PART 01.
“ Cinta yang sesungguhnya harusnya membuat kita menjadi lebih benar, bukan sebaliknya”
******
NAGITA
" Kok pada belum tidur sih?" tanyaku. Pada sekumpulan anak kecil yang sedang asyik bermain di halaman bunga, samping rumah. "Sekarang kan sudah jam 20.00 W.I.B? Ayo tidur sana, ntar diculik wewe gombel loh" rayuku.
" Males ah Mbak" celetuk Ryan. Penghuni Panti yang berbadan paling besar, paling tua di antara teman-temannya." Masa jam segini kita disuruh tidur sih, lagian hantu zaman sekarang mana ada yang serem. Kalo kanalikluknya aja sama cakepnya kayak Jupe "
Ucapan Ryan barusan membuat teman-temannya, adik-adikku sesama penghuni Panti, tertawa terpingkal-pingkal, tak terkecuali aku.
" Memangnya kanalikluk itu apaan sih?" tanyaku penasaran.
"Mbak Gita beneran nggak tau?" tanya Lia, si mungil secantik malaikat dalam cerita dongeng dan masih berusia enam tahun, balik bertanya. Kedua bola mata hitam cantiknya melebar kaget.
" Tidak" aku menggeleng pelan.
Tawa ketujuh anak kecil di depanku meledak. Bersama-sama mereka menjawabku. " Kanalikluk itu KUNTILANAKKKK...." teriakan mereka seperti paduan suara.
" Ihihihihihihih.............."
Mendadak, terdengar suara cekikikan nyaring yang bisa membuat bulu kudukku merinding. Sepertinya berasal dari deretan pohon mangga raksasa diujung kanan taman. Refleks, aku dan Ryan yang tadinya berjongkok segera berdiri. Secara mengejutkan sesuatu berwarna putih melesat cepat di depan kami.
Ryan dan anak-anak menyadari pertama kali, spontan mereka menjerit kencang, meneriakkan kata-kata seperti ‘HANTUUUU’. Lalu berlari tunggang langgang masuk ke dalam rumah Panti. Aku nyaris melakukan hal yang sama dengan adik-adikku, andai saja aku tidak melihat sebuah benda menarik perhatianku di bagian bawah kakinya.
Mr.Popo ( Pocong) dihadapanku bergerak cepat, melompat –lompat sambil terus tertawa sok mengerikan. Aku berjalan ke arahnya, tanganku terjulur meraih kunciran diatas kepalanya lalu melucuti bagian atas kain kafan Tuan Pocong KW ini.
" Nah ya, ketahuan kamu. DANANGGGGGGGGGGGGGG...................." teriakku. Menjewer telinga pemuda yang berpura-pura menyamar sebagai Pocong di depanku ini.
" Ampun...ampun mbah...eh mbakkk...ampunnn...." dia memekik, meringis kesakitan.
" Kamu tuh ya, umur sudah kepala dua tapi kelakuan kayak anak TK nol besar sajaaa" ceramahku.Tepat di dekat lubang telinga Danang. Biar kapok dia.
" Ampunnn Git....soriiiiii....tapi kalau tidak begini, anak-anak tak bakal masuk ke rumahrumah kan" kata Danang.
Aku terdiam. Dia benar juga.
Melepaskan jeweranku,aku pun menjawab. " Ya sudah, kali ini kamu kumaafkan tapi lain Kali awas ya iseng lagi seperti itu. Cara kamu tidak benar tuh, untung adik-adik kita tak terkena serangan jantung.
" Iya deh, ampun my princess. Maapin Danang yah cakep....senyum dong, ntar cantiknya hilang lagi" celetuk Danang, merayu memegang daguku.
"Apaan sih pegang-pegang" kutepis tangan Danang. Lalu dengan kesal memutar tubuh, berjalan menuju ke arah rumah induk.
Dibelakangku, Danang terdengar tertawa sampai puas. Memberengut, aku mengindahkan panggilannya kepadaku dan terus berjalan.
Langkahku mencapai jalanan pemisah antara rumah asrama dengan induk, ketika merasakan hawa dingin asing menerpa tengkukku. Aku menengadah memandang atas. Sekelebat, aku menangkap bayangan pada balkon lantai dua rumah induk. Seperti ada seseorang atau sesuatu tengah menatap tajam ke arahku.
Bulu halusku seketika berdiri semua, perasaan tidak nyaman menyelimutiku seketika. Disana terlihat kosong, sepi serta gelap.
Menyebalkan, gara-gara Danang jadi ketakutan sendiri.
Memeluk badan, aku mempercepat langkah memasuki rumah induk dan tidak mau menoleh lagi ke belakang.
Meskipun ada suara semirip Chris Martin sekalipun. Memanggilku.