Rumit Part 1

1599 Words
"Kamu kapan nikahi aku, El?" tanya Ara pada pria berbadan tegap menggunakan jas hitam yang duduk di sampingnya. El menatap Ara. Pria dingin ini sekedar menatap tanpa berucap. Seperti sebelum-sebelumnya. El tidak pernah memberi jawaban pada Ara soal perencanaan pernikahan mereka. Ara bahkan lelah bertanya pada pria itu. Akan tetapi dia butuh kepastian dari El, sehingga dia tidak akan berhenti bertanya sebelum pria tampan yang dia cintai itu menjawabnya. "Sampai kapan kita pacaran terus? Aku capek dengan hubungan kita yang gak jelas ini. Aku butuh kepastian, El," pinta Ara tak sabar lagi menunggu El untuk menikahinya. Dia ingin pria itu menjadikannya seorang istri. Dia sudah merasa cukup lama berpacaran dengan pria yang tertutup itu. Kini sudah saatnya mereka kejenjang yang lebih serius lagi. "Kita sudah berpacaran cukup lama. Sudah 8 tahun lebih El. Apa kamu tidak ingin kita menikah?" tambah wanita cantik, muda, dan berambut lurus panjang sebahu ini. Ara menghela napas berat. Wanita 28 tahun ini jengah dengan hubungan percintaannya yang sudah berjalan 8 tahun tapi dia tidak juga mendapatkan kepastian dari sang kekasih. Padahal dia sudah banyak berkorban untuk pria itu. Bahkan dia sudah memberikan tubuhnya pada El. Rela menghabiskan malam bersama pria itu tapi sampai detik ini juga pria itu tidak menikahinya. El menghela napas berat. "Harus berapa kali aku katakan. Kita tidak perlu menikah," tekan El pada kekasihnya. Ara memilin ujung bajunya. Sorot mata wanita 28 tahun itu berubah sendu dalam seketika. Hatinya bergerimis setelah mendengar ucapan pria itu. Selalu saja pria itu mengatakan mereka tidak perlu menikah. Padahal Ara sangat menginginkan sebuah pernikahan. "Sebenarnya kamu anggap aku ini apa sih? Kenapa tidak mau menikahi aku?" Ara menatap pria 29 tahun itu. Pria yang sudah menjalin kasih dengannya tapi tak pernah berucap ingin menikahinya. Padahal usia mereka sudah matang untuk menjadi suami istri. El melarikan pandangannya. Dia mengepal jemarinya menahan untuk tidak berucap terus terang akan apa yang sebenarnya dia sembunyikan dari kekasihnya selama ini. Dia tidak mau berkata yang sejujurnya karena tidak ingin hubungannya dengan Ara berakhir. "Sudah lama El kita pacaran. Bahkan kamu gak pernah sekalipun mengenalkan aku pada keluarga kamu. Sebenarnya aku ini pacar kamu apa bukan sih? Kita bahkan tinggal bersama tapi kenapa tidak ada sedikitpun niat kamu ingin menikahi aku? Apa kamu hanya mempermainkan aku selama ini? Atau... kamu menyembunyikan sesuatu dari aku?" Napas Ara menggebu-gebu karena emosi dengan pria yang sepertinya tidak benar-benar mencintainya itu. Buktinya pria itu tidak mau menikahinya. Cuma mau menjalin hubungan sebatas pacar. Ara bukan wanita yang mau dibodohi. Meski El memberikan semua apa yang dia inginkan tapi tetap saja dia butuh status pernikahan. "Aku mencintai kamu. Tidak mungkin aku mempermainkan kamu," ucap El meyakinkan Ara. "Tapi kenapa kamu tidak ingin menikahi aku? Kalau emang kamu cinta sama aku, jadiin aku istri kamu. Jangan cuma dijadikan pacar aja. Aku mau kamu jadi suami aku dan kita jadi pasangan yang saling setia. Punya kehidupan yang menyenangkan. Kita juga bisa punya anak untuk menambahkan kebahagian kita." El menghela napas. "Kita tidak perlu menikah, Sayang. Kita kayak gini sudah lebih dari cukup kok. Lagian kita juga sudah seperti suami istri. Aku udah beliin kamu apartemen dan aku juga sering menginap di sini. Jadi apa bedanya kalau kita menikah? Apa lagi yang kurang, semua aku kasih buat kamu." "Jelas berbeda El!" Bentak Ara. "Aku ingin menjadi istri kamu. Aku ingin kita punya hubungan yang lebih serius. Kamu tau kan, aku sebatang kara. Yang aku punya cuma kamu jadi aku ingin hubungan kita benar-benar terikat." Wanita itu meneteskan air matanya. Lagi, dia kecewa dengan balasan kekasihnya. Entah sudah berapa kali dia meminta pria itu untuk menikahinya, namun tidak pernah terlontar kata mengiyakan dari laki-laki itu. Sungguh menyakiti perasaannya. Mana ada wanita yang tidak ingin kepastian dari seorang pria yang ngakunya mencintainya. Wanita itu butuh kepastian. Hubungan tanpa kepastian itu tidak ada artinya. Hanya sia-sia karena tidak ada niatan untuk serius. Sudah 8 tahun hubungan mereka sebatas kekasih bukan suami istri. Walaupun mereka menjalankannya seperti sepasang suami-istri tapi Ara benar-benar ingin sebuah pernikahan dimana dia secara sah menjadi pendamping pria yang sangat dicintainya itu. "Menikah atau tidak, aku tetap mencintai kamu. Gak ada bedanya. Kita saling cinta. Dan aku juga bertanggungjawab atas diri kamu. Walaupun aku gak menikahi kamu tapi aku sudah menganggap kamu bagian dari hidup aku." El mengelus dagu Ara. "Kamu sudah aku anggap istri. Jadi untuk apalagi kita menikah. Tanpa menikah kita bisa tetap sama-sama." Ara menepis tangan El. "Kalau kamu gak ada niat untuk menikahi aku. Lebih baik kita PUTUS!" tegas wanita yang sebelumnya bekerja sebagai wanita penghibur ini, sebelum dia bertemu dengan El Malik. Putra Dirgantara yang terkenal pengusaha kaya raya. Punya cabang perusahaan di mana-mana. Sekaligus pengusaha batu bara. Ara sudah frustasi dengan percintaannya yang tidak menemukan titik terang untuk sebuah ikatan pernikahan dengan pria tajir itu. Ara berdiri dan pergi dari hadapan El. Dia sudah lelah dengan semua ini. Dia capek terus menjalin hubungan yang tidak berujung ini. Dia sudah dewasa dan bukan seperti anak remaja yang tidak masalah dengan ikatan sebatas pacaran. El membiarkan Ara pergi. Sudah sering keributan seperti ini terjadi. Sudah berapa kali Ara memutuskannya tapi wanita itu akan kembali lagi padanya. Ara tidak akan bisa bertahan di kota ini jika tanpa bantunya. Wanita itu akan kembali saat memerlukannya. Jadi dia tidak perlu risau jika Ara bilang kata putus karena hanya 2 atau 3 hari wanita itu akan menarik kembali omongannya. Sebenarnya El juga sudah lelah dengan hubungannya dengan Ara. Tetapi dia masih butuh wanita itu karena meskipun Ara itu hanya sebatas pacar, tapi dia sangat mencintainya. *** El Malik seorang pria pembisnis yang kaya raya. Wajahnya yang tampan menambah kesempurnaan hidup pria itu. Dia pria yang tidak banyak bicara pada orang tertentu termasuk dengan istrinya sendiri. Iya, dia sebenarnya sudah menikah. El pria 29 tahun yang tertutup dengan keluarganya. Dia seorang anak tunggal. Dia tidak dekat dengan kedua orang tuanya karena satu hal yang membuatnya marah besar pada orang tuanya itu. Permasalahan itu dimulai ketika dia diminta untuk menikah muda di saat usianya baru 21 tahun, dan mirisnya lagi dia menikahi wanita yang bukan pilihannya. Perjodohan yang dilakukan orang tuanya membuatnya membenci papa-mamanya. Hingga rasa benci itu semakin membesar saat orang tuanya menginginkan cucu dari hasil pernikahannya dengan Zahra. Wanita kampungan pilihan orang tuanya itu. El terpaksa mengabulkan keinginan orang tuanya demi mendapatkan harta waris. Dia pun berhasil membuat Zahra mengandung hingga anak mereka kini sudah berusia 7 tahun. Jika dia menolak keinginan orang tuanya maka dia akan kehilangan segalanya. Jadi lebih baik dia turuti agar dia mendapatkan semua hak miliknya daripada dia hrus hidup miskin. El sengaja menyembunyikan statusnya pada sang kekasih yang dia cintai. Karena tidak mau Ara kecewa padanya dan tidak mau orang tuanya sampai tahu jika dia berhubungan demgan wanita lain. Dan sampai detik inipun El tetap tidak menaruh rasa pada istrinya. Rasa cintanya masih tersimpan rapi untuk Ara. Cinta pertamanya yang dia temukan di tempat kurang pantas tapi wanita itu baik dan bekerja menjual diri karena fakto kehidupan yang memaksanya untuk menjual diri demi bertahan hidup. El tiba di rumah istrinya. Malam ini dia akan menginap di rumah yang dia tempati bersama Zahra karena Ara sedang marah padanya. Sehingga dia terpaksa pulang ke rumah yang penuh keheningan ini. Dia jarang ke sini, bahkan dalam sebulan hanya sekali saja. Itupun tidak menginap. Jarak antara rumah ini dengan apartemen yang dia tempati bersama Ara sangat jauh. Memakan waktu 10 jam jika menggunkan mobil. Sebab berbeda kota. Ara di Jakarta dan istrinya di Surabaya. Sengaja berjauhan agar rahasianya yang sudah menikah tertutup dengan rapat. "Akhirnya Mas pulang," ucap Zahra sambil tersenyum senang setelah membukakan pintu untuk sang suami yang selalu dia tunggu kehadirannya. Meski pulangnya sang suami ke rumah terbilang sangat langka. Saat Zahra mau bersalaman dengan suaminya, El malah menjauhkan tangannya lalu menyelonong masuk tanpa menyapa, bahkan sapaan berupa senyum pun tidak ada. Dia masuk dengan angkuh. Zahra menahan sakit hatinya, sudah 7 tahun suaminya itu mengabaikannya. Dia berstatus menikah tapi tidak merasakan cinta dari suaminya. Pernikahan mereka harusnya tidak perlu terjadi jika seperti ini. Zahra sudah lelah menjadi istri yang tak berarti bagi pria dingin itu. Tetapi dia tidak bisa melepaskan lelaki itu. Zahra menutup pintu. Dia hampiri suaminya yang duduk di sofa. Pria itu sedang melepaskan sepatunya dan Zahra pun berbiat baik ingin membantu suaminya itu. "Aku bantu Mas," ucap Zahra seraya menyentuh sepatu suaminya. "Tidak usah." El melepaskan sepatunya sendiri. Saat kedua sepatunya sudah lepas dia langsung pergi meninggalkan Zahra. Dia tidak peduli dengan tatapan mata sedih wanita itu. Siapa suruh wanita itu mau menikah dengannya. Jadi terima saja kemalangan jadi istrinya. Zahra menghela napas panjang. Dia berusaha tegar. Dia tidak boleh menangis. Bukankah dia sudah terbiasa hidup bertahun-tahun dengan keadaan yang menyedihkan ini. Memiliki suami tapi terasa tidak memiliki siapapun. Zahra beranjak ke kamar menyusul suaminya. Sampai di kamar dia mendapati suaminya yang duduk di pinggir ranjang sambil memainkan ponsel. Entah pria itu chatingan dengan siapa, dia pun merasa cemburu karena suaminya itu lebih perhatian pada orang yang dichat itu daripada istrinya yang di depannya ini. "Mas, mau aku siapkan air hangat?" "Tidak usah," jawab El tanpa melihat wanita yang bertanya itu. Dia meletakkan ponselnya dan berlalu pergi ke kamar mandi. Zahra mendaratkan bokongnya ke ranjang lalu menghela napas panjangnya. Dia memegangi dadanya. Dia setiap hari selalu mengharapkan suaminya pulang tapi saat pria itu pulang dia juga harus siap sakit hati disetiap detik. "Ya Allah, kuatkanlah hamba mu ini. Jangan buat hampa menyerah ya Allah. Kuatkan lagi hamba untuk menghadapi suami hamba. Aaminn," ucap wanita berhijab ini dengan pakaian yang serba tertutup dan longgar. Tidak ada sela aurat yang terbuka kecuali wajah dan tangannya. Kaki saja berbalut dengan kaos kaki berwarna cokelat. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD