ia masih bingung dengan keberadaan pemuda itu di sana. Setelah menutup pintu, Kihyun menyusul Tae Hyung. "Duduklah. Kau mau coklat hangat?" Tae Hyung mengangguk. "Duduklah, aku akan membuatkan coklat hangat untukmu." Meninggalkan Tae Hyung di ruang tamu, Kihyun pergi ke dapur. Namun, ia merasa begitu ragu dengan kedatangan Tae Hyung yang tiba-tiba. Kembali ke pintu, Kihyun memperhatikan Tae Hyung yang kala itu duduk di ruang tamu. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengirim sebuah pesan kepada seseorang. "Kim Tae Hyung ada di rumahku sekarang, aku tidak tahu apa yang ingin dia lakukan. Tapi sepertinya dia datang secara diam-diam." Pesan terkirim. Kihyun kembali memandang Tae Hyung sebelum bergegas membuatkan coklat hangat untuk pemuda itu. Beberapa saat kemudian Kihyun kembali dengan secangkir coklat hangat yang ia taruh di atas meja, tepat di hadapan Tae Hyung. "Kau baik-baik saja?" tegur Kihyun. Tae Hyung mengangguk. "Minumlah." Kihyun pergi ke seberang dan duduk berhadapan dengan Tae Hyung. Tae Hyung mengambil coklat hangat itu dan meminumnya sedikit. "Dengan siapa kau datang kemari?" "Aku datang sendirian," jawab Tae Hyung sembari meletakkan cangkir ke tempat semula. "Terima kasih," ucapnya lagi, ditujukan untuk secangkir coklat hangat. "Dari mana kau mendapatkan alamat rumahku?" "Seorang perawat memberikannya padaku." Kihyun tertegun. "Kau dari rumah sakit?" Tae Hyung mengangguk. "Tunggu ... apakah keluargamu tahu jika kau datang kemari?" Tae Hyung menggeleng dan membenarkan dugaan Kihyun sebelumnya. Pria itu sejenak terdiam sebelum menyambung pembicaraan. "Apa yang membawamu datang menemuiku?" "Aku—" ucapan Tae Hyung terhenti ketika sebuah panggilan masuk ke ponsel Kihyun. Kihyun mengambil ponselnya dan melihat sebuah panggilan dari rumah sakit, ia pun harus menunda pembicaraannya dengan Tae Hyung. "Tunggu sebentar, aku akan segera kembali." Kihyun pergi menjauh. Sementara Tae Hyung kembali memandang sekeliling, mencoba untuk terbiasa dengan tempat asing itu. Tapi, kala itu sebuah notifikasi pesan masuk terdengar. Tae Hyung memgeluarkan ponselnya dan menemukan pesan singkat dari Seok Jin. "Jika sudah selesai, kabari aku. Hyeong akan menjemputmu," bunyi pesan yang dikirimkan oleh Seok Jin. Tae Hyung kemudian mengirimkan balasan yang berbunyi, "aku akan pulang agak malam. Jika Hyeong lelah, aku bisa pulang sendiri." Tae Hyung kemudian mematikan ponselnya dan memandang ke sebuah pintu di mana Kihyun berada di balik pintu yang tertutup itu. Tae Hyung menunggu dengan tenang. Namun, setelah coklat yang telah dingin itu habis, sosok Kihyun baru muncul kembali di hadapan Tae Hyung. "Maaf, aku membuatmu menunggu lama." Kihyun kembali duduk. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" Tak ingin berlama-lama karena kebohongannya mungkin akan segera terbongkar jika sampai Seok Jin datang ke sekolah, Tae Hyung langsung menyatakan tujuannya datang menemui Kihyun. "Hari itu, ketika jadwal terapiku ..." Kihyun menunggu kalimat selanjutnya. "Kenapa Hyeongnim berbohong pada Seok Jin Hyeong?" Kihyun tertegun. "Apa maksudmu?" "Hyeong mengatakan pada Seok Jin Hyeong bahwa pada saat itu antrian cukup panjang sehingga terapiku baru selesai saat sore hari." Kihyun terdiam ketika mendapatkan pertanyaan tak terduga dari Tae Hyung. Tapi setelahnya dia memberikan jawaban tanpa mengubah sikapnya. "Hari itu antrian memang panjang. Ada beberapa pasien yang jadwal terapinya sama denganmu. Kau datang kemari hanya untuk memastikan apakah aku membohongi Seok Jin atau tidak?" "Bukan hanya