PART 02

288 Words
WILLIAM.      Gadis itu ada disana, berdiri tepat dibawahku. Tumbuh sehat, menjadi perempuan  yang sangat cantik. Tigabelas tahun, selama itulah aku menunggu  hingga  dia  benar-benar  siap.      " Jadi  dia  orangnya?" bisik  suara khas  pria  dari  sebelahku.      Aku mengangguk. Manik mataku hanya terfokus pada sosok perempuan bertubuh mungil berlekuk, dengan  rambut  panjang  bergelombang  mencapai  punggung. Dia baru saja memeluk diri sendiri, setelah mendongak ke tempatku berdiri. Beruntung aku cepat menghindar.      " Dia cantik banget,seksi  pula.Pantesan aja kamu bertingkah seperti patung batu bertahun-tahun ini,ternyata menunggu  perempuan  itu" kekeh  orang  disampingku  keras.      " Jaga mulutmu Andrew!" bentakku  kesal. Tak suka  caranya  menyebut wanitaku."Nagita berbeda dari perempuan-perempuan di luar sana yang pernah kamu temui" kataku ketus. Rahangku mengeras. Tanganku  mencengkram  pinggiran  besi  berpelitur  terlalu keras  hingga  buku-buku  jariku memutih.      "Yah, tentu aja dia berbeda. Dia kan wanita pilihanmu. Woman  Contramande. Atau lebih tepatnya William Contramande wife. Is that  right?" Andrew Abraham sedang menggodaku. Dia  memang  seorang  pelawak  dan  hobinya  mengerjaiku.      Aku menoleh dan menatap sahabat baikku itu tajam. “Jangan pernah menyentuhnya, dia milikku. Jika itu sampai terjadi, hanya Tuhan yang tahu apa yang bisa kulakukan terhadapmu" ancamku  sungguh-sungguh. Lalu  aku  beranjak  meninggalkannya.     Raut muka Andrew  berubah  serius. " Seriously, I  am the  last  friend  you  ever  had" pekiknya  setengah  jengkel.      Mengacuhkan teriakannya, aku terus berjalan turun hingga bertemu wanita berdarah campuran yang masih cantik meski usianya sudah setengah baya, memakai balutan kebaya merah.       “Kamu  benar-benar  mau melakukannya  Willy?" tanya wanita itu kepadaku. Suaranya  lembut, menenangkan.       " Ya" kataku  mantab.      " Harus  dengan  cara  ini?" tanya Budhe Rima.Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran.      " Hanya ini satu-satunya  cara  yang  bisa  memancingnya  datang  padaku" kataku. Sambil membetulkan pinggiran jas abu-abuku.      " Bagaimana  kalau nantinya  Gita malah membencimu?" tanya  Budhe, masih  tetap saja  cemas.      " Budhe" kuletakkan kedua tanganku lembut  di  atas  bahunya. "Aku adalah putra seorang Junas Contramande. Artinya  apapun  yang  kulakukan harus sesuai  adat  darah  penduluku"      " Tapi Ayahmu tidak memakai ancaman untuk mendapatkan Ibumu" dengus Budhe  kesal.       " Ya. Dan itu berakhir dengan Papi menghajar selusin pemuda yang berusaha merebut Mami dari  tangannya. Apa  Budhe  mau  aku  seperti  itu" suaraku  sedikit melembut.      Budhe Rima mendesah panjang. "Sesukamu sajalah Nak. Sebagai Orang Tua aku hanya bisa menasehatimu"      Mataku mengucapkan  terima  kasih  atas  kebaikannya. " Aku  tahu  Budhe, dan  terima kasih untuk  segalanya"       " Nagita memang malaikat yang dikirim Tuhan untuk seluruh penghuni Panti  ini" jawab Budhe disertai  mimik wajah  berseri.      " Sayangnya, sekarang  aku  sudah  tak  mau membagi  si malaikat dengan siapapun lagi" kataku. Membuat  raut muka  Budhe  Rima  kembali  jengkel.      " Baiklah, kapan aku bisa memulainya?" tanya  Budhe  dengan  wajah  dilipat.       Kutatap lekat-lekat  iris mata coklat milik Budhe, warna mata yang juga diturunkan kepada semua generasi  Contramande. Tanpa  berkedip, aku menjawab pertanyaan beliau.       " SEKARANG"  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD