Bab 7

1129 Words
"Apa kamu yakin, disana kamu tidak melihat siapa-siapa?" ucap Alexa. Saat ini kami berada di dalam mobil merahnya. Diam melihat bangunan di sebrang jalan. Ya, bangunan panti.   "Saat aku masuk, aku hanya melihat ke setiap ruangan tempat masa laluku. Dan sepanjang lorong aku tidak melihat ada orang. Semua mungkin sudah pada tidur. Yang aku temui hanyalah Bunda, itu pun beliau berada diluar." Aku menjelaskan semua kronologi yang terjadi malam itu.   "Bunda?" Alexa tampak bingung.   "Ya, Bunda pengasuh ku dulu sekaligus ibu angkatku." jelasku.   "Kenapa dia ada diluar?" ucap Alexa yang mungkin curiga.   "Beliau hendak membuang sampah, dan ingin kembali tapi ia melihatku dan bertanya lalu kami mengobrol. Bunda baik kok."   "Aku tidak mencurigai Bunda kamu, aku hanya bertanya," tukas Alexa. "Ayo kita temui Bunda mu. Mungkin kita akan menemukan petunjuk." Alexa menarikku keluar dari mobilnya.   "Tapi Alexa, orang-orang di panti mungkin sudah men cap aku sebagai tersangka. Mungkin mereka akan melakukan sesuatu padaku." Alexa menoleh dan melepaskan tanganku.   "Kalau kamu tidak bersalah, jangan takut. Ayo!" masih menunggu ku yang hanya diam. "Hanya Bunda kan yang percaya sama kamu? Ayo kita temui dia." Wanita ini begitu percaya diri sekali. Aku yang tertuduhnya, kenapa dia yang bersemangat. Tanpa sadar aku tersenyum, kagum akan pendiriannya.   "Bunda kamu yang mana?" Alexa mengedarkan pandangan ke sekeliling taman mencoba mencari wanita paruh baya dengan ciri-ciri yang aku sebutkan. Dan ketika perawat lain melihat ku, mereka seperti jijik dan tidak ada yang mau berbicara padaku.   "Lex, itu Bunda sedang duduk dibangku taman." Aku sudah tidak memperdulikan banyak mata yang menatapku seperti manusia hina dimata mereka. Aku dan Alexa menghampiri Bunda. Reaksi Bunda sudah terduga, beliau kaget sekaligus memelukku penuh haru. Aku membalas pelukan nya.   "Bun, kenalin ini Alexa. Dia temanku dan dia akan membantuku mencari siapa pelaku sebenarnya." Mata bunda yang bertemu dengan mata Alexa seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun ia tahan.   "Aku Alexa, dulu aku sekretarisnya pak Ganda di perusahaan cabang daerah lain. Namun aku baru pertama kali kesini. Aku tidak tahu bahwa pak Ganda mempunyai Yayasan.   "Oh, maaf Bunda kira kamu orang yang Bunda kenal." Aku mengernyit heran. Kenal?   "Aku akan membantu Rama. Bunda mohon kerjasama nya." Wanita itu tersenyum dengan lembut. Bunda hanya mengangguk.   "Apa Bunda tahu siapa yang datang kesini sebelum Rama datang." tanya Alexa.   "Bunda tidak tahu pastinya. Karena Bunda keluar jam tujuh malam untuk membuang sampah, bunda tidak melihat ada orang atau tamu yang datang. Dan kembali lagi Bunda sudah lihat ada Rama." Bunda menjelaskan.   "Berapa lama Bunda keluar?" tanyaku.   "Mungkin sekitar setengah jam," jawabnya. "Oh iya sebelum pergi, Bunda sempat berbicara dengan Bapak diruangannya."   "Berarti pelaku itu masuk setelah Bunda pergi dan memberinya racun," ucap Alexa menyimpulkan.   "Kurang ajar! Siapa orang itu sampai tega membunuh Bapak. Kalau aku menemukannya, kupastikan dia tidak akan selamat," ucapku dengan emosi. "Bunda yakin tidak melihat orang lain selain aku?" Bunda menggeleng. Alexa diam seperti memikirkan sesuatu, atau mungkin rencana.   "Terima kasih Bu atas info nya. Rama, kini kita tahu saat Bunda pergi ada orang lain yang datang memanfaatkan waktu setengah jam itu untuk membunuh pak Ganda. Orang itu mungkin sudah mengincarnya." Alexa menjelaskan kesimpulan dari info yang diberi Bunda.   "Aku yakin pasti dia orang yang kenal dan dekat dengan Bapak?" Tiba-tiba aku berkata seperti itu. Memang itu yang ada dipikiranku.   "Kenapa?" tanya Alexa heran.   "Mana mungkin orang yang tidak dikenal mencoba membunuh Bapak. Apa untungnya?" Aku menatap Alexa yang diam. "Pasti pelakunya adalah orang yang mengenal Bapak, dan ada motif lain. Entah itu karena masalah perusahaan, atau bisnis. Atau pelaku tidak menyukai Bapak. Atau iri dengan kesuksesan Bapak. Yang jelas pelaku nya adalah orang terdekat Bapak. Kita harus cari tahu Alexa." Wanita anggun itu masih diam, lalu mengangguk tersenyum.   "Kau hebat," ucap Alexa padaku. "Aku tidak menyangka kamu sepintar ini. Kalau begini berarti kita bisa dengan mudah menemukan pelakunya." Alexa menepuk pundakku. Bunda yang melihat ikut tersenyum.   "Tuhan akan membantumu," ucap Bunda. Sesekali Bunda melirik Alexa dan menatapnya dalam.   "Ok, kami pamit Bunda. Kami sudah menemukan informasi yang cukup." Alexa berdiri membungkuk lalu pergi yang disusul oleh ku. Tidak lupa aku mencium tangan Bunda dan memeluknya.   "Kita kemana?" tanyaku.   "Makan," ucap Alexa yang menoleh padaku dan lagi-lagi tersenyum. "Kamu juga lapar kan? Isi perut dulu, biar bisa berfikir dan cepat menemukan pelaku." Aku terkekeh mendengarnya. Memang aku sangat lapar.   Di dalam mobil, Alexa memberi ku tote bag yang berisi baju kaos lengan pendek warna hitam.   "Pakailah, yang itu sudah kotor." Lantas alu memakainya, tentu saja dia menunggu diluar. Jadi tidak melihatku berpakaian.   "Terima kasih," ucapku. "Kamu sudah beberapa kali menolongku, rasanya ucapan terima kasih masih tidak cukup." Alexa terdiam melihatku dengan pakaian yang di berinya. Entah karena tidak cocok atau karena terpesona olehku? Karena menurut orang lain, memakai baju apapun aku tetap terlihat tampan. Ingin rasanya aku tertawa mendengar ke narsisan ku.   "Kalau begitu berterima kasihlah dengan makan siang denganku." Alexa masih menyetir dengan pandangan kedepan. Kau memang teman yang baik Alexa.   "Mau pesan apa?" Alexa menawari ku. Kita duduk di meja dengan dua kursi dan posisi dekat dengan jendela kaca luar.   "Terserah kamu aja. Aku gak punya uang," kataku jujur.   "Setelah jadi Bos lagi nanti bayar." Aku mengangguk. Kulihat Alexa tertawa, senyumnya yang manis, sudah cantik, pintar, baik. Mana mungkin tidak ada pria yang menyukai nya. Alexa memesan dua porsi makanan yang sama, tidak lupa minumannya.   "Alexa, sudah berapa lama kamu bekerja dengan pak Ganda?" Aku penasaran dengannya. Sambil menunggu pesanan datang.   "Hemm, kurang lebih 3 tahun." Alexa merapihkan kemeja nya.   "Lama juga, apa kamu sudah punya pacar?" tanyaku yang menghentikan kegiatannya.   "Tidak," dia mencondongkan badannya ke araku. "Rama mau jadi pacar aku?" Seketika aku memundurkan tubuhku dan tertawa pelan.   "Haha tidak, aku hanya bertanya. Kamu kan cantik, umur sudah pas lah. Pasti banyak yang mau sama kamu." mencoba menormalkan situasi.   "Tapi aku tidak mau." Raut wajahnya tiba-tiba berubah.   "Maaf, bukan maksudku ingin tahu privasi kamu." Aku merasa tidak enak hati.   "Apa Rama sudah punya pacar?" Alexa balik bertanya padaku. Pacar? Lagi-lagi aku mengingat Rara ku.   "Hemm, punya," ucapku membayangkan wajah Rara kecil.   "Siapa?" Alexa seperti ingin tahu.   "Sebenarnya bisa dibilang bukan pacar, karena kami belum pernah bertemu kembali. Tapi dia cinta pertamaku. Namanya Rara." Sungguh, aku begitu merindukannya. Tiba-tiba Alexa batuk seperti ada sesuatu yang tersendat. "Kenapa? Kamu tidak apa-apa?" Dia menepuk dadanya.   "Maaf aku terkejut hehe." Masih menepuk-nepuk. "Apa kalian sudah jadian?" tanya nya lagi.   "Belum, tapi kami saling menyayangi waktu itu. Kami tahu perasaan masing-masing. Kalau nanti aku bertemu dengannya aku akan me--" Aku menghentikan kalimatku, melihat pelayan datang.   "Silahkan." Pelayan itu menyajikan makanan dan minuman di meja. Aku dan Alexa mengangguk.   "Ayo Rama dimakan." Aku benar-benar lapar. Ku santap langsung makanan yang terlihat menggiurkan dimata orang kelaparan seperti aku. Alexa menaikan sebelah alisnya menatapku dengan pandangan penuh arti. Dia tahu aku belum makan, mungkin dia mengerti. Tanpa Alexa bertanya lebih jauh lagi. Akhirnya kami makan dalam diam.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD