19. Mayat di sungai Thames

2195 Words
Tiga hari kemudian, Adriel masih belum menemukan salinan formula paradium yang diinginkan oleh penculik ibunya. Hatinya sudah mulai resah. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Ibunya. Hari sudah mulai menjelang malam belum ada kabar dari kepolisian. Malam itu Adriel tidak bisa tidur dan baru bisa tidur saat menjelang subuh. Pagi-pagi sekali Bernard dan Arthur saat mereka berada di markas The Valkryies mendapat kabar dari seorang nelayan dan penduduk yang tinggal di dekat sungai Thames, mereka mengatakan ada mayat di sana. Kabar itu disampaikan oleh salah satu anggota The Valkryies bernama Stephen Nutter. Mereka kemudian segera bergegas ke sana. Sesampainya di sungai Thames, Bernard dan dua orang polisi menaiki sebuah perahu untuk mengambil mayat yang mengambang di tengah sungai. Sungai Thames masih diselimuti oleh kabut tipis. Si pendayung menembus kabut dan Bernard merapatkan mantelnya, karena cuaca dingin di pagi hari, bahkan langit belum menampakan sinar matahari. Kedua tangannya disusupkan dalam-dalam ke saku mantel, sementara matanya mencari-cari dengan gelisah keberadaan mayat itu. Sungai terlihat memendarkan cahaya dari lampu-lampu minyak di sepanjang sisi sungai. Empat kapal berukuran kecil mengantarkan para penumpang menyeberangi sungai Thames. Ombak yang menampar-nampar di sepanjang tanggul sungai menciprati wajah Bernard. Hawa dingin kembali menyelinap ke dalam tubuhnya. Rambut pirangnya yang telah di sisir rapih kembali berantakan tertiup oleh angin. Di sampingnya ada salah satu rekannya, Stephen yang sejak dari tadi fokus mencari keberadaan mayat itu. Lelaki itu seakan tidak peduli dengan hawa dingin yang menusuk-nusuk. "Di mana mayatnya? Kita sudah mencarinya sejak tadi, tapi belum berhasil menemukannya,"kata Stephen yang terlihat tidak sabaran. "Kita akan segera menemukannya,"jawab Bernard. Bernard merogoh jam saku di saku mantelnya dan jam sudah menunjukkan hampir jam 5 pagi. Langit mulai merekah merah dan sebentar lagi sang mentari akan menampakkan dirinya. Tiba-tiba perahu seperti menabrak sesuatu keempat penumpang di dalamnya hampir terjatuh. "Apa itu?"tanya Stephen. Bernard dan si pendayung berusaha mencari benda apa yang sudah ditabraknya. Mereka terpekik kaget saat melihat sesosok tubuh mengambang dengan telentang. Sosok tubuh itu segera mereka tarik dan ternyata itu seorang wanita. Wajahnya tertutup oleh rambutnya. Entah sudah berlama sosok tubuh wanita itu berada di sungai. Bernard sudah terbiasa melihat mayat yang tenggelam di sungai selama ia bekerja sebagai detektif dan polisi. Bernard berjongkok dan menyingkirkan rambut yang menutupi waja wanita itu. Lelaki itu langsung melompat mundur karena terkejut. Ia mengenali wanita itu. "Lady Olivia,"seru Bernard tak percaya. "Apa kamu mengenalnya, Buchanan?"tanya Stephen. "Iya. Wanita ini adalah Lady Olivia, Dowager Duchess of Windsihre." "Maksudmu wanita ini yang diculik oleh The Black Skulls?"bisik Stephen. Bernard mengangguk. "Kita harus segera merapat ke pinggir sungai,"kata salah satu rekan polisi Bernard. Baru saja si pendayung akan mendayung perahunya sampai pinggir sungai ke landasan kapal yang ditambatkan dekat tangga-tangga di pinggir sungai, tiba-tiba Lady Olivia mulai terbatuk-batuk dan memuntahkan air laut, tubuhnya mengejang. Mereka semua berteriak ketakutan. Bernard mendekati sosok tubuh lemah Lady Olivia. "Aku kira dia sudah mati," kata Stephen. Bernard mengangkat kepala wanita itu ke lutut. Rambut panjang yang sudah mulai dipenuhi oleh uban membasahi celana panjangnya. Tubuhnya begitu sangat dingin. "Cepat kita harus segera membawanya ke rumah sakit,"kata Bernard. Si pendayung mendayung perahunya. Mereka tiba di tangga sungai tepat sang Mentari memancarkan cahayanya. Mata Olivia setengah terbuka. "Bertahanlah, my Lady!"kata Bernard. Olivia merintih. Mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tapi ia tidak mampu untuk mengucapkan satu patah kata pun. Lidahnya terlalu kelu dan ia menggigil kedinginan. "Aku akan membawa Anda ke rumah sakit." Para penduduk yang sedang beraktivitas di sana menonton apa yang terjadi. Petugas polisi yang berada di sana segera membubarkan kerumunan penduduk. Bernard menggendong Olivia dan sebelum masuk ke kereta kuda yang sudah menunggunya, ia memerintahkan Stephen memberitahu Adriel. Stephen memberhentikan salah satu kereta kuda yang lewat di depannya untuk mengantarkannya ke kediaman Adriel. *** Stephen yang sudah sampai di kastil Boswell segera turun dari kereta kuda dan menyuruh kusir untuk menunggunya. Ia mengatakan kalau ia tidak akan lama. Kedatangannya disambut oleh kepala pelayan dan Stephen segera memberitahu maksud dan tujuannya datang. Kepala pelayan mengantarkannya kepada Adriel yang saat itu sedang berada di ruang kerjanya. "Maaf, Yang Mulia, ada seorang pria ingin menemui Anda?" "Siapa?" "Mr. Stephen Nutter." Adriel mengernyit. Ia tidak pernah mengenal siapa pria itu. "Suruh dia masuk!" Kepala pelayan menyuruh Stephen masuk. Lelaki itu mengangguk, lalu masuk. Pintu menutup di belakangnya. "Selamat pagi!" "Pagi!" "Saya Stephen dari kepolisian London. Kedatangan saya ke sini untuk memberitahu tentang Ibu Anda." Adriel yang sejak dari tadi sibuk menulis di buku catatan besarnya langsung memandang lelaki itu. Jantungnya kembali berdetak kencang. "Apa ada kabar tentang Ibuku?"tanyanya dengan wajah cemas. "Benar." "Apa yang terjadi dengan Ibuku?" "Kami menemukan Ibu Anda mengambang di sungai Thames tadi pagi." Wajah Adriel langsung pucat. Pikiran buruk langsung memenuhi pikirannya.Tubuhnya menjadi lemas. "Ya Tuhan." "Ibu Anda masih hidup. Nyawanya masih bisa diselamatkan." "Benarkah? Sekarang di mana Ibuku?" "Ada di rumah sakit Hillsdale." Tanpa membuang waktu lagi, Adriel segera memakai topi dan sarung tangannya yang telah disiapkan oleh pelayannya di pintu depan. Kereta kudanya pun telah disiapkan. Stephen menaiki kereta kuda yang berbeda, karena ia akan langsung menuju markas rahasia The Valkryies. Selama perjalanan menuju ke sana, hatinya sangat gelisah dan ingin cepat-cepat sampai. Kecemasan Adriel selama ini terbukti benar telah terjadi sesuatu yang buruk pada Ibunya setelah ia tidak bisa memenuhi keinginan penculik itu, tapi ibunya masih dilindungi oleh Tuhan dan ia bersyukur akan hal itu. Kereta kuda yang ditumpangi Adriel berhenti tepat di pintu masuk utama rumah sakit. Ia segera turun dan masuk ke sana. Di lobby rumah sakit, ia bertemu dengan Bernard dan Arthur. Adriel segera mendekati mereka. "Bagaimana keadaan Ibuku?" "Ibumu baik-baik saja,"jawab Arthur. Adriel bernapas dengan lega. "Apa aku bisa melihatnya?" "Tentu. Saya akan mengantar Anda,"jawab Bernard. Mereka berdua meninggalkan Arthur di Lobby. *** Rosabella dan dan beberapa pelayan dapur lainnya sedang membuat selai strawberry dan lemon. Gadis itu menaruh beberapa botol selai di dalam keranjang untuk di kirim ke kastil Boswell sekaligus ia ingin melihat keadaan Adriel. Rosabella menyuruh pelayannya untuk menyiapkan kereta kuda. Gadis itu memutuskan pergi sendirian ke sana, meskipun tadi Rowenda menawarkan diri untuk mengantarkannya. "Hati-hati di jalan, my Lady!"kata Rowenda. Rosabella mengangguk, lalu masuk ke dalam kereta kuda. Setelah menempuh perjalanan kurang dari lima belas menit, Rosabella tiba di kastil Boswell. "Selamat siang, Jonah!" "Selamat siang, my Lady! Saya tidak menyangka Anda akan datang ke sini." "Aku ke sini untuk memberikan selai-selai ini." Rosabella menyerahkan keranjangnya kepada Jonah. "Aku baru saja membuatnya." "Terima kasih pasti Lord Adriel akan suka." "Aku juga datang ke sini untuk menemuinya." "Sayang sekali Lord Adriel sedang pergi ke rumah sakit." "Apa dia sakit?" "Tidak. Ibunya telah ditemukan di sungai Thames dan mereka membawanya ke sana." "Baiklah. Nanti aku akan datang lagi ke sini." Rosabella pulang dan kembali menaiki kereta kudanya. *** Di rumah sakit, Adriel sangat senang bisa bertemu dengan ibunya lagi. Ia memeluknya dan menangis. Rasa cemas yang ia rasakan seakan menguap begitu saja melihat keadaan ibunya baik-baik saja. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"tanya Adriel sambil mengenggam jari-jari ibunya yang kurus. Olivia kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah ia diculik di estat Hallbrook. Sementara Bernard mencatatnya dibuku kecilnya yang selalu dibawanya. "Setelah aku diculik, aku tersadar disebuah kamar. Aku tidak tahu di mana aku berada, bahkan aku tidak pernah berbicara dengan orang yang sudah menculikku. Selama beberapa hari ini mereka mengurungku di kamar. Saat itu aku tidak tahu apa yang mereka inginkan dariku dan kenapa mereka menculikku. Dua orang pria datang ke kamar dan aku tidak tahu apa yang mereka lakukan kepadaku, karena aku tiba-tiba kehilangan kesadaran dan saat aku tersadar aku sudah berada di atas perahu." "Kami menemukan anda terombang-ambing disungai, tapi syukurlah Anda masih bisa selamat,"kata Bernard. "Kenapa mereka menculikku?" "Kami sedang menyelidiki hal ini,"kata Bernard. "Yang terpenting Ibu baik-baik saja sekarang,"kata Adriel. "Aku ingin pulang. Lebih baik aku dirawat di rumah saja." "Baiklah. Aku akan bicara dengan dokter dulu." Adriel dan Bernard keluar kamar dan menemui Dr. Lansbury, dokter keluarganya yang juga bekerja di rumah sakit Hillsdale. "Karena Ibumu baik-baik saja. Dia bisa pulang,"kata dr. Lansbury. "Terima kasih." Adriel membawa pulang ibunya saat itu juga dan sesampainya di kastil kedatangan mereka disambut oleh Jonah dan Liliana yang baru saja mendengar apa yang terjadi pada Olivia. Adriel menggendongnya dan membawanya ke kamar. Lelaki itu membaringkannya, lalu menyelimutinya. "Kalau ada apa-apa segera panggil aku." "Baik,"jawab Liliana. Sebelum pergi, Adriel mencium kening ibunya. "Beristirahatlah!" Olivia menahan tangan Adriel. "Kamu juga harus berhati-hati. Ibu tidak ingin kamu bernasib sama dengan Ibu." Adriel tersenyum. "Aku akan berhati-hati,"katanya sambil menepuk-nepuk pelan tangan ibunya dan melepaskannya. Adriel kemudian meninggalkan kamar ibunya. Setelah makan siang, ia kembali pergi ke lahan perkebunannya untuk mengawasi para pekerjanya. Saat akan pergi Jonah memberitahukan Adriel tentang kedatangan Rosabella. Lelaki itu nampak bersemangat saat mendengar gadis itu datang ke sini untuk menanyakan keadaannya. Adriel tersenyum dikulum. Adriel memacu kudanya mengelilingi perkebunannya yang sekarang sudah ditanami oleh berbagai macam sayuran, buah-buahan, dan gandum. Ia mencemaskan jika badai akan datang lagi. Adriel pun memerintahkan para budaknya untuk mempersiapkan kemungkinan itu. Saat Adriel tiba dibatas lahan perkebunannya, estat Ridgely semakin nampak jelas. Ia berharap bisa melihat Rosabella dari kejauhan, tapi gadis itu tidak nampak batang hidungnya sedikit pun. Adriel kembali memacu kudanya. *** Rosabella telah berada di depan kastil Boswell. Ia segera datang ke sini saat mendengar kabar Adriel dan ibunya telah pulang. Gadis itu tahu dari salah satu pelayannya yang baru saja kembali dari kastil untuk mrnemui salah satu temannya di sana. Jonah yang membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk. "Aku ingin menemui Lady Olivia." Jonah langsung mengantarkannya ke kamar Olivia. Rosabella membungkukkan badannya dan menyapanya. "Selamat sore!" "Sore! Ini suatu kejutan Anda datang ke sini, Ms. Maxwell." Rosabella berjalan mendekati tempat tidur. "Saya sudah mendengar tentang apa yang terjadi pada Anda, jadi saya segera datang ke sini untuk melihat Anda." "Anda baik sekali." "Saya senang Anda baik-baik saja." "Ini adalah pengalaman terburuk dalam hdupku." "Yang terpenting Anda selamat dan tidak perlu mengingat apa yang sudah terjadi." "Aku ingin melupakan semuanya, tapi tidak bisa. Penculik itu berusaha membunuhku, tapi mereka tidak berhasil. Entah apa yang terjadi kepadaku nanti setelah prnculik itu tahu, aku masih hidup. Mungkin berita tentang diriku akan tersebar besok." "Anda akan baik-baik saja. Mereka tidak akan bisa menyakiti Anda lagi." Lady Olivia tersenyum lemah. "Kamu memang wanita yang baik." "Saya tidak ingin menganggu istirahat Anda lagi. Semoga Anda lekas sembuh. Saya permisi dulu." Olivia mengangguk, lalu Rosabella meninggalkan kamar. Setelah Gadis itu pergi, Olivia berkata kepada Liliana. "Aku menyukai Ms.Maxwell. Bagaimana denganmu?" "Saya juga menyukainya. Dia wanita baik dan lembut." "Semoga Adriel bisa memenangkan hatinya. Aku sudah tidak sabar ingin segera memiliki cucu lagi." Liliana hanya tersenyum. "Sebaiknya Anda kembali beristirahat." *** Adriel terkejut saat melihat Rosabella yang baru saja menuruni tangga. Keduanya saling memandang. Rosabella merasa debaran jantungnya semakin kencang saat melihat lelaki itu. Meskipun jantungnya seperti mau copot, ia berusaha untuk menenangkan dirinya. Rosabella juga melihat bahu Adriel yang terangkat seolah-olah terbebas dari beban berat. Selama beberapa hari ini sudah banyak masalah yang terjadi kepadanya. Senyum senang bermain di sudut mulut Adriel. Wanita yang ia inginkan dan rindukan ada di depannya. Gadis itu menuruni sisa anak tangga. "Aku tidak menyangka kamu ada di sini." "Aku baru saja melihat Ibumu. Aku sudah tahu apa yang terjadi." "Sebaiknya kita bicara di ruang keluarga saja." Rosabella mengikuti Adriel dan lelaki itu mempersilahkannya duduk. "Jadi bagaimana kabarmu?" "Aku baik. Terima kasih,"jawab Rosabella. Seorang pelayan datang membawakan teh dan kue, lalu diletakkannya di atas meja. Rosabella meminumnya dengan tangan sedikit gemetar, karena adriel terus memperhatikannya. Cangkir teh diletakkan lagi di atas nampan. Rosabella menarik napas panjang, lalu menahan napasnya sambil memperhatikan Adriel sesaat. Bahunya yang lebar, perut rata, tinggi, dan nampak berwibawa. Mata biru safirnya membuatnya betah memandangnya selamanya tanpa merasa bosan. Dadanya yang bidang ditutupi oleh kemeja putihnya. Kancing atasnya dibiarkan terbuka memperlihatkan sedikit otot tubuhnya. Celana coklat tua serta sepatu bot hitam mengkilap. Penampilannya tanpa cacat. Adriel selalu berpenampilan sempurna di mana pun ia berada. "Aku senang kamu datang,"kata Adriel. Rosabella menegakkan tubuhnya. "Aku hanya ingin melihat keadaan Ibumu dan kamu saja." "Terima kasih atas perhatianmu." Senyuman tersungging disudut bibirnya. Jam berdentang sebanyak lima kali. Rosabella berdiri. Tak terasa waktu cepat berlalu. "Aku harus segera pulang." "Kita baru saja bicara." "Kita bicara lagi nanti. Sebentar lagi kakekku pulang. Aku sudah harus berada di rumah." Adriel nampak kecewa padahal ia ingin berlama-lama dengan gadis itu. "Aku akan mengantarkanmu sampai depan." Rosabella mengangguk. Mereka sekarang berdiri di depan pintu depan. Adriel menyuruh pelayannya untuk memanggil kusir kereta yang sedang istirahat di dapur. "Terima kasih atas kunjunganmu hari ini, "kata Adriel. Tatapan Adriel tertuju pada bibir merah nan ranum milik gadis itu dan memandangnya berlama-lama. Hasratnya pada gadis itu semakin tumbuh. Ia tidak bisa menolak keinginan untuk melumat dan mencumbu bibirnya. Rosabella yang menyadari sedang diperhatikan terus oleh Adriel, pipinya memanas. Gadis itu merasakan desiran yang tidak dikenalnya merayapi bagian bawah perutnya. Kereta kuda yang ditunggunya sudah datang. Adriel mengantarnya sampai depan pintu kereta. "Sampai jumpa!" "Sampai jumpa!" Adriel membukakan pintu. Sebelum Rosabella masuk, Adriel dengan berani menciumnya membuat gadis itu terkejut dan terpana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD