"Apa anda punya seseorang untuk dihubungi? Atau ingin pengacara?" Aku menggeleng, karena memang aku tidak punya siapa-siapa untuk dimintai pertolongan. "Baik," ucap pak Polisi dan mengantarku untuk istirahat. Aku pasrah, bukan istirahat yang seharusnya di kasur yang empuk namun aku istirahat di balik jeruji besi. Dingin dan kerasnya lantai ku tiduri. Pertama kalinya aku merasakan dinginnya penjara. Aku takut, Bunda, Bapak, aku takut. Perlahan ku pejamkan mata berharap bangun di esok hari menjadi lebih baik.
"Hei, kau bangun." Pak polisi membangunkanku dengan memukul besi yang berada di dinding penjara. Sudah jam berapa ini? Ah jam delapan pagi. Aku terbangun, dia menyuruhku keluar untuk dimintai keterangan. Polisi menuntunku dengan tangan yang masih diborgol. Aku duduk di depan meja pak polisi.
"Kami sudah melakukan olah TKP, namun dugaan masih mengarah kepada anda. Salah satu bukti kuat yaitu dengan botol ini," polisi menunjuk ke botol ukuran kecil. "Di botol ini hanya memiliki sidik jari anda, sebaiknya anda jujur dan mengaku agar proses berjalan dengan lancar." Apa? Mengaku? Untuk hal yang tidak aku lakukan? Percuma aku menjelaskan panjang lebar, mereka tetap tidak akan percaya padaku.
"Pak, aku baru sampai ke Bandung tadi malam. Dan aku baru pertama kali kesini." Lagi-lagi mereka malah semakin curiga atas kedatanganku yang tiba-tiba. Mereka berasumsi sendiri.
"Apa anda kenal dengan pak Ganda Yudha Pramansya? Apa hubungan anda dengannya?" polisi yang duduk di depanku, memperhatikan dengan sorot mata tajam.
"Aku anaknya," jawabku singkat.
"Mengapa anda datang kesini setelah bertahun-tahun menghilang?"
"Aku kesini untuk memberi kabar bahwa aku naik jabatan di perusahaan di Jakarta. Dan aku tidak menghilang, beliau yang menyuruhku untuk melanjutkan sekolah di luar kota," jawabanku membuat semua polisi diam. Itu pertanyaan terakhir sebelum aku masuk kembali ke dalam ruangan sempit dan gelap itu. Harusnya hari ini adalah hari pertamaku kerja sebagai atasan. Para staf kantor pasti bertanya-tanya kenapa aku tidak masuk. Dan jika pak Budi tahu, dia mungkin akan kecewa padaku. Hancur sudah kepercayaannya yang diberikan padaku.
Beberapa hari ini aku sudah berada di dalam sel, sibuk memikirkan yang terjadi dengan diriku. Sampai aku lupa memikirkan Rara. Ya, jangan dulu, sekarang fokus dengan masalah yang aku hadapi. Aku harus segera menyelesaikannya. Tapi bagaimana?
Kudengar keributan diluar, seorang wanita berteriak kepada salah satu polisi.
"Lepaskan pak Rama, dia tidak bersalah." Begitulah yang aku dengar.
"Siapa anda?" tanya polisi yang keluar mendengar keributan.
"Aku sekretaris pak Rama, Alexa. Boleh aku duduk?" Polisi mempersilahkan wanita cantik itu untuk berbicara.
"Pak Rama tidak bersalah, bukti yang anda katakan adalah bukti lemah. Itu tidak menjamin kalau pak Rama dikatakan tersangka." ucap wanita itu dengan santainya.
"Sidik jari yang menempel di botol itu jelas milik tersangka." kata pak polisi.
"Mungkin pak Rama tidak sengaja memegangnya, karena dia syok melihat pemilik panti dengan kondisi seperti itu. Lagi pula untuk apa pak Rama membeli obat itu. Yang hanya di jual untuk petani dan tidak sembarang orang bisa membeli nya. Dan apa ada saksi yang melihat secara jelas kalau pak Rama memberi obat itu pada pemilik panti?" Lagi-lagi polisi diam.
"Lepaskan pak Rama, aku akan membayar nya sebagai jaminan. Anda polisi seharusnya lebih pintar dan bijak dalam menangani kasus. Mau saya laporkan ke atasan anda atas tuduhan salah tangkap?" Setelah saling berunding dengan polisi lain. Akhirnya lelaki itu dibebaskan.
"Baik, kami akan menyelidiki ulang, tapi kalau terbukti bahwa dia bersalah. Kami tidak segan-segan akan memberinya hukuman berat." Wanita itu mengangguk menyetujui.
Aku yang tidak mendengar apa-apa setelah teriakannya tadi. Sekarang aku di hampiri oleh dua polisi, salah satunya membuka gembok di pintu sel ku. "Anda sekarang bebas." Apa? Aku bebas? Tapi kenapa? Siapa yang membebaskanku? Pikiranku masih dipenuhi pertanyaan. Sampai di depan aku melihat sendiri dan ternyata
"Alexa?" ucapku. Dia menoleh dan tersenyum padaku. Apa alexa yang membebaskanku?
"Pak Rama, maaf aku datang terlambat. Mari pak," ucapnya sopan. Aku masih bingung dengan suasana ini mencoba mengikuti kemana arah nya wanita itu. Aku bebas? Siapa wanita itu.
Kami berdua duduk di bangku taman masih area kantor polisi.
"Kelihatannya pak Rama tidak baik-baik saja," ucapnya yang memperhatikanku dengan pakaian lusuh yang belum diganti, rambut lepek. Bahkan badan pun sepertinya mulai sedikit kurus, karena memang selama didalam aku tidak napsu makan. Apalagi melihat kantung mata di wajahku, kelihatan kalau aku tidak tidur dengan baik. Aku hanya tersenyum mengiyakan.
"Maaf aku baru kesini, saat bapak tidak masuk, aku menghandle pekerjaan bapak. Hari kedua tidak masuk juga, mencoba menelpon tapi tidak aktif. Aku ingat bapak bilang akan ke Yayasan di Bandung. Dan aku mencari Bapak sampai disini." Dia menjelaskan panjang lebar. Mencari tahu semua informasi di panti, dan akhirnya bisa sampai kesini.
"Maaf." Itu yang bisa ku ucapkan.
"Kenapa minta maaf? Aku percaya bapak tidak melakukan itu." wanita itu lagi-lagi tersenyum.
"Maaf aku bukan lagi atasanmu, aku mungkin sudah dikeluarkan dari perusahaan." Aku sekarang hanyalah seorang pengangguran.
"Aku akan membantu mengembalikan nama baik Bapak. Dan mencari pelaku sebenarnya." Aku merasa lega ada orang lain selain Bunda yang percaya padaku.
"Tapi jangan panggil Bapak, panggil saja Rama." Wanita itu tersenyum. Aku masih penasaran dengannya. Pasalnya aku baru pertama kali bertemu dengannya. Dan sekarang dia malah membantuku.
"Maaf Alexa, bukannya aku meragukanmu, tapi mengapa kamu mau menolongku." Wanita cantik itu menoleh.
"Rama tahu pak Ganda? Dia atasanku," ucapnya yang membuat aku sedikit kaget. Dia melanjutkan kalimatnya. "Sebelum denganmu, aku bekerja di salah satu kantornya. Bisa dibilang aku orang kepercayaannya pak Ganda. Dia sering menceritakan tentangmu. Rama, anak asuhnya." Sungguh aku tidak percaya mendengarnya. Selama ini Bapak selalu memperhatikanku.
"Dan beberapa minggu yang lalu, beliau mendapat kabar bahwa kamu di promosikan menjadi CEO di perusahaannya yang lain. Benar, pak Ganda selalu memperhatikanmu lewat orang-orangnya. Beliau bangga sama kamu sudah menjadi anak yang mandiri, dewasa dan pelerja keras," tuturnya yang meyakinkanku.
"Bapak tahu aku, tapi kenapa aku tidak menyadarinya." Air mata ku kini keluar lagi walau hanya setetes. "Dan saat aku ingin bertemu dengannya kenapa beliau sudah tidak ada. Bahkan aku belum sempat berterima kasih padanya." Alexa menepuk pundakku mencoba memberi kekuatan.
"Baiklah saatnya kita cari sama-sama pelaku nya dan membebaskanmu dari semua tuduhan," ucap Alexa menyangati. "Dan kamu harus bangkit lagi, buat pak Ganda bangga sama kamu."
Benar, aku harus bangkit. Semakin lama aku terpuruk, semakin membesar juga kesalahpahaman ini. Bahkan semakin lama aku akan mencari Rara. Tunggu aku gadis pemalu ku. Setelah semuanya selesai, aku akan mencarimu.
Kini aku mempunyai teman, yang akan membantuku menemukan perkara yang sebenarnya. Sedikit memiliki secercah harapan, walaupun begitu aku optimis dan yakin dengan harapan itu.
"Terima kasih Alexa."