itu." Kihyun memberikan tatapan bertanya. "Lalu? Ada hal lain yang ingin kau ketahui?" "Apakah aku akan mati?" Kihyun kembali tertegun, dia mulai menemukan sesuatu yang salah dengan kedatangan Tae Hyung ke sana. "Apa yang sedang kau bicarakan, Tae Hyung? Kenapa kau tiba-tiba berbicara seperti ini?" Tae Hyung menggunakan tangan kirinya untuk mencengkram rambutnya, setelah itu ia menarik tangannya dengan memberikan sedikit tekanan. Tingkah kecil Tae Hyung itupun mengundang tanda tanya bagi Kihyun. Namun, begitu Tae Hyung menunjukkan telapak tangan pemuda itu, batin Kihyun tersentak. Tae Hyung menunjukkan betapa rapuhnya rambut miliknya. Hanya dengan sedikit tarikan lembut, beberapa helai rambut telah tersangkut di jemarinya. Kihyun kemudian bertanya dengan ragu, "apa yang sedang kau lakukan, Tae Hyung?" "Hyeong ingin berbohong lagi?" Kihyun menatap ragu. "Apa maksudmu?" "Hyeong bisa melihatnya, rambutku rontok." "Itu adalah sesuatu yang wajar. Kebanyakan orang yang menjalani terapi akan mecukur kepala mereka untuk menghentikan kerontokan—" "Tapi aku berada dalam keadaan yang berbeda," Tae Hyung menyela. "Seperti yang Jung Ssaem katakan, aku selalu mempercayai dokter yang telah merawatku. Tapi sepertinya Jung Ssaem membuat sedikit kesalahan ketika mengatakan hal itu." "Kim Tae Hyung?" Kihyun belum bisa menebak alur yang diinginkan oleh Tae Hyung. "Jung Ssaem mengatakan bahwa terapi yang aku jalani tidak akan membuat rambutku rontok, awalnya memang seperti itu. Tapi itu berbeda setelah insiden kecelakaan. Apakah Hyeong ingin berbohong lagi?" "Kenapa kau berpikir bahwa aku sudah membohongimu? Sebagai seorang dokter, aku berusaha melakukan yang terbaik untuk pasienku. Keadaan setiap orang berbeda—" "Rambutku tidak akan rontok jika Hyeong tidak mengubah metode pengobatan," Tae Hyung kembali menyela dan ucapannya kembali menyentak batin Kihyun. Tae Hyung melanjutkan dengan lebih menuntut, "dan Hyeong tidak akan mengubah metode pengobatanku jika sesuatu yang buruk tidak terjadi." Kihyun terlihat gugup. Gelisah, dia tampak kesulitan untuk merespon ucapan Tae Hyung. "Kenapa ... bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?" "Hyeong tidak perlu berbohong lagi? Aku bukanlah anak kecil berusia sepuluh tahun yang hanya akan mempercayai apa yang mereka dengar. Aku membaca beberapa artikel di internet ... aku tahu kenapa rambutku tiba-tiba rontok. Tapi itu bukanlah masalah besar." "Apa maksudmu?" "Ini akan menjadi masalah besar karena Hyeong menutupinya dari keluargaku? Kenapa Hyeong tidak mengatakan pada keluargaku tentang kondisiku yang sebenarnya? Hyeong sudah berjalan terlalu jauh. Jika suatu hari nanti aku sampai pada kondisi terburuk, Hyeong akan menjadi satu-satunya orang yang disalahkan. Kenapa Hyeong tiba-tiba melanggar kode etik kedokteran seperti ini?" Kihyun kehilangan ribuan kata yang mungkin bisa ia ucapkan sebagai sebuah pengalihan. Namun, ucapan Tae Hyung berhasil menjadi pukulan besar bagi dirinya. Bukan oleh seseorang yang setara, Kihyun justru diingatkan kembali oleh seorang remaja. Tae Hyung kembali berbicara setelah tak mendapat respon dari Kihyun. "Jika aku memang harus mati, Hyeong bisa mengatakannya pada keluargaku. Aku tidak ingin berjuang bersama orang asing." Bel pintu berbunyi dan sempat menarik perhatian Kihyun. Kembali memandang Tae Hyung, Kihyun kemudian berbicara dengan suara yang terdengar lebih tegas. "Orang yang bertanggungjawab dengan semua ini bukanlah aku, Tae Hyung ..." ..... Selesai ditulis : 16 Juni 2022

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD