4

1433 Words
Charlotte memasuki ruang makan dengan pakaian sekolah lengkap dan tas dipunggung. Ia sudah duduk di kelas dua sekolah dasar sekarang. Dan tengah bersiap-siap untuk sarapan bersama papanya. "Morning papa." sapanya sambil mencium pipi sang ayah yang sedang membaca laporan di ponselnya "Morning my sun." jawab ayahnya sambil membalas ciuman sang putri. "Hari ini kamu mau ngapain  di sekolah?" "Aku mau ikut cooking class pa. Kemarin eyang sudah siapkan apronku." "Oh ya? Anak papa mau jadi chef ya" Charlotte hanya mengangguk sambil tersenyum. "Oh iya, mana buku penghubung kamu? Kemarin papa belum sempat tanda tangan." lanjut Azka. Putrinya langsung membuka tas lalu mengambil buku yang dimaksud ayahnya. Segera Azka meletakkan ponsel dan membaca apa saja yang dilakukan putrinya kemarin di sekolah "Wow, kemarin kamu selesai paling cepat di ulangan matematika ya, dan benar semua?" Putrinya tersenyum lebar. "Hari ini kamu harus bawa apron dan kotak makanan kosong. Ini udah disiapin?" "Aku lupa, kotak makanan kosongnya belum. Kemarin kata miss Celia untuk tempat hasil cup cakeku." Jawab Charlotte sambil berlari menuju dapur. "Hhhmmm.... anak papa pelupa ya." "Eyaaaannng..." teriak Charlotte  sambil berlari menuju dapur "Ya, kenapa anak gadis eyang lari-lari begini?" Sang eyang memperingati cucunya "Minta kotak makanan kosong, buat tempat cup cakeku nanti" Jawab Charlotte dengan nafas terengah-engah. "Kok gak disediain dari sekolah?" Tanya sang nenek heran. "Kata miss Celia bawa sendiri dari rumah eyang, untuk mengurangi sampah." jelas sang cucu. Segera neneknya menyodorkan permintaan cucu kesayanganya. Sambil berlari kembali charlotte menemui sang ayah yang telah mendandatangani buku penghubungnya. "Papa sibuk gak hari ini?" "Hmmm... kayaknya enggak. Kenapa Cha?" "Nanti pulang sekolah aku mau anterin hasil masakanku  ke kantor papa." "Boleh, tapi minta pak Hendra supir kamu untuk telfon papa dulu ya." "Ok papa, kita berangkat yuk. Nanti aku telat." "Ya sudah, pamit sama yang kung dan uti gih." Selesai sarapan Azka dan putrinya pamit untuk  berangkat. Sebelum ke kantor Azka akan mengantar putrinya ke sekolah terlebih dahulu. Ini kebiasaan semenjak putrinya  masuk sekolah. "Cha, papa boleh nanya gak sama Chacha." tanya Azka sambil tetap fokus menyetir "Boleh." "Chacha suka gak sama tante Karina." "Suka." "Cuma suka aja?" "Iya." "Kalau gitu Chacha mau nggak kalau tante Karina jadi mama Chacha." "Enggak." jawab Charlotte sambil menggeleng. "Kenapa?" "Karena aku nggak suka." "Alasannya?" "Tante Karin gak asik, semua dilarang." "Lho papa dan eyang juga suka melarang kan. Terutama kalau yang Chacha lakukan tidak baik." "Tapi tante Karin beda. Pokoknya Chacha gak suka. Kalau papa menikah boleh tapi tante Karin gak boleh jadi mama Chacha. Nanti aku cari sendiri mama buat aku." "Gak bisa begitu, orang yang menikah dengan papa mau gak mau harus menjadi mama Chacha." "Ya sudah terserah papa." "Kalau terserah papa, berarti iya dong." "Iya buat papa, tapi enggak buat Charlotte. Nanti aku tinggal sama eyang aja. Atau sama Grandpa di US." "Chacha gak boleh gitu dong." "Ya papa juga gak boleh gitu." Protes Charlotte dan langsung memalingkan wajahnya. Tidak terasa mereka sudah sampai di sekolah. Tanpa menyambut tangan Azka yang sudah terulur Charlotte keluar dari mobil tanpa pamit. Hal itu biasa dilakukannya kalau sedang ngambek. Azka hanya menarik nafas dalam. Dia sedikit menyesal bertanya tadi. Mungkin ini bukan waktunya. Sebenarnya ia berharap agar putrinya bisa menerima Karina. Tapi ancaman Charlotte tadi membuat Azka juga terkejut. Bahwa putrinya akan memilih tinggal dengan orang tua Cathy. Jelas ia tidak mau itu. Terlebih sudah beberapa kali kakek dan nenek Charlotte dari pihak ibunya meminta agar mereka bergantian mengasuh putrinya. Dikarenakan Cathy juga dulu anak tunggal. Akhirnya Azka meninggalkan gedung sekolah Charlotte dengan sedikit menyesal. Karena sudah membuat putrinya badmood pagi pagi. Sambil terus berpikir bagaimana caranya membujuk Charlotte. Di cooking class Celia memperhatikan semua murid yang sedang mencoba menghias cupcake mereka dengan butter cream. Anak-anak sangat suka bereksperimen dengan warna. Sehingga masing masing dari mereka tampak antusias mencampur warnanya. Dan mereka akan berteriak kegirangan kalau menemukan warna yang baru. Walau semua tergantung pada kreatifitas masing masing. Sebagai guru tugas Celia hanya untuk membuat mereka gembira. Beberapa anak malah   sudah mengotori apron mereka dengan pewarna makanan. Belum lagi yang jahil mencolekkannya ke wajah teman mereka. Tapi siang ini ada satu anak yang terlihat tidak antusias. Charlotte! Murid yang sebelumnya sangat menyukai kelas ini. Ia hanya melihat-lihat pewarna makanan yang ada di depannya tanpa memilih satupun diantaranya. Melihat itu Celia menghampiri "Chacha kenapa? Kok belum diwarnain butter creamnya?" "Aku males miss." "Kok gitu, kan biasanya kamu suka." bujuk Celia. Namun yang ditanya hanya menggeleng. "Coba cerita sama miss, ada apa." "Aku buat juga nanti papa gak akan makan." "Kok gitu?" "Karena tante Karin pacarnya papa pasti ngelarang papa makan cupcake pake butter cream. Katanya gak sehat." jawab Charlotte ketus. "Kalau gitu kamu aja nanti yang makan. Miss tahu kamu suka. Minggu kemarin bekal miss kamu yang habiskan." Ucap Celia sambil tersenyum. "Tapi aku lagi sebel sama papa miss, papa gak pernah belain aku kalau ada tante Karin." "Mungkin menurut papa kamu, tantemu itu benar. Orang dewasa biasanya lebih tahu apa yang terbaik untuk anak-anak." "Tapi kata eyangku, orang dewasa juga gak selalu benar." Celia membelai rambut Charlotte dengan lembut. Tampaknya muridnya ini sedang tidak mood. "Tapi saat ini kita sedang belajar, anak yang pintar harus bisa fokus.  Dan cupcake kamu akan miss nilai setelah ini.  Chacha mau dapat nilai bagus kan? Ayo, kita hias sekarang. Miss percaya hasil kerja kamu pasti paling bagus seperti biasa" bujuk Celia sambil tersenyum. "Mau miss bantu?" Lanjutnya. "Enggak, aku aja. Kalau warna tosca pakai hijau dan biru kan miss?" Jawab Charlotte walau masih tetap tidak bersemangat. "Ya, seperti biasa campur sedikit dulu kalau kurang baru ditambah warnanya ya." jawaban Celia dibalas dengan anggukan oleh Charlotte. Akhirnya Charlotte mengangguk dan mulai mewarnai dan menghias cupcakenya. Sementara Celia beranjak dari situ dan memperhatikan murid-murid yang lain. *** Azka pulang dari kantor ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Segera ia menuju kamar Charlotte. Didapatinya putrinya masih mengerjakan peer dibantu eyang putrinya. "Selamat malam anak papa." sapa Azka sambil mengecup pipi Charlotte. "Malam pa." jawab putrinya tanpa menoleh. "Chacha lagi ngapain?" "Buat peer." "Kok jawabnya gitu sama papa." "Aku lagi males sama papa." "Oh iya, kayaknya tadi pagi ada yang janji lho, mau nganter kue ke kantor papanya. Tapi ditunggu-tunggu kok gak ada yang datang ya eyang." Azka dan ibunya sama sama melirik Charlotte. Namun yang dilirik malah cuek saja pura-pura tidak mendengar. "Ada yang ngambek deh kayaknya." jawab Amanda. "Aku gak ngambek kok yang." "Trus kenapa gak jadi ke kantor papa tadi? Padahal udah papa tunggu lho." tanya Azka. "Sama aja, aku antar juga papa gak akan makan. Kan tante karin bilang papa gak boleh makan yang berlemak. Itu gak sehat." jawab Charlotte sambil menangis. Amanda melirik Azka dengan pandangan tidak mengerti. Sementara Azka terkejut dengan jawaban putrinya. "Cha, gak boleh begitu dong. Papa pasti makan kok. Selama ini juga kan papa selalu makan yang chacha buat." bujuk Azka. "Iya, papa memang makan. Tapi kalau gak ada tante Karin." Jawab Charlotte disela tangisannya. Azka menghembuskan nafasnya dengan kasar. Tidak tahu harus menjawab apa. Karena yang dikatakan putrinya benar. Sementara Amanda memandang putranya dengan tajam. Walau tidak berkomentar apapun, Azka tahu bahwa pandangan itu membutuhkan penjelasan darinya. "Ya udah kalau anak papa masih ngambek, papa mandi dulu ya. Nanti papa kesini lagi." ucap Azka akhirnya. Putrinya hanya diam dan tidak menjawab apa apa. Setelah mandi Azka menuju dapur untuk memgambil cemilan. Dilihatnya sang tengah ibu duduk. "Ada apa sebenarnya mas? Tadi Chacha pulang sekolah mukanya ditekuk gitu. Kamu pulang juga dicuekin sama dia." Azka menghela nafas dalam sebelum akhirnya menjawab "Tadi aku nanyain ke Chacha bagaimana tanggapannya tentang Karin. Dia bilang aku gak boleh nikah sama Karin bu." "Alasannya?" Tanya sang ibu sambil menaikan alisnya. "Dia gak suka karena Karin selalu melarangnya makan ini dan itu." "Minta Karin lakukan pendekatan  lebih intens dong kalau gitu." "Tapi karin kan sibuk bu, gak bisa sering ketemu Chacha." "Ya, kalau dia mau menjadi ibunya Chacha  dia harus mulai meluangkan waktu." terdengar komentar sedikit pedas dari ibunya. "Karin udah janji, selesai kontraknya nanti  kita akan mulai membicarakan pernikahan. Mungkin nanti disitu dia sudah bisa melakukan pendekatan bu." "Maksud ibu bukan tentang pernikahan, tapi tentang kedekatan Karin ke Chacha. Bagaimana Chacha mau dekat kalau setiap ketemu apa yang anak kamu inginkan gak pernah ditanggapi. Seharusnya kan Karina bisa sesekali mengikuti kemauan Chacha." "Nanti lah bu, sekalian. Gak usah buru-buru biar semuanya berjalan alami saja. Ibu kok jadinya gak sabaran gitu." protes Azka dengan nada tidak suka. "Terserah kamu mas. Ibu hanya mengingatkan. Supaya kedepannya rencana kalian bisa berjalan dengan baik. Satu hal lagi jangan pernah menganggap remeh protes Chacha tadi. Kalau kamu tidak mau terjepit diantara keinginan anak dan istrimu nanti." Setelah mengucapkan itu Amanda segera meninggalkan meja makan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD