Bab 04 [ Iharasi Sousuke POV ]

1084 Words
"Huh? K-Kuroda-san...?" Aku segera membalikan tubuhku untuk melihat wajahnya langsung. "Kau baru keluar?" Tanyanya dingin seperti biasa. "Umn, iya ... ada sedikit yang kuperiksa tadi jadi, aku pulang lebih larut." "Begitu." Aku mengangguk. Sial ... rasanya benar-benar canggung bicara dengannya di luar jam kerja seperti ini. "Kau sudah periksakan kandunganmu ke dokter?" Tanya Kuroda-san, membuatku spontan melepaskan tanganku dari perut saat sadar Kuroda-san memperhatikan kelakuanku. "Itu...," "Besok pagi aku akan mengantarmu ke dokter kandungan tapi karena aku tidak tahu di mana kau tinggal, sebaiknya malam ini tidur saja di tempatku." "Tidak." Jawabku spontan, "maksudku ... tidak perlu...," "Aku memaksa." "Aku haru-" "Souchan." Panggil suara yang sangat kukenal, dengan nada sedikit manja dan sebuah lambaian tangan. Pria itu berjalan menghampiri kami. Itu Kuji ... sedang apa dia di sini? "Kau baru pulang?" Tanya Kuji sambil berusaha menyingkirkan Kuroda-san secara halus. Aku mengangguk, "Kau dari mana?" kali ini giliranku yang bertanya. Tidak biasanya aku menemukan Kuji menggunakan kereta ini, lagipula tempat kami tinggal sangat jauh dan jelas dia bukan berasal dari Kota ini. "Aku baru menemui pacarku, dan ... siapa Alpha yang sejak tadi memberikan aura tidak sukanya padaku ini?" Ucap Kuji melihat ke arah Kuroda-san sinis. Tidak suka...? Aku melirik Kuroda-san yang memang sejak tadi menatap Kuji dengan wajah dinginnya yang menunjukan rasa tidak suka, seperti yang Kuji katakan. "Dia, Kuroda-san ... dia atasanku di kantor. Dan Kuroda-san, ini Kuji dia temanku." "Teman dekat. Sangat dekat...." "Kuji." aku mencoba menginterupsi, "tidak, aku dan Kuji hanya teman." "Ah, kau ini...," sesalnya, "kupikir Alpha-mu yang sekarang akan lebih posesif, tapi ternyata dia cuma pria kaku yang sepertinya menyebalkan." Aku terkekeh mendengar Kuji bicara seperti itu. Sudah kukatakan kalau Kuji adalah Alpha baik yang pernah kutemui, selain sikapnya yang apa adanya, Kuji juga orang yang sangat jujur. Mungkin karena itulah aku memilih Kuji untuk jadi pasangan s*x sementaraku sebelum akhirnya aku terikat dengan Alpha ku yang sekarang. "Ano, kau bilang kalau kau habis bertemu dengan pacar barumu, lalu di mana dia sekarang...?" Tanyaku saat tak menemukan siapapun di sekitar Kuji. "Kami berpisah di depan stasiun tadi, dia dijemput oleh supir pribadinya." "Benarkah? Kenapa kau tidak ikut ke rumahnya saja?" "Tidak, hari ini sudah cukup aku menemani dia berkeliling perusaahan penyedia air dan mempromosikan obat anti kanker ke beberapa rumah sakit." "A-ah, begitu...," Jawabku sambil meremat ujung lengan jas Kuroda-san, "kupikir kau benar-benar sibuk akhir-akhir ini." "Yah, begitulah. Dia punya urusan yang sangat kompleks dengan pekerjaannya, jadi kurasa aku harus lebih banyak bersabar sampai masa heat-nya datang dan kami akan benar-benar bersama...hahaha." Aku ikut tersenyum saat mendengar Kuji tertawa cukup renyah, aku juga masih terus meremat ujung lengan jas Kuroda-san tanpa berniat melepaskannya. Aku seperti punya sesuatu yang ingin kubicarakan dengannya tapi, kurasa tidak di sini. Kereta mulai berjalan lambat, kulihat Kuroda-san seperti mencari waktu untuk menemukan sesuatu. Tapi karena aku tidak terlalu peduli, aku tidak bertanya sama sekali. "Kami akan turun di stasiun ini, kau mau ikut?" Tiba-tiba Kuroda-san bertanya pada Kuji sesaat sebelum kereta berhenti di stasiun. Sebuah pertanyaan dengan penekanan hampir di setiap kalimatnya. Tapi apa itu ... kami...? "Kurasa, aku tidak ingin mengganggu malam kalian, feromon yang kau keluarkan terlalu kuat untuk sekedar mengajakku bergabung." Ucap Kuji melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum. Kupikir saat Kuroda-san berkata 'kami' dia tidak akan membawaku bersamanya. Tapi ternyata, Kuroda-san menarik tanganku dan membawaku turun di stasiun yang seharusnya tidak jadi tempat tujuanku. Aku tidak tahu apa yang diinginkan Kuroda-san, tapi seperti yang dikatakan Kuji, feromon yang keluar dari tubuh Kuroda-san sangat kuat. Sepertinya, pria ini sedang marah untuk sesuatu. Rumah Kuroda-san memang cukup besar, tapi.... "Sedang apa kau?" Tanyanya sesaat setelah dia menutup pintu rumah dan berjalan masuk ke dalam ruang tengah. "K-kucing...," ucapku gugup sambil menunjuk seekor kucing dewasa yang datang menghampiri Kuroda-san seolah meminta perhatian pria itu. "Kau ... takut pada kucing?" Aku mengangguk cepat dan membuatnya mendesah sangat kuat. Setelah itu dia meraih kucing itu dan membawanya masuk ke dalam sebuah ruangan di mana aku bisa mendengar banyak sekali ngeongan di dalam sana. Aku takut mengakui kalau di rumah ini sudah menjadi sarang kucing dengan seorang pemilik berwajah beku seperti Kuroda Shouhei. Bukan tanpa alasan aku tidak suka pada kucing. Bukan berarti aku alergi pada mereka, tidak sama sekali, aku sama sekali tidak pernah punya riwayat alergi pada binatang tapi, aku pernah punya pengalaman buruk dengan kucing-kucing itu saat aku berusia enam tahun. Waktu itu ... ayahku yang sangat menyukai binatang membawa banyak sekali kucing ras yang sangat cantik dengan bulu mereka yang indah seperti sutra. Awalnya semua berjalan sangat baik, ibu selalu membiarkanku bermain dengan mereka di dalam bahkan di pekarangan rumah kami, mereka cukup penurut dan aku sangat suka berada disekitar kucing-kucing itu tapi, tiba-tiba ada seekor kucing liar yang masuk ke dalam rumah yang saat itu jendelanya tidak kami tutup dengan baik, hingga terjadilah keributan dengan aku yang ada di dalamnya. Mereka bertengkar, saling cakar, gigit dan lain sebagainya. Sejak saat itulah, aku selalu takut kalau berada disekitar kucing. Entah mereka kucing rumahan yang sangat penurut ataupun kucing liar. "Sudah, dia tidak akan bisa keluar dari dalam sana." "Te-terima kasih...." Aku mengikuti kemanapun langkah Kuroda-san. Aku bahkan ikut ke dapur yang bersebelahan dengan sebuah kamar tanpa pintu. Memperlihatkan padaku bagaimana besarnya ukuran ranjang yang dimiliki pria itu, dan betapa rapihnya rumah ini dengan semua perabot yang terlihat rapi serta bersih. Aku cukup tercengang mengingat Kuroda Shouhei tidak seperti pria yang gila kebersihan. "Ah," aku ingat sesuatu saat melihat Kuroda-san menyalakan air di dapur untuk mengisi teko. Aku segera membuka tas ku dan mengeluarkan kotak makan yang kutemukan tadi di atas meja kerjaku, kemudian menyerahkannya pada Kuroda-san. "Aku minta maaf tapi, aku tidak memakannya sama sekali...." Ujarku, sementara Kuroda-san yang sudah mulai menaruh teko berisi air itu di atas kompor hanya melihat diam. "Kau tidak suka?" Ucapnya sambil menyalakan kompor, kemudian menerima kotak makan yang kuberikan. Menaruhnya pada meja dekat kompor kemudian menatapku diam. "Tidak, bukan ... aku sangat menghargai ini tapi, perutku tidak bisa menerima makanan apapun hari ini." "Apa anakku merepotkan 'ibu'nya?" Aku menelan ludahku paksa. Aku sudah kehilangan harga diriku sebagai seorang pria dengan mengetahui kalau diriku adalah seorang Omega saat usiaku menginjak tiga belas tahun, dan sekarang aku harus menanggung rasa malu yang lebih menyakitkan dengan mengetahui kalau aku sedang mengandung anak dari seorang Alpha yang sekarang ada di hadapanku. Aku tidak ingin mengakuinya tapi, anak ini memang anak Kuroda Shouhei, atasanku di kantor. Pria yang selalu mendiskriminasi ku dengan statusku yang sebagai Omega dalam lingkup kerja para Alpha. Dan semua kejadian memalukan ini terjadi tiga bulan lalu.... _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD