12. Pencurian dan pembunuhan

1128 Words
"Tidak ada kecuali pelayan bagian kebersihan. Apa ada barang yang hilang?" "Aku tidak tahu. Suruh beberapa pelayan untuk membereskan kamarku." "Baik." Pelayan itu pergi dan Adriel segera mengganti pakaiannya, lalu ia turun ke bawah dan menceritakan kejadian di kamarnya kepada ibunya dan Marcus. "Sebenarnya siapa yang sudah berani mencuri di kamarmu?"tanya Olivia marah. "Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu barang apa saja yang hilang." Olivia naik ke atas menuju kamar Adriel yang sedang dibereskan oleh beberapa pelayan. "Aku rasa pelakunya orang dalam," kata Marcus. Adriel dan Olivia langsung menoleh kepada Marcus. "Coba saja kalian pikirkan bagaimana pencuri itu masuk. Kamar Adriel ada di lantai dua dan cukup tinggi kalau pencuri masuk dan keluar dari jendela ini." Marcus melihat keadaan di luar jendela. "Tidak ada tali untuk memanjat ke sini. Pasti pelakunya orang dalam." "Menurutmu siapa?"tanya Olivia kepada Adriel. "Aku sama sekali tidak ada bayangan siapa." "Setelah ini kita harus menanyai setiap pelayan," kata Olivia kesal. Marcus melihat Liliana, pelayan pribadi Olivia ikut membereskan kamar Adriel. Mata pelayan itu bertemu pandang dengannya. "Apa ada yang hilang?"tanya Marcus. "Sejauh ini tidak ada, Sir." Adriel mengambil kotak perhiasan Alexandra di atas meja rias dan membukanya. Semua perhiasan tidak ada satu pun yang hilang masih utuh. Ia tahu, karena Adriel yang memberikan semua perhiasan itu kepada Alexandra. Ia juga memeriksa kotak perhiasan yang lebih kecil lagi dan tidak ada yang hilang. Adriel tidak menemukan satu pun barang Alexandra yang hilang. Ia merasa lega. Adriel kemudian memeriksa barangnya sendiri dan tidak ada yang hilang. Adriel mulai merasa aneh. Biasanya pencuri akan mengambil barang berharga, tapi tidak ada satu pun barang berharga yang hilang. "Entah apa yang dicari oleh pencuri itu, karena semua barang berharga tidak satu pun yang hilang." "Benarkah?" "Iya Ibu. Sepertinya orang yang masuk ke kamarku mencari sesuatu dan aku tidak tahu apa itu." "Apa ini pertama kalinya?"tanya Marcus. "Iya." "Apa sebaiknya kita lapor polisi saja?"saran Marcus. "Sepertinya tidak perlu, karena tidak ada yang hilang." "Bagaimana kalau pencuri itu datang lagi?" "Yang dikatakan Marcus benar,"kata Olivia. "Baiklah. Besok aku akan memanggil polisi." "Sebaiknya kita makan malam,"kata Olivia. Adriel dan Marcus menyetujui saran Olivia, karena perut mereka sudah lapar. *** Keesokan paginya, Adriel dan Ibunya mengumpulkan semua pelayannya yang berjumlah 50 orang di serambi depan kastilnya. Ia menatap satu persatu pelayannya yang sudah bertahun-tahun bekerja kepadanya dan ia merasa tidak percaya, salah satu diantara mereka adalah yang mencoba mencuri di kamarnya. Para pelayan menunduk dan merasa takut melihat Adriel memasang wajah galak. "Aku ingin jawaban jujur dari kalian. Siapa diantara kalian yang berani mencoba mencuri di kamarku, meskipun saat ini belum ditemukan barang yang hilang, tapi tetap saja ada yang mencoba mencuri sesuatu dari kamarku." Semua pelayan terdiam. Tidak ada seorang pun yang berani menjawab. Setelah beberapa menit tidak ada yang buka suara, seorang pelayan pria yang masih muda mengangkat tangannya. "Iya Gabriel." "Mungkin saja pencurinya berasal dari luar." "Itu tidak mungkin. Pintu masuk ke semua kastil dijaga, jika ada orang yang tidak dikenal masuk akan segera ketahuan." Sebuah kereta kuda berwarna putih masuk ke halaman depan kastil dan berhenti di depan pintu masuk. Marcus keluar dari kereta dan segera menemui Adriel. "Aku datang ke sini, karena ingin tahu siapa pelakunya." "Aku baru saja bertanya kepada para pelayanku, tapi belum ada yang mau mengakuinya." "Oh begitu." Adriel kembali menatap semua pelayannya. Angin yang berhembus membuat rambut coklatnya berantakan. "Aku akan memaafkan pelakunya, jika mau mengakuinya. Aku tidak akan membawanya ke polisi. Jadi apa kalian masih tetap tidak ada yang mau mengaku?" Para pelayan itu masih tetap diam membuat Adriel semakin kesal. Olivia membawa Adriel menjauh. "Ibu yakin mereka tidak akan mau mengaku," bisik Olivia. "Lalu aku harus bagaimana?" "Kamu harus menanyai mereka satu persatu dan memaksa untuk mengakuinya." "Kalau perlu dengan cara kekerasan," tambah Marcus. "Apa?"seru Adriel. "Aku tidak setuju. Aku tidak akan pernah melakukan itu." "Lalu apa yang akan kamu lakukan?"tanya Olivia. "Entahlah. Aku tidak tahu." "Jika kita tidak menemukan pencuri itu, salah satu diantara mereka akan melakukannya lagi." "Ibu memang benar." Jonah muncul dari ruangan lain dan berjalan terburu-buru. Wajahnya sangat cemas dan nampak pucat. "My Lord,"kata Jonah. "Ada apa?" "Sebaiknya Anda ikut dengan saya. Ada yang ingin saya tunjukkan." Adriel, Olivia, dan Marcus saling memandang bergantian. "Saya mohon." "Baiklah,"kata Adriel. Jonah berjalan memimpin di depan mereka menuju area kamar pelayan dan masuk ke salah satu kamar pelayan. Mereka terkejut menemukan seorang tukang kebun tergeletak dengan mulut berbusa. Olivia menjerit tertahan dengan menutup mulutnya. "Itu kan Sage. Tukang kebun yang baru aku pekerjakan satu bulan yang lalu,"ujar Adriel terkejut. Adriel bermaksud untuk mendekatinya, tapi Olivia melarangnya. "Sebaiknya kita panggil polisi saja," ucap Olivia masih memasang tatapan ngeri di wajahnya. "Ibumu benar,"tukas Marcus. "Aku akan memanggil polisi." Marcus meninggalkan kamar dan mata Adriel menangkap sesuatu yang berada dalam genggaman tangan Sage. Ia cepat-cepat mengambilnya. "Adriel,"seru ibunya. Benda yang berada di dalam genggaman tangan Sage adalah selembar kertas. Adriel perlahan membuka kertas itu dan membaca tulisannya. Akulah yang sudah masuk ke kamar Lord Adriel Adriel langsung memberikannya kepada ibunya. Ekspresi wajah terkejut terlihat jelas di wajah Olivia. "Jadi Sage adalah pelakunya, karena dia takut akan ketahuan, akhirnya dia bunuh diri." "Entahlah. Apa Sage bunuh diri atau dibunuh, aku tidak tahu." "Jelas-jelas Sage bunuh diri, karena dia yang sudah mencoba mencuri sesuatu di kamarmu." Adriel menatap mayat Sage yang sudah terbujur kaku. Ia kembali teringat dengan kematian Alexandra dan Jordan, anaknya. Satu- persatu ingatan masa lalu memenuhi kepalanya saling berdesakan. Kematian Sage sama dengan kematian istri dan anaknya. Dipikiran Adriel terlintas ada kemungkinan pelaku yang membunuh Sage adalah orang yang sama yang sudah membunuh Alexandra dan Jordan. "Aku tidak yakin Sage adalah pelakunya." "Kenapa kamu biasa berpikir seperti itu?" "Meskipun Sage baru bekerja denganku satu bulan yang lalu, tapi aku sudah mengenal dia sejak lama. Dia, pria yang baik dan selalu membantuku. Aku tidak percaya kalau dia pelakunya dan Sage bukan tipe orang yang akan mengakhiri hidupnya begitu saja. Ia memiliki semangat hidup yang tinggi meskipun hidupnya selalu dalam kesusahan." "Terserah kamu saja." Olivia meninggalkan kamar pelayan dengan wajah kesal. *** Rosabella melihat kakeknya sedang berbicara dengan seseorang di depan estat, lalu pria itu pergi dengan terburu-buru. Wajah Arthur telihat cemas dan ia terkejut melihat Rosabella berada di depannya. "Apa telah terjadi sesuatu di kastil Boswell?"tanyanya. "Kenapa kamu bisa tahu?" "Aku melihat kakek berbicara dengan Gabriel, salah satu pelayan keluarga Boswell." "Ikut kakek!" Rosabella mengikuti kakeknya menuju ruang kerja dengan langkah terburu-buru. Gaunnya berdesir setiap kakinya melangkah. "Salah satu pekerja yang ada di sana meninggal." "Benarkah?" Arthur bercerita kepada Rosabella apa yang terjadi di kastil Boswell seperti yang dikatakan Gabriel kepadanya. "Jadi tukang kebun itu salah satu orang suruhan The Black Skulls?" "Bisa jadi." "Apa orang itu mencari salinan formula itu?" "Sepertinya begitu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD