2

1264 Words
Namun itu tidak berlaku dengan Arga sang CEO. Dia begitu tidak suka dengan OG yang sok tahu seperti Zanna karena menurutnya, orang seperti itu, hanya akan menyusahkan. Seperti sekarang ini. Arga memijat kening setelah sang OG Pergi. Dia sudah mulai lelah, karena pekerjaan yang masih menumpuk di depannya. Dengan malas, Arga menyuruh Boy sang asisten untuk datang ke ruangan. “Maaf, Pak,” hanya itu yang Boy ucapkan sambil menatap Arga ketika dia sudah ada di depan Arga sang bos. “Buatkan saya kopi. Dan ingat, JANGAN SURUH OG YANG TADI!” ucap Arga yang terlihat geram. Boy sang asisten cukup terkejut. Pasalnya baru kali ini dia melihat tatapan Tuannya yang cukup mengerikan ketika merasa tidak suka pada seseorang. Apalagi itu OG yang dia suruh langsung. “BOY!” suara Arga terdengar semakin dingin ketika melihat Boy malah terdiam. “Ba, baik, Pak,” ucap Boy sambil berlalu pergi tanpa berani bertanya apa-apa lagi. Arga menyandarkan kepala di kursi kebesarannya. Pekerjaan ini sungguh melelahkan. Pantas saja papah begitu gencar menyuruhnya untuk segera menggantikan posisinya di sini. Ternyata pekerjaan ini cukup menguras pikiran dan emosi. Jadi wajar saja sang papah yang sudah tua ingin istirahat karena sudah tidak muda lagi. “Ini kopinya, Pak.” Ucap Boy sambil meletakan cangkir kopi yang barusan dibawa. Tanpa bicara dan curiga, Arga mengambil dan meminum kopi itu. Walau pun sedikit manis, tapi bisa di bilang lumayan, dari pada yang tadi OG itu buat. “Lain kali, jangan suruh OG sembarangan untuk membuatkan saya kopi. Kecuali kamu ada pekerjaan yang lebih penting, barulah kamu suruh OG.” Ucap Arga sedikit kesal dengan apa yang asistennya lakukan. “Baik, Pak.” Boy kembali terdiam. Dia tidak berani membantah apa pun yang bosnya inginkan. “Sekarang kamu bisa keluar!" ucap Arga sambil kembali pada pekerjaannya. “Oh iya, Boy, katakan saya sibuk pada semua, jadi tidak ada yang boleh mengganggu saya saat ini.” Arga kembali memberi perintah kepada asistennya. Boy yang hendak membuka pintu membalikkan badan dan hanya mengangguk tanda dia mengerti. Setelah itu dia benar-benar pergi. Setelah itu, Arga kembali fokus pada berkas-berkas yang masih menumpuk, meminta untuk segera di selesaikan. Walau pun lelah, tapi sekarang, ini sudah menjadi tanggung jawabnya. Waktu berjalan begitu cepat, sampai tidak terasa waktu pulang pun tiba dengan sendirinya. Arga yang sudah tidak betah di kantor, langsung saja segera berbenah dan akhirnya berjalan untuk pulang. Arga terdiam di pintu lift yang tidak tahu mengapa masih belum juga terbuka. Padahal dia sudah ingin cepat duduk dan pergi dari sana karena sapaan semua karyawan yang cukup mengganggu telinganya. Namun bukan karena sapaan yang membuat Arga kesal, tapi karena ada embel-embel yang sedikit menjengkelkan yaitu di tambahkan sapaan genit yang cukup membuat dia merasa merasa mual. Seperti, "kapan aku bisa memegang pipi dan tubuh kekarnya,yaaa!" itulah yang mengganggu Arga. Malahan cara mereka mengatakannya dan cara mereka memandang yang semakin membuat Arga ingin segera pergi. “Selamat sore, Pak Arga.” Ucap seorang karyawan sambil mengedipkan mata dan posisi tubuh aga condong ke depan sampai terlihat bulatan b****g sampai tercetak garis celana dalamnya juga jangan lupa, gundukan kembarnya pun terlihat menggantung. Melihat itu, Arga bukannya senang, tapi dia di buat gerah dan jengkel. Apakah seperti ini perusahaan yang ayah pimpin, membebaskan semua karyawan berbuat seenaknya. Ting! Suara pintu lift terbuka. Arga dengan cepat masuk dan menekan tombol ke lantai bawah untuk pulang dan pergi, di susul Boy di belakang. “Huuuh ... Boy, apa kamu sudah lama bekerja dengan Tuan besar?” ucap Arga tanpa melihat atau menatap lawan bicaranya yang sejak tadi ada di samping sambil membawa tas untuk ikut pulang ke rumah. “Kalau tidak salah, sudah mau 2 tahun ini, Pak,” ucap Boy sambil menatap Arga yang hanya diam kaku. “Apa karyawan di sini ...” Arga menggaruk pelipisnya, “Kamu melihatnya, kan. Maksud saya apa yang tadi mereka lakukan?” Arga membalikkan tubuh dan menatap Boy yang terlihat menyunggingkan senyum. “Iya, Pak. Saya tahu dan melihatnya,” Ucap Boy sambil mengangguk. “Apaaa, Tuan besar tidak pernah memperingatkan mereka?” Arga mengerutkan kening. “Jujur, semua itu membuat saya muak melihatnya,” Ucap Arga dengan serius. “Yang saya tahu, Tuan besar jarang mempermasalahkan itu. Karena beliau ingin membuat suasana kantor seperti rumah. Malahan, beliau pernah datang hanya dengan memakai baju tidur karena beliau takut kesiangan ketika akan rapat kantor yang cukup penting," Boy menjelaskan sambil mengingat bagaimana akhirnya peristiwa itu. “Jadi, sampai sekarang semua karyawan mencontohnya? mereka bilang itu salah satu Fashion yang cukup unik dan harus di coba," Ucap Boy sedikit geli memang. Tapi mau bagaimana lagi. Sedangkan Arga menggaruk pelipis. Dia tahu dan masih ingat kejadian itu, karena pada saat itu, dialah yang mengantarkan sang papah pergi ke kantor dengan masih menggunakan baju tidur. “Ya ampun, Pah! Papah kenapa tidak mandi dulu. Itu lagi, masa ke kantor pakai itu?" ucap Arga sambil menatap sang papah dengan geleng-geleng kepala karena tidak percaya dengan yang papahnya lakukan. “Sudahlah Gaaa, cepat antara Papah ke kantor, ini sudah siang. Papah tidak mau membuat orang lain menunggu.” “Tapi-kan, Pah__” “Sudah-sudah, jangan bicara lagi. Cepat antara papah, kasihan dia, ini sudah kesiangan,” ucap Mamah sambil mencium bibir sang Papah tanpa sungkan di depan Arga. “Kamu tidak akan tahu bagaimana susah dan sibuknya rapat. Makanya, Papah selalu meminta kamu untuk ikut rapat walau hanya satu kali.” Itulah ucapan sang Papah yang Arga ingat. Dan saat ini, akhirnya dia tahu apa yang menyebabkan Papahnya selalu ingin buru-buru pergi ketika ingin rapat. Dulu, Arga pikir menjadi seorang CEO tidaklah susah karena melakukan rapat pun pasti akan di bantu sekretaris. Tapi, nyatanya, itu tidak benar adanya karena dia pun harus benar-benar memastikan semua berjalan dengan lancar seperti apa yang telah di rencanakan. Sehingga dia pun harus ikut lembur dan memastikan semua benar-benar terlaksana dan dia pun mengerti materi yang akan mereka rapatkan. Sehingga rapat berjalan dengan semestinya. Ting! Suara pintu lift terbuka dan menyadarkan Arga dari lamunan. Akhirnya Arga bisa keluar dan pulang. “Maaf, Pak. Apa hari ini saya perlu menyiapkan camilan untuk__” “Ya. Saya perlu itu, tapi sebelumnya buatkan makan untuk sekarang.” Ucap Arga dengan menyandarkan kepala di jok dan menutup mata. Boy mengangguk, dan langsung membawa mobil untuk pulang ke rumah sang bos. Tidak lama, mobil yang di bawa Boy sudah sampai di tempat tujuan. Arga langsung masuk rumah dan pergi ke kamar untuk bersih-bersih. Setelah itu kembali ke bawah untuk menyantap makan yang sudah Boy siapkan. “Kalau tidak ada yang di perlukan, saya pergi ke luar dulu, Pak. Untuk membeli apa yang tadi Bapak mau.” Arga hanya mengangguk. Selepas Boy pergi, Arga kembali pada makanannya dan setelah habis, dia langsung masuk ke ruang kerja. Untuk membereskan pekerjaan yang hanya sedikit lagi, sebelum dia pergi tidur. Sebelum duduk, dia selalu memastikan kalau ruangannya sudah rapi dan bersih karena kalau tidak, alerginya akan kambuh karena merasa tempatnya tidak bersih. Setelah semua itu dirasa bersih, dia langsung saja bekerja menyelesaikan apa yang harus di selesaikan. Tok-tok-tok. Pintu di ketuk dan tidak lama Boy masuk dengan membawa apa yang Arga minta. “Pak, ini camilan yang Anda minta,” ucap Boy sambil tetap berdiri karena dia tahu kalau sang bos tengah bekerja. “Simpan di tempatnya,” ucap Arga sambil berkutat dengan pekerjaan yang belum selesai itu. Setelah selesai, Boy langsung undur diri, tapi sebelumnya dia memastikan kalau sang bos tidak memerlukan apa-apa lagi sebelum dia pergi pulang. “Kamu bisa pulang sekang. Semuanya sudah selesai. Tapi ingat, jangan lupa besok, kamu harus sedikit pagi datang kemari.” Boy mengangguk dan undur diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD