Gastric Cancer

1007 Words
Jauh di sana, di belahan bumi yang lain. Di salah satu daratan di Benua Eropa, tepatnya di negara Inggris, kota London. Gadis itu terlihat lelah. Syal, coat, dan rambutnya terlihat cukup berantakan, meski nyatanya hal itu tak mengurangi kecantikannya. Banyak sekali tugas yang harus diselesaikannya sebelum liburan panjang, ia ingin segera menyelesaikan semuanya. Ia tidak mau bila harus mengulang tugas lagi nanti. Makanya ia ingin mengerjakan semuanya sebaik dan secepat mungkin. Supaya waktu liburannya tidak terpotong hanya untuk mengerjakan tugas yang belum tuntas. Ia sudah telanjur merindukan keluarganya. Terlebih lagi adik tercintanya. Setiap kali memikirkan adiknya itu, ia tak pernah bisa tenang. Apakah ia sudah makan, apakah ia sudah minum obat, apakah ia baik - baik saja? London di malam hari dingin sekali. Suhu hampir mencapai minus tujuh derajat celcius. Luna nama gadis itu. Gadis berperawakan model dengan wajah yang sangat cantik, juga otak yang cerdas. Ia ingin meraih dan menggapai mimpinya menjadi arsitek ternama. Ia harus cepat lulus, bekerja, dan mendapatkan uang. Setidaknya bila ia sudah bisa menghasilkan uang sendiri, hidupnya akan lebih leluasa tanpa harus merasa membebani orang lain. Luna tersenyum mengingat saat itu. ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ Tiga tahun yang lalu. Luna begitu senang karena berhasil mendapatkan beasiswa yang diinginkannya. Ia dengan percaya diri melafalkan pidatonya, sebagai lulusan terbaik. Dan di sana, di salah satu bangku hadirin, ada Theo yang menatapnya dengan penuh rasa bangga. Malam harinya Luna terus memikirkan masalah ini. Ia bimbang. Sebenarnya selain mendapat beasiswa ke London, ia juga mendapatkan beberapa beasiswa prestasi lain. Ia dibebaskan memilih universitas lokal mana pun yang diinginkannya. Dan berhak bersekolah gratis sampai lulus. Luna dikejutkan dengan suara pintu yang terbuka. Theo. Anak itu segera menyusul Luna berbaring di ranjang. "Lagi mikirin apa?" tanya Theo. "Kayaknya gue mau kuliah di sini aja," jawab Luna tanpa menatap adiknya itu. "Apa?" Theo terkejut sekali mendengarnya. "Iya. Gue mau kuliah di sini aja." Luna tersenyum pada sang adik. Namun tak sesuai dugaannya, Theo justru terlihat marah. Theo terlihat kecewa. "Kenapa reaksi lo gitu?" Luna nampak kebingungan. Theo bangun dari posisi berbaringnya. Ia menjawab pertanyaan Luna tanpa menatapnya sama sekali. "Kalo lo berubah pikiran karena gue, gue bersumpah bakal benci lo sampai mati." Luna mengikuti adiknya duduk. Ia meraih wajah adiknya dengan kedua telapak tangan. Menghadapkan wajah mereka hingga cukup dekat. "Ini keputusan gue. Dan bukan karena lo." "Anak kecil aja tahu lo lagi bohong." Theo menyingkirkan tangan sang kakak dari wajahnya. Ia memilih membuang muka dari Luna lagi. "Bukankah ini mimpi lo sejak lama? Bahkan lo jarang tidur selama bersekolah tiga tahun, hanya buat dapet nilai terbaik. Jangan karena diagnosa gue minggu lalu, lo ngorbanin mimpi lo sendiri." Tubuh Luna bergetar hebat. Ia menangis. Dan nyatanya semua yang Theo katakan itu benar. Ini semua karena diagnosa itu. Adiknya Theo sedang sakit. Gastric Cancer — Kanker Lambung. "Lo boleh benci sama gue! Tapi gue tetep nggak mau berangkat." Luna bersikeras. "Tapi gimana sama mimpi lo?" Theo menatap Luna. Menghapus air mata kakaknya pelan. "Bukannya lo sendiri yang bilang. Lulusan Oxford akan jauh lebih dihargai. Dan lebih diakui. Akan dikontrak perusahaan ternama sehingga lo bakal dapet pamor dan gaji yang besar. Sehingga lo bisa beli rumah lo sendiri, buat Papa. Apa lo lupa?" Tangisan Luna semakin hebat. "Tapi gimana sama lo?" "Lo nggak percaya sama gue? Gue udah besar. Gue bisa bertanggung jawab dengan keadaan gue sendiri." "Gimana kalo lo tiba - tiba sakit? Gue nggak bisa biarin lo kesakitan sendirian." "Jangan gitu! Pergi lah. Lo punya kehidupan lo sendiri. Mau sampai kapan lo ngorbanin hidup lo demi gue? Udah cukup selama ini." "Theo ...." "Gue nggak mau denger alasan lo lagi. Bunuh aja gue! Karena gue hanya jadi beban lo." "Theo jangan ngomong gitu!" Luna memeluk Theo dari samping. Membiarkan air matanya tumpah. Theo memutar tubuhnya dan ia balas memeluk kakaknya. Tuhan menakdirkan hidup mereka berada dalam keadaan yang tanggung. Terjebak dalam kekayaan yang sejatinya bukan milik mereka. Dianggap sempurna oleh orang lain, padahal kenyataannya jauh dari itu. Mereka selalu bersama menghadapi segalanya selama ini. Namun, tetap akan tiba saatnya mereka memiliki kehidupan masing - masing. Dan akhirnya malam itu, Luna memutuskan untuk pergi meraih mimpinya. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Luna tersenyum mengingat kenangan - kenangan bersama adiknya itu. Ia menghapus setitik air matanya. Ia begitu merindukan Theo. Demi mimpi dan masa depan mereka, ia mau tak mau harus tega meninggalkannya. Meninggalkan adiknya dalam keadaan sakit, tanpa ada satu orang pun yang tahu. Luna tahu Theo anak yang patuh. Luna selalu berpesan agar Theo dapat menjaga dirinya sendiri. Dan ia minta tolong pada Ifan tentang apapun yang dikeluhkan Theo. Hasilnya sejauh ini kondisi Theo bisa diatasi dengan baik. Meski pun keadaannya semakin lama juga semakin memburuk. Setelah mandi dan ganti baju, Luna akhirnya bisa istirahat sejenak. Ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang asrama. Ia meraih ponselnya di nakas, menyalakannya. Seharian ia sama sekali tak membuka ponsel karena konsentrasi dengan semua urusan kampus. Ada sebuah SMS dari adiknya. Luna tersenyum dibuatnya. Ia sempat khawatir karena Theo tak membalas email - nya yang dikirim tiga hari yang lalu. Padahal biasanya Theo akan langsung membalas apa pun pesan yang ditulisnya. Ia takut terjadi apa - apa pada Theo. Luna buru - buru membuka SMS itu. Dan nyatanya pesan itu bukan dari adiknya. Melainkan dari orang lain yang menggunakan ponsel adiknya, untuk menghubunginya. 'Maaf karena lancang menggunakan ponsel Theo. Saya Yulia, teman Theo. Saya cuman ingin memberitahukan bahwa saat ini Theo sedang dirawat di rumah sakit. Tadi saya sudah mencoba menelepon Kakak. Tapi nomor Kakak tidak aktif. Saya juga sudah menghubungi keluarga yang lain, sayangnya belum ada tanggapan.' Luna yang tadinya ingin santai barang sejenak, segera mengurungkan niatnya. Ia bangun lagi dari ranjangnya. Mengaktifkan internetnya. Mengecek email masuk hari ini. Pesannya untuk Theo masih belum dibalas, dan ada sebuah email dari Ifan. Pasti rekam medis terbaru Theo. Luna segera membukanya. Terdapat lampiran scan kondisi terbaru Theo, beserta penjelasan detailnya. Luna mengacak rambutnya frustrasi. Sepertinya ia harus memajukan jadwal kepulangannya.  ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ -- T B C --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD