CHAPTER 1

1218 Words
"Mati kau!" "Pergi! Aku tak mengharapkan dirimu!" "Pembawa sial! Terkutuk lah kau!" "Mommy... Mommy... Jangan pergi..." "b******n tengik! Anak sialan, kau membuatku menderita!" "Mommy! Tidak, jangan bunuh aku— AHHH!" Mata itu terbuka seketika dengan tubuh yang dipenuhi oleh keringat. Napasnya tersengal-sengal ketika mimpi itu datang lagi. Netra coklatnya melirik ke arah jam digital yang masih menunjukkan pukul dua pagi dan ini sudah ketiga kalinya dia terbangun karena mimpi buruk. Ia mengusap wajahnya yang basah oleh keringat lalu ia beranjak dari atas ranjang untuk menghirup angin malam yang dingin menusuk kulit. Pria itu membuka pintu balkon, ia mendekati pagar pembatas lalu mencengkramnya erat. Rahangnya mengeras dengan urat-urat di leher yang mulai bermunculan. Mimpi itu lagi. Mimpi di mana ia mendapati keengganan ibunya atas dirinya. Dia tidak dicintai, tidak pernah mendapat apa itu kasih sayang sang ibu. Namun... "s**t!" Ia mengumpat lalu tangannya memukul pagar besi itu beberapa kali hingga buku jarinya terlihat memerah. Matanya memejam erat, berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri agar tidak termakan oleh mimpi sialan itu. "Stefan?" Panggilan halus dari dalam kamar membuat Stefan menoleh. Ia sebenarnya malas menanggapi wanita cantik itu, tapi mau bagaimana lagi? Perempuan yang sedang berdiri di pintu balkon dengan memakai kemeja hitam miliknya itu adalah calon istri yang sudah dipilihkan untuknya. Ini bukan sekedar pernikahan biasa, ayah angkatnya memang menyiapkan pernikahan ini sebagai bentuk kerja sama antar relasi gelap mereka. "Tidurlah, Elina." "Aku tidak bisa tidur, kau mimpi lagi?" "Tidur saat ku bilang tidur, El. Kau mau mati?" Perempuan itu menggeleng lemah lalu ia dengan terpaksa kembali ke dalam kamar untuk melanjutkan tidurnya. Selama ini ia tidak ingin membuat Stefan marah karena dia tahu kalau Stefan adalah orang yang kejam. Pernah dulu ia mendengar kalau pria yang akan menikahinya itu membunuh tiga orang pelayan sekaligus karena tidak becus mengurusi urusan rumah. Betapa mengerikannya itu, bukan? Stefan duduk di kursi malas lalu ia menatap dalam ke atas langit tak berbintang itu. Selamanya ia akan terus mengingat peristiwa itu. Peristiwa yang merenggut nyawa ibunya. Tangannya kembali terkepal, apa urusannya? Ibunya tak menginginkannya, bukan? Stefan kembali memejamkan mata, kali ini tidurnya tidak terganggu dan ia bersyukur karena tidak ada mimpi sialan itu lagi yang menghantuinya malam ini. ... Alaina mengusap wajahnya yang baru saja terbangun dari tidur. Hari ini dia akan pergi ke Swedia, tepatnya untuk bertemu dengan teman lamanya. Banyak hal yang terjadi di dalam rumah ini dan ia merasa kalau sebuah liburan sederhana akan membuatnya menjadi lebih baik. Perempuan muda itu beranjak untuk membersihkan diri di dalam kamar mandi lalu selepas itu ia mulai menyiapkan segala keperluannya untuk berangkat ke Swedia nanti siang. Ditengah kesibukannya melipat baju, ibunya masuk ke dalam kamar dan menatapnya aneh. "Ada apa ini?" "Mom, aku mau berangkat. Ada urusan." Sarah menatapnya bingung,"Kau mau pergi kemana memangnya, nak?" Alaina meliriknya sebentar lalu ia kembali menyusun pakaian ke dalam koper. "Mom, ku mohon... Aku hanya pergi ke acara pernikahan temanku di Swedia. Hanya untuk beberapa hari saja." "Apa ayahmu sudah tahu?" Tanyanya lagi dan Alaina hanya mendengus kecil. Ayahnya harus dibujuk dulu baru bisa diberi izin. "Iya, nanti aku beritahu." Tepat setelah itu, pintu kamarnya dibuka. Seorang pelayan masuk dan mengatakan kalau Aaron datang mencari Sarah. Wanita tua itu pun akhirnya keluar dan membiarkan Alaina sibuk dengan urusannya. Perempuan muda itu bernapas lega. Ia mengingat kembali semua barang-barangnya lalu tersenyum puas saat tidak ada yang ketinggalan. Drtt! Drtt! Ponsel Alaina yang ada di tengah ranjang berbunyi. Perempuan itu melirik nama yang muncul di depan layar lalu senyum manisnya muncul. "Halo, Elina?!" "Hai, Al. Apa kabarmu? Hari ini jadi, kan?" "Aku baik. Tentu saja! Aku sudah bersiap-siap dan nanti siang aku berangkat." "Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar senang bisa bertemu denganmu. Nanti aku kenalkan kau dengan calon suamiku, ya? Beruntunglah karena dia mau menemaniku." "Iya, ya sudah kalau begitu... Sampai jumpa!" Alaina menyimpan kembali ponselnya. Ia menatap tak sabar pada jarum jam yang masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Ia akan berangkat di jam dua— menemui Elina dan calon suaminya. Elina tiba-tiba menghubunginya pekan lalu dan berkata kalau dia tertarik dengan desain gaun yang Alaina buat dan berharap kalau Alaina mau membuatkan gaun pengantin untuknya. Tentu saja Alaina tidak akan menolak. Di samping karena ini pekerjaannya, dia juga rindu dengan teman lamanya itu. Hitung-hitung reuni lah. Gadis itu lantas mendudukkan diri di pinggir ranjang sembari memainkan ponselnya untuk mencari sebuah nama. Elina mengatakan kalau nama calon suaminya itu Stefan Roswell dan mungkin ia bisa mencari tahu sedikit tentang pria itu, bukan? Dahinya berkerut saat tak muncul apapun di dalam internet. Elina berkata kalau Stefan adalah pengusaha, tapi kenapa profilnya tidak bisa Alaina temukan di internet? "Aneh... Apa kekasih Elina ini seorang introvert?" ... Stefan mematikan rokok yang ada di tangannya ketika salah seorang bawahannya datang membawa informasi. "Ini, Tuan Roswell. Saya sudah mengumpulkan data beberapa orang yang terlibat dalam pemalsuan pengiriman narkoba beberapa hari yang lalu." "Siapa mereka?" Pria dengan rambut perak itu menunduk,"Suruhan dari musuh Anda, Tuan. Roger Fransisco." Stefan memejamkan mata elangnya. Sudut bibirnya melengkung— menciptakan sebuah seringaian jahat yang seringkali muncul tiap kali dia akan beraksi. "Si t***l itu lagi rupanya. Biarkan dia bermain dengan kebodohannya itu. Aku akan menanganinya sendiri nanti, setelah kepulangan ku dari Swedia." "Apa Tuan ingin saya memata-matai Roger?" Stefan menggeleng,"Tidak. Itu cara kuno, aku akan bermain dengan caraku sendiri." Orang tadi kemudian undur diri. Stefan berdiri dari kursinya lalu ia meraih beberapa kertas yang berisi data-data orang yang mengacaukan pekerjaannya beberapa hari yang lalu. "Dasar bodoh." Pria dengan mata coklat itu keluar dari ruangannya untuk melihat apakah Elina sudah siap dengan keberangkatan mereka hari ini. Beberapa pelayan tampak menunduk penuh hormat padanya bahkan sesekali bergetar takut tatkala pria itu lewat di hadapan mereka. "Stefan, ku dengar kau akan pergi?" Ia menoleh saat merasa dirinya dipanggil. Kakak angkatnya, Harper, tampak tak menyukai keputusannya. "Memangnya kenapa? Tidak ada yang melarang ku juga." "Aku yang melarang mu!" "Kak, dengar... Aku pergi ke Swedia bukan untuk membunuh orang. Aku menemani Elina." Harper melipat tangannya di depan d**a. Matanya menyipit saat mendengar adik angkatnya yang seperti malas menanggapi setiap perkataannya,"Kau tidak tahu, ya? Swedia penuh dengan musuh kita. Kau datang ke sana, itu sama saja dengan bunuh diri." "Oh, ya? Lalu kenapa? Aku harus takut?" "Stefan, kau-" "Berhenti memerintah, kak. Aku menghormatimu sebagai kakak dan ku harap kau pun dapat melakukan hal yang sama walau kita tak punya hubungan darah." Ucapan dingin yang keluar dari bibir Stefan membuat Harper terdiam. Memang, dia adalah orang kedua yang selalu menentang setiap kelakuan Stefan. Jika bukan karena status sebagai kakak angkatnya, mungkin sudah lama Stefan melubangi kepala Harper. Pria itu menemukan Elina di ruang tamu. Gadis muda itu sudah siap dengan koper miliknya dan sepertinya dia baru sudah menelepon seseorang. "El, sebenarnya kau mau menemui siapa?" Elina melirik Stefan dengan senyuman kecil,"Teman lama ku, Stef. Kami sudah lama tak bertemu sejak umurku 11 tahun. Dia seorang perancang busana yang terkenal." "Oh." "Aku sudah siap, kita bisa berangkat sekarang," Kata Elina. Stefan tidak menanggapinya lagi, pria itu memberi kode pada bawahannya untuk membawa koper mereka ke dalam mobil. Penerbangan mereka akan dilakukan secara rahasia mengingat banyak sekali ancaman luar yang bisa kapan saja datang menyerang mereka. Stefan tidak mau membuang peluru hanya untuk membunuh orang, ia ingin berlibur dari acara membunuhnya. TBC A/N : Hai :) Tertarik sama Episode 1 nya? hehe semoga ga terlalu monoton ya. Terima kasih :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD