Bianca menghembuskan nafas lega saat dirinya sudah tiba di apartemennya sendiri. Lega karena terbebas dari mimpi buruk dan berada di tempat yang selalu dapat membuatnya merasa nyaman.
Tanpa buang waktu Bianca menuju kamar mandi hendak membersihkan diri dari sentuhan Liam. Bianca bergidik ngeri saat teringat bagaimana ekspresi wajah Liam tadi. Terlihat begitu menakutkan. Bianca bagaikan seekor kelinci yang hendak dilahap oleh serigala buas!
Bianca menarik nafas pelan, merasa lebih rileks setelah selesai mandi. Aroma therapy dengan wangi lavender selalu bisa membuatnya tenang. Bianca baru saja merebahkan tubuhnya diatas ranjang saat teringat sesuatu.
Heran, tidak biasanya Evan belum meneleponnya? Padahal malam sudah begitu larut! Sudah jam 11 malam! Biasanya Evan selalu menelepon atau setidaknya mengirimkan chat padanya, tidak peduli sesibuk apapun pria itu akan selalu menghubunginya, tapi kenapa malam ini ponselnya diam saja dan tidak mengeluarkan suara sejak tadi?
Bianca mengambil tas dan mencari ponselnya, kenapa ponselnya tidak ada? Bianca mengeluarkan semua benda yang ada di dalam tasnya dan meneliti satu persatu. Tidak ada! Ponselnya dimana? Hilangkah? Tapi kapan? Dan Bianca masih sibuk berpikir saat teringat dengan kejadian di hotel tadi. Saat Liam dengan kurang ajarnya melempar ponselnya entah kemana!
“Arghhh! Cowok kurang ajar! Ponsel gue main di lempar begitu aja! Aduh! Sekarang gimana donk?” oceh Bianca kesal.
Sungguh, hari ini benar-benar sial untuknya!
Terpaksa Bianca menyabarkan hati meski sulit, yang ingin Bianca lakukan saat ini adalah menyumpahi pria yang bernama Liam.
“Tapi percuma gue sumpahin, toh hape gue juga nggak bakal balik! Ya udahlah anggap aja buang sial biar nggak usah ketemu sama dia lagi! Besok pas jam makan siang mau nggak mau gue nyebrang ke mall dulu deh beli hape,” gumam Bianca pada dirinya sendiri.
Dengan hati yang masih kesal, Bianca memutuskan untuk memejamkan mata dan tidak lama kemudian dirinya sudah terbang ke alam mimpi.
***
Liam tersenyum miring saat melihat ponsel Bianca yang tergeletak tidak jauh dibawah ranjang. Tangannya meraih ponsel tersebut dan membuka kunci layarnya dengan mudah karena memang tidak menggunakan password sama sekali.
“Dasar wanita ceroboh!” gumam Liam.
Dan saat sedang asyik menjelajah isi ponsel Bianca, Liam dikejutkan dengan panggilan telepon masuk dari seorang pria yang bernama Evan. Meski gatal dan ingin tau siapa Evan, tapi Liam menahan diri dan membiarkan hingga si penelepon menyerah.
Sayang, sepertinya pria yang bernama Evan ini tampak begitu gigih karena masih mencoba menelepon sampai 5x meski tidak diangkat sejak tadi! Kesal, Liam memutuskan untuk mengabaikannya dan meraih telepon kamar hotelnya agar terhubung dengan receptionist.
“Selamat malam Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya receptionist wanita dengan nada suara yang begitu sopan dan merdu.
“Berikan saya video rekaman CCTV hotel di lantai 28 dari semua sudut. Mulai dari jam 8 malam hari ini!” perintah Liam tegas dan langsung menutup telepon begitu saja tanpa memberi penjelasan membuat sang receptionist kebingungan.
Memberi video rekaman CCTV kan tidak bisa ke sembarang orang, lagipula ada masalah apa sampai harus mengecek CCTV? Ada kehilangan sesuatu kah? Tapi sebagai karyawan di hotel tersebut dirinya juga tidak mungkin mengabaikan permintaan tamu, jadi sekarang harus bagaimana?
‘Tanya duty manager aja deh!’
Duty manager mengernyit saat mendengar penjelasan receptionist.
“Tamu atas nama siapa?”
“Atas nama Bapak Liam Alexander Linford.”
“Apa? Mr. Linford kamu bilang?” tanya duty manager dengan mata terbelalak kaget.
“Iya betul, Pak.”
“Kenapa tidak bilang dari tadi!”
Sang receptionist jadi bingung mendengar jawaban duty managernya yang begitu ketus. Perasaan dirinya baru laporan dan langsung memberitahu nama tamunya, tapi kenapa duty managernya jadi kaget begini? Memangnya Mr. Linford itu siapa? Orang yang sangat pentingkah?
Duty manager langsung mengangkat gagang telepon dan menghubungi bagian pengawasan, tidak berani membuang waktu sedikitpun jika berhubungan dengan pria yang berasal dari keluarga Linford, atau dirinya bisa dipecat begitu saja!
Liam menunggu dengan tidak sabar, sudah hampir dua puluh menit tapi rekaman CCTV yang dimintanya masih belum muncul! Kenapa lama sekali?! Liam baru saja akan kembali menelepon bagian receptionist saat bel kamarnya berbunyi. Tergesa, Liam membuka pintu kamar dan menemukan dua orang pria dengan jas rapi berdiri tegap di depan pintu kamarnya dan bersikap begitu hormat padanya.
“Selamat malam, Mr. Linford. Maaf karena membuat anda menunggu lama. Ini adalah rekaman CCTV yang anda inginkan,” ucap duty manager sopan sambil memperlihatkan sebuah laptop yang sudah dicolok flashdisk.
“Thank you.”
“Apa anda memerlukan bantuan kami untuk mengecek apa yang anda cari, Mr. Linford?”
“Ya, tentu saja.”
Liam melebarkan pintu kamarnya, membiarkan dua orang karyawan hotel tersebut masuk dan duduk di dalam ruang tamu.
“Kalau boleh tau siapa yang ingin anda cari, Mr. Linford?”
“Gadis yang mengetuk pintu kamar saya sekitar jam 9 malam.”
“Baik.”
Ruangan begitu hening, hanya terdengar suara keyboard laptop yang beradu dengan jari jemari. Sekian menit berlalu membuat Liam semakin tidak sabar.
“Apakah yang anda maksud adalah wanita ini?”
Liam menajamkan penglihatannya dan mengangguk cepat.
“Ya, betul! Saya mencari wanita itu. Perbesar gambarnya dan cetak secepatnya. Saya akan meminta asisten saya untuk mencarinya besok.”
Liam melihat jelas tanda tanya yang tercetak di wajah karyawan hotel.
“Ponselnya tertinggal jadi saya ingin mengembalikannya,” jelas Liam sambil tangannya menggoyangkan ponsel Bianca yang memang masih dipegangnya sejak tadi. Liam tidak ingin membuat orang asing berspekulasi aneh hingga menimbulkan gossip.
“Ah, baiklah, kami mengerti. Saya akan mencetaknya dan langsung memberikannya kepada anda hari ini juga.”
“Thank you! Saya harap kalian berdua bisa menutup mulut rapat-rapat.”
Nada suara Liam terdengar santai namun tetap mengandung ancaman terselubung hingga kedua karyawan itu mengangguk cepat. Paham sepenuhnya akan maksud tersembunyi dari ucapan Liam.
“Tentu saja kami akan tutup mulut dan tidak akan memberitahu siapapun mengenai masalah ini, Mr. Linford!” tegas sang duty manager, tidak berani mempertaruhkan pekerjaannya sendiri hanya karena sebuah gossip!
“Good! Kalian tau sendiri akibatnya jika saya mendengar gossip aneh yang berhubungan dengan masalah ini!”
“Baik, Mr. Linford. Kami berani pastikan kalau hal itu tidak akan terjadi.”
Liam tersenyum puas mendengar janji tersebut.
“Baiklah kalian berdua bisa kembali bekerja. Saya tunggu hasil cetak dari gambar tadi!”
“Baik, Mr. Linford. Kami permisi dulu.”
Liam tersenyum kecil, yakin kalau mencari Bianca bukanlah hal yang sulit untuknya. Dirinya memiliki koneksi yang begitu luas, jadi jika hanya mencari seorang wanita pasti akan mudah!
Liam kembali menelusuri ponsel Bianca, rasa penasarannya memuncak setelah pria yang bernama Evan tadi menghubungi ponsel ini berulang kali.
“Ada hubungan apa antara Bianca dengan Evan?”
Dan karena tidak bisa menahan rasa penasarannya jadi Liam membuka aplikasi chat di ponsel Bianca dan membaca setiap chat yang ada. Liam mendengus kesal saat menyadari kalau Bianca dan pria yang bernama Evan itu selalu berkirim chat setiap hari, tanpa terkecuali. Bahkan riwayat panggilan teleponnya pun selalu ada nama Evan! Dan lebih sering pria itu yang menghubungi Bianca lebih dulu.
“Apakah Evan kekasihnya?” gumam Liam.
Dan perasaan Liam merasa terusik saat memikirkan kemungkinan itu. Dan lebih terusik lagi saat otaknya yang biasa cerdas masih belum dapat mengingat wanita itu, padahal Liam yakin kalau sebelum hari ini, sebelum Bianca mengabaikan Liam, mereka sudah pernah bertemu tapi entah dimana! Liam yakin itu karena wajah Bianca tampak begitu familiar untuknya.
“Ahh sudahlah, tidak penting! Untuk apa aku memikirkan wanita sialan yang sudah menolakku!” kesal Liam.
Namun meski berkata seperti itu, hatinya tetap merasa penasaran hingga membuatnya tidak bisa tidur semalam suntuk, hanya karena seorang wanita yang bernama Bianca!