3

1666 Words
Delapan tahun kemudian Azka melempar laporan keuangan ke lantai. Rendra sang manager accounting tersentak kaget. Namun tidak berani mengatakan apa apa. Tidak akan ada karyawan yang berani berbicara kalau orang nomor satu di perusahaan ini sedang marah "Apa saja kerja kalian, dua minggu yang lalu saya tanya waktu rapat. Kalian bilang keuangan kita siap mengambil alih lahan kosong di lombok itu.  Lalu sekarang setelah saya mengadakan pendekatan dengan mereka kalian kasih laporan begini ke saya? Beri saya alasan yang logis!" "Tiba tiba PT. Dexmaco meminta kita melunasi pembelian spare part sebelumnya pak. Angkanya cukup tinggi tiga koma enam M" "Lalu tanpa lapor ke saya kalian bayar?" "Iya pak." "Siapa yang bertanggung jawab atas pembayaran ini. Kenapa saya tidak tahu?" "Pak Hans pak, Manager Pembelian." "Suruh beliau menghadap saya. Sekarang juga, kalian boleh keluar." Azka menghempaskan tubuhnya di kursi sambil terus memegang kepalanya yang berdenyut. Ya, ia kenal dengan Hans. Ia sudah orang lama di kantor ini. Sering mengambil keputusan tanpa mau melibatkan Azka. Tapi kali ini Azka tidak akan memaafkannya. Ia tahu kejadian sebenarnya sampai uang sebanyak itu harus keluar dari rekening perusahaan. Tak lama orang tersebut sudah mengetuk pintu. "Siang pak Azka" sapa orang tersebut sopan. Azka belum menjawab tapi hanya menatap orang tersebut dengan tajam. "Berapa persen fee yang pak Hans dapat?" "Maaf, saya tidak mengerti maksud pak Azka." Jawab orang itu pura pura bingung. Walau tubuhnya tampak gelisah ia berusaha tenang. "Jangan mengira saya tidak tahu berapa yang bapak dapatkan dari pembayaran kredit itu." "Maaf pak, benar saya tidak tahu yang bapak maksud." "Saya tahu permainan bapak, sampai uang itu bisa keluar tanpa sepengetahuan saya. Sudah berapa lama bapak bekerja disini?" "Hampir dua puluh tahun pak." "Dan fee bapak lebih dari cukup kan?" "Bapak jangan menuduh sembarangan. Saya orang jujur pak, saya bersih. Saya sudah ikut kakek bapak sejak lama" ucap hans membela diri. Seketika Azka mengambil sesuatu dari lacinya. Disana tertera sejumlah uang sebagai bukti  transfer ke rekening hadi. "Jangan tanya dari mana saya dapat bukti itu. Baik, saya menghormati bapak sebagai karyawan lama dan warisan dari kakek saya. Silahkan menghadap ke bagian HRD setelah ini" "Maksud pak Azka?" "Pesangon pak Hans saya rasa sudah cukup untuk biaya hidup setahun ini. Fee yang bapak terima dari dexmaco juga sudah cukup untuk menambahnya. Saya tidak suka pada penghianat. Sekarang silahkan keluar." ujar Azka dengan wajah memerah menahan marah. "Bapak pecat saya?" "Ya." "Bapak tidak tahu saya siapa? Saya sudah mengabdi lebih dari dua puluh tahun pak." "Justru karena saya tahu maka saya tidak mau ada keributan. Silahkan cari pekerjaan di tempat lain." "Awas pak Azka, suatu saat bapak akan tahu akibat dari perbuatan bapak hari ini." pak Hans mengancam Azka. "Saya tunggu saat itu. Kita akan berhadapan  secara gentleman. Saya hanya mau memberi tahu sekali lagi, saya tidak suka pada pengkhianat. Silahkan keluar atau kalau pak Hans tidak mau saya akan panggil satpam." teriak Azka. Segera Hans keluar dari ruangan tersebut. Azka masih berdiri di depan kaca di ruangannya. Ia menatap langit Jakarta yang mendung. Ia sangat tidak suka mengambil keputusan ini. Untuknya karyawan adalah aset berharga. Tapi mengingat Sudah beberapa kali Hans melakukannya, kesabaran  Azka akhirnya habis. Sebelumnya ia sempat ragu mengambil keputusan tersebut. Tapi sore ini ia sudah lega. Paling tidak orang tersebut tidak akan merongrong perusahaan ini lagi. Malam ini ia sendiri yang akan memberikan penjelasan pada ibunya. Azka kembali melirik jam tangannya. Sudah jam empat sore. Ia ingat bahwa jam enam nanti ia harus menonton pertunjukan balet putrinya. Minggu lalu Charlotte sudah naik ke grade one. Ini adalah pentas tahunan bagi murid sekolah balet tersebut. Kebetulan saat ujian putrinya mendapatkan nilai Excellent. Akhirnya Azka membereskan seluruh berkas berkasnya dan meninggalkan kantor. *** Kevin, Amanda, Azka dan Karina menduduki kursi VIP sesuai dengan nomor urut yang tertera dalam undangan. Ditangan Azka sudah ada seperangkat kamera canggih untuk mengabadikan penampilan putrinya nanti. Sementara Karina yang duduk di sebelah sibuk dengan ponselnya. Tak lama acara dimulai dan akhirnya tiba saat kelas Charlotte menunjukan tariannya. Segera Azka berjalan menunduk ke depan panggung agar tidak mengganggu penonton lain. Disana sudah ada beberapa orang tua yang juga akan melakukan hal yang sama. Setelah saling menyapa sebentar akhirnya Azka fokus memotret putrinya. Sang putri beberapa kali tersenyum ke arah sang papa. Dan Azka pun memberikan jempolnya sambil tersenyum bangga. Ketika acara selesai para orang tua dan undangan menunggu putrid-putri mereka di luar hall. Segera Charlotte menghampiri ayahnya. Azkapun langsung memeluk dan memberikan ciuman dikedua belah pioi sang anak. "Selamat sayang papa, tadi nampilnya bagus sekali." "Makasih papa, nanti piala aku taruh di kamar papa ya." "Ok sayang." "Papa, aku cantik gak?" "Wuiih.... cantik sekali anak papa. Iya kan tante." jawab Azka sambil melirik Karina yang sedari tadi tidak dipedulikan Charlotte. Charlotte kembali menyurukan wajahnya di leher sang papa. Akhirnya Azka menurunkannya dan memberi kesempatan pada keluarga dan kekasihnya untuk mengucapkan selamat pada putrinya. "Ayo putri papa mau makan dimana?" "Di KFC aja papa." "Jangan dong Cha, makanan disitu gak baik buat anak-anak." celetuk Karina. "Tapi itu enak tante." protes Charlotte. "Memang enak, tapi gak sehat. Banyak penyedap rasanya. Kita makan di restoran biasa aja ya. Disana juga ada ayam gorengnya." jawab Karina berusaha memberi solusi "Tapi aku pengen KFC tante." jawab Charllote dengan suara merendah "Yang tante karina bilang benar sayang. Kita ke restoran langganan aja ya. Kamu boleh pilih menu sesuka kamu." Charlotte hanya diam dan tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela. Akhirnya mobil mereka tiba di parkiran. "Anak papa mau pesan apa?" "Terserah papa aja." jawab Charlotte tidak semangat. Akhirnya Karina memberi kode agar ia saja yang memesan makanan. Hubungan yang sudah cukup lama itu membuatnya tahu apa saja yang disukai dan tidak disukai Azka dan keluarganya. Akhirnya Charlotte makan dalam diam. Hanya para orang dewasa yang mengobrol. Papanya dan tante Karina serta kedua eyangnya. Dalam perjalanan pulang  Charlotte tertidur disamping Karina. Dengan hati hati karina membersihkan wajah Charlotte dengan s**u pembersih yang aman untuk kulit anak anak. Azka hanya meliriknya sambil tersenyum. Walau kurang disukai  oleh putrinya namun Karina tetap mampu menunjukkan perhatian kepada charlotte. *** Pagi itu ruang makan terasa lengang. Kevin hanya makan bersama Amanda. Karena hari sabtu rumah terasa lengang. Ayahnya dan Tristan  memilih naik gunung dan sudah berangkat tadi malam. Sementara adiknya Dave ke Gym bersama putrinya Charlotte. Di rumah itu hanya Azka dan ibunya yang malas berolah raga. "Mas, ibu boleh tanya?" Tanya Amanda sambil mengoles selai pada roti. "Tanya apa bu?" "Tapi menyangkut Privasi mas Azka?" "Ibu mau nanya tentang hubunganku dengan karina?" Tanya Azka kembali tanpa basa basi. Sang ibu hanya mengangguk. "Hubungan kami baik bu, gak ada masalah." "Maksud ibu, kapan mau diresmikan. Gak enak udah lama banget kalian pacaran." Azka meletakkan rotinya di piring lalu kemudian menjawab. "Aku masih kepikiran Charlotte. Kayaknya dia belum bisa nerima." "Tapi cucu ibu gak ada bilang apa-apa tuh." "Tapi dia kan gak pernah bilang supaya aku nikahin Karina atau minta mama baru kan?" "Ya kamu dong yang harus kasih penjelasan sama anakmu supaya dia tahu kalau kamu butuh pendamping. Bilang ke Karina juga supaya meluangkan waktunya untuk putrimu." "Sudah sih, berapa kali kami jalan bertiga. Tapi ya itu, Charlotte menjauh. Kalau ditanya cuma jawab iya dan tidak." "Apa sih kira kira  yang buat Charlotte kurang suka sama pacar kamu ya mas?" "Yang aku lihat, Karina itu disiplin bu. Baik soal waktu, makanan dan banyak lagi. Nah Charlotte kan masih sangat kecil. Belum biasa mungkin dengan gaya hidup Karina. Seperti kemarin Charllote minta ke KFC. Karina lebih memilih ke restoran langganan yang sudah jelas kebersihan dan menu sehatnya. Ibu bisa lihat wajah cucu ibu kan. Aku sih nyaman dengan kebiasaan hidup sehat Karin. Tapi anakku belum." "Karin sudah pernah menyinggung pernikahan ke kamu?" "Secara langsung sih belum. Tapi beberapa kali menghadiri pesta pernikahan bersama. Dia bilang kalau menikah nanti dia maunya konsepnya seperti ini dan itu.  Tapi gak yang minta dinikahin juga." "Sudah kode lho itu mas." "Mungkin ya bu. Nanti aku coba bicara dulu dengan Charlotte." "Oh iya kemana dia?" "Ikut Dave ke gym. Katanya sekalian mau langsung berenang." "Kamu?" "Mau keluar sama Karin bu. Udah janji semalam. Mumpung dia lagi gak ada kerjaan." "Oh ya udah, hati-hati mas sekalian dijaga karinnya. Masih anak orang itu." Amanda mengingatkan Azka. "Tenang bu, aku pake pengaman kok." jawab Azka  sambil tertawa, yang langsung mendapat lemparan tissue dari ibunya. *** Apartemen Karina Azka menggulingkan tubuhnya ke samping tubuh indah sang kekasih sambil melepaskan pengaman dan membuangnya sembarang ke lantai "Jorok banget sih Ka, buang di kamar mandi kek." "Kan biar kamu ada kerjaan sayang" jawab Azka menggoda. Karina langsung bangkit dan membuang pengaman  ke kamar mandi. Sementara Azka menikmati tubuh indah tanpa busana itu berjalan di depannya. Karina memprotes cara memandang Azka. "Ngapain sih kamu lihat aku kayak gitu?" "Aku cuma lagi bayangin. Berapa juta laki-laki yang ingin melihat pemandangan dihadapanku malam ini. Dan aku beruntung karena aku yang bisa melihat sekaligus merasakannya." "Ngaco kamu Ka." jawab Karina sambil melemparkan bantal ke wajah kekasihnya. Namun akhirnya ia tetap jatuh kepelukan sang kekasih. "Sayang," tanya Azka "Hmm." "Aku pengen nanya sesuatu boleh?" Pertanyaan Azka dibalas anggukan oleh Karina. "Kita menikah yuk." "Kok kamu nanyanya gitu, tumben. Ada apa sih?" "Enggak apa-apa. Hubungan kita kan udah lama juga." "Memangnya orang pacaran harus buru-buru menikah?" "Ya enggak sih, tapi kan lebih enak kalau ada status. Kita tinggal di Indonesia sayang." "Biarin aja orang ngomong apa. Gak usah peduli." "Tadi ibu Tanya kelanjutan hubungan kita waktu sarapan di rumah." "Trus kamu jawab apa?" Tanya Karina lagi sambil mempermainkan jari Azka. "Aku mau nanya kamu dulu. Kan kamu tahu kalau aku sudah siap menikah." "Aku juga pengen sih, tapi kita tunggu kontrakku selesai ya, gak lama lagi kok tinggal delapan bulan." "Kontrak yang mana?" "Yang shampoo. Aku kan Brand Ambassador untuk asia. Dan gak boleh menikah sampai kontrak selesai. Karena jadwal mereka sangat padat." "Ya sudah, aku tunggu sampai kontrak kamu selesai. Tapi habis itu apa kita bisa bicarakan pernikahan."  bisik Azka ditelinga Karina. Perempuan itu mengangguk sambil tersenyum. Lalu mereka berdua memejamkan mata. Menikmati hari yang indah. Karena sangat jarang mereka bisa seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD