Sebuah Realita

1015 Words
Chico dan Yulia masih tidak habis pikir. Mereka masih dalam taraf 'shock' yang sedikit berlebihan. Untung saja Guru Pembina sudah pulang karena istrinya menelepon berkali - kali. Bila beliau masih ada di sini, Theo bisa kena masalah. "Kita tadi nggak salah denger, kan? Bocah itu suka pada istri orang? Dia bener - bener gila!" Chico kembali melantunkan kalimat yang sama. Mereka tadi memang me - loud speaker obrolan dengan orang yang mengaku sebagai suami si 'Nona', yang terus - terusan bicara dengan nada ketus. Dan mereka bisa menyimpulkan sendiri bahwa ini adalah hubungan cinta segitiga yang cukup rumit. Ah baik lah ... rumit sekali. "Jika itu benar, maka gue punya alasan buat hilang feeling sama Theo dengan cepat. Kalau ternyata seleranya adalah tante - tante, gue bisa apa?" pasrah Yulia. Suara derap langkah terdengar. Yulia dan Chico otomatis menengok. Seorang lelaki dewasa yang menggendong balita datang, diikuti wanita berambut panjang. Yulia menebak ini adalah orang yang diteleponnya tadi. Ia langsung berdiri dan menghampiri mereka. Chico mengikutinya. "Apa anda ...." "Iya." Belum selesai Yulia bicara si suami sudah menyela, lagi - lagi dengan dengan sangat ketus. Yulia menelan ludahnya. Pandangan Yulia lalu terfokus pada wanita di belakang lelaki itu. Cantik. Tapi sudah punya suami. Dan lagi. Itu sudah ada anaknya. "Dia di dalem." Chico mempersilakan mereka. Mereka akhirnya masuk bersama. Theo masih tertidur dengan damainya. Alila bertanya - tanya tentang apa yang terjadi sebenarnya? Tidak tahu kenapa Theo malah berakhir di sini, padahal semalam ia bilang kondisinya sudah mendingan. "Kak Theo masih sakit?" Suara Dio. Mendadak suaranya itu menjadi pusat perhatian. Chico dan Yulia terlihat saling bersenggolan. Bahkan anak itu sudah mengenal Theo. Ini sungguh surprise yang sebenar - benarnya. "Apa kata dokternya?" "Kata dokter tadi dia akan tidur cukup lama. Tapi akan baikan setelah bangun." Chico menjelaskan. "Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Alila. Ia duduk di pinggiran ranjang. Terlihat khawatir sekali. Ia memandang prihatin pada Theo yang terbaring di hadapannya. Kulit Theo memang berwarna putih pucat, tapi tak pernah sepucat ini. Yulia menjelaskan semua yang terjadi tadi. Alila lemas mendengarnya. Jo pun begitu. Jo hanya sekadar tahu dari pemeriksaan luar yang dilakukannya kemarin, bahwa Theo punya masalah dengan lambung. Tapi jika sampai muntah darah dan pingsan, pasti ada sesuatu yang lebih serius. "Sayang, aku akan bicara dengan dokternya." Ia menyerahkan Dio pada Alila. Sang istri mengangguk. Alila segera memeluk Dio dan mengecup keningnya. Dio yang seakan tahu kekhawatiran mommy - nya, membalas pelukan ibunya dengan erat. ~~~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~ Jo berjalan menuju ruangan yang dicarinya. Setelah mengikuti petunjuk dari perawat yang ditanyainya tadi, akhirnya ruangan itu ketemu. Ruangan besar berwarna serba putih ini berisi sejumlah dokter. Beberapa dari mereka sudah dikenal oleh Jo. Mereka saling bertegur sapa. "Lo lagi nggak ada kerjaan?" tanya salah seorang dari mereka. "Mulai sekarang gue emang minta libur di hari Sabtu," jawabnya. "Ifan mana?" "Itu!" Dokter itu menunjuk seseorang yang sedang duduk tenang di bangku paling ujung. Sedang membaca dokumen di mejanya dengan serius. "Terima kasih," ucap Jo. Ia beringsut cepat menghampiri Ifan. "Sibuk banget kayanya!" sapa Jo. Dokter super tinggi itu akhirnya mengalihkan perhatian dari dokumen di tangannya. "Jo! Sejak kapan di sini?" "Barusan. Lo lagi konsentrasi ngapain, sih? Sampai nggak sadar ada tamu nyelonong masuk." Jo basa - basi sembari duduk di hadapan Ifan. "Biasa, lagi periksa dokumen pasien. Gue harus cepet ngirim ini ke Inggris habis ini." "Inggris? Pasien lo berobat jarak jauh?" "Bukan. Pasiennya ada di sini tapi kakaknya ada di sana. Dia mantau kondisi adiknya dari jauh." Jo mengangguk mengerti. Merasa cukup basa-basi, Jo segera mengutarakan maksud sebenarnya dari kedatangannya. "Ngomong - ngomong, bener lo yang nanganin pasien bernama Theo?" Ifan seketika mengangkat kepalanya. Serius menghadap pada Jo. "Lo kenal Theo?" "Ceritanya sedikit panjang. Dan iya gue kenal dia. Apa yang terjadi dengannya?" Ifan terlihat berpikir. Antara ingin memberitahukan kondisi Theo pada Jo sebagai sesama dokter, apalagi Jo juga sudah mengenal Theo. Tapi ia juga sudah berjanji untuk tidak membicarakan perihal kondisi Theo pada orang lain. Setelah menimbang cukup lama, Ifan memutuskan untuk memberitahu. Jo mungkin bisa menjadi perwakilan kakak Theo yang berada jauh di sana. Dan juga perwakilan keluarganya yang terlampau sibuk. "Gue nggak tahu seberapa deket kalian, tapi gue bakal kasih tahu lo. Sebagai sesama dokter dan sebagai orang yang kenal sama dia." Ifan menatap mata Jo. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusannya ini benar. Demi kebaikan Theo juga. "Lihat dokumen ini. Ini milik Theo!" Ifan memberikan dokumen yang sedang diperiksanya dengan sangat serius tadi. Jo menerimanya dan mulai membaca. Isinya adalah rekam medis milik Theo. Jo membaca tiap detil tulisan yang ada di sana. Memastikan bahwa yang dilihatnya tidak salah. Ia bahkan membaca sangat lambat. Untuk meyakinkan dirinya bahwa tulisan yang dibacanya ini benar, dan tak ada yang terlewat. "Dia udah berada di tingkat ini?" Ifan mengangguk. "Makanya gue mau cepet ngirim data itu ke Luna. Dia harus cepet tahu kondisi terbaru Theo." "Keluarganya di sini nggak ada yang tahu tentang penyakitnya?" Gelengan Ifan menjawab segalanya. Membuat Jo semakin keheranan. "Sejak kapan kakaknya tahu penyakit Theo?" "Sejak tiga tahun lalu kurang lebih." "Kakaknya kuliah di Inggris sejak kapan?" "Beberapa minggu setelah diagnosa Theo keluar." "Kakaknya tahu adiknya sakit parah, dan ia satu-satunya orang yang tahu, tapi malah meninggalkannya?" Jo tidak habis pikir. "Hey ... Jangan menilai sepihak seperti itu! Mereka sudah melalui banyak masa sulit sebelum keberangkatan Luna. Luna pun tak ingin meninggalkan Theo waktu itu. Theo sendiri yang memaksa kakaknya pergi." "b******n sialan!" Umpatan Jo keluar dengan lancar. Ia sebenarnya tak ingin mengatakan itu. Hanya saja situasi memaksa mulutnya secara otomatis mengucapkannya. Membuat Ifan cukup terkejut. Bukan reaksi yang diduganya dari seorang Jo yang biasanya selalu adem. Bahkan beberapa dokter di sana ikut terkejut dibuatnya. "Emangnya apa hubungan lo sama dia?" Ifan mulai ragu. Apa ia salah sudah memberitahukan perihal ini pada Jo? "Gue harus ngomong sama istri gue. Masalah hubungan gue sama dia ...." Jo terlihat kebingungan. "Aish ... nanti aja gue jelasin." "Tapi Jo ...." Ifan hendak bicara lebih banyak. Sayangnya Jo sudah pergi dan menghilang dari ruangan ini.  ~~~ I Love You Tante - Sheilanda Khoirunnisa ~~~ -- T B C --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD