Bab 02 [ Iharasi Sousuke POV ]

1961 Words
Namaku Iharasi Sousuke sudah hampir lima tahun aku menggeluti pekerjaanku sebagai tim penyidik ahli di salah satu kantor polisi pusat prefektur Kansai. setelah sebelumnya aku pindah secara inisiatif kesini dari kantor pusat di Tokyo. Mungkin ada banyak diskriminasi sejak awal karirku. Perbandingan antara Omega dan Alpha sangat mencolok di negara ini, bahkan saat kau berusaha menggapai cita-cita yang sudah kau impikan sejak kecil. Tentu saja, hampir sebagian besar orang di negara ini beranggapan kalau seorang omega tidak akan pernah bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya hanya Alpha yang bisa melakukannya. Seperti menjadi dokter, tentara, orang yang duduk di pemerintahan dan lain sebagainya dengan aroma politik dan strata sosial tinggi yang mencerminkan keagungan seorang Alpha. Terlebih ketika kau adalah dominan. Tak akan pernah ada yang bisa menyingkirkanmu dari posisi itu walau hanya sejengkal. Bukan hanya para Omega dan mereka yang termasuk ke dalam golongan Beta pun hanya boleh menggeluti pekerjaan biasa sebagai buruh atau pun pekerja seni, tak jarang beberapa dari Omega-Omega itu memilih terjun ke rumah bordil karena tidak menemukan pekerjaan yang layak untuk mereka ditengah masa heat yang tidak bisa mereka prediksi. Dan berada di dekat Alpha m***m seperti itu rasanya cukup untuk mereka menghabiskan masa kawin kami. Dan tentu saja aku juga diperlakukan demikian dengan statusku yang sebagai seorang Omega. Mereka selalu memandangku sangat sinis, sangat datar, sangat, sangat dan sangat lainnya. Mereka bilang kalau aku ini merepotkan, memperlambat kinerja mereka karena pheromon yang selalu kukeluarkan setiap masa heat-ku tiba. Karena alasan yang sama itulah aku selalu mengambil cuti beberapa hari sampai aroma pheromon di tubuhku tidak terlalu kuat. Atau kalau aku tidak bisa melakukannya, aku hanya akan mengambil jam istirahatku untuk sekedar melakukan s*x. Memang merepotkan, tapi itu adalah hal terbaik yang bisa kulakukan dengan statusku seorang Omega. Dan selama masa heat-ku tiba, aku selalu menelepon Kuji untuk melakukan s*x sampai aku sedikit tenang dan bisa kembali bekerja. Tapi sekarang, rasanya aku sudah tidak bisa melakukan itu dengan Kuji. Karena kebodohanku ... sekarang aku hamil. "Apa? Tapi kenapa tiba-tiba?" Protes Kuji saat kukatakan kalau aku ingin hubungan simbiosis mutualisme kami berakhir. "Kudengar, kalau kau sedang menjalin hubungan dengan seorang Omega wanita dari tempat kerjamu, jadi aku tidak ingin mengganggu hubungan kalian." "Yah ... memang benar, sih...," Kuji menjawab gugup, dan aku bisa dengan mudah melihat rona merah di wajahnya. "Kalau begitu, kita selesai." "Tap-tapi bagaimana kalau heat-mu tiba-tiba datang?" "Tidak perlu khawatir, aku bisa cari Alpha lain." "Kau yakin?" "Apa aku seperti sedang bercanda?" "T-tidak sih, tapi...," "Sudahlah, terima kasih untuk waktu yang selama ini kita lalui." Ujarku sambil tertawa. Mungkin berat rasanya kalau harus melepaskan seorang Alpha seperti Kuji hanya dengan alasan seperti itu. Tapi rasanya lebih baik daripada dia tahu kalau sedang hamil anak dari Alpha yang kubenci. Mungkin dia akan menertawakanku sangat keras. "Baiklah, jaga dirimu. Jangan berkencan dengan Alpha mesum." "Baik, baik...." "Aku tidak akan biarkan kau berkencan dengan Alpha m***m, kalau itu terjadi akan kuikat kau!" Ancamnya dan aku hanya terkekeh sambil melambaikan tangan. Pagi ini, adalah pagi terakhir aku melihat punggung Kuji.  Mungkin besok atau seterusnya, kami tidak akan pernah bertemu lagi meski hanya berpapasan muka. Karena setelah seorang Alpha memilih Omega-nya dan mengikat dia, orang itu akan selamanya dikalungkan rantai oleh Alpha tersebut. Dan itulah alasanku kenapa aku memilih mengakhiri hubungan simbiosis mutualismeku dengan Kuji. Aku sudah diikat dan keinginan Kuji untuk mengikatku, tidak akan pernah bisa terjadi. Kulihat jam sudah menunjukan pukul setengah sembilan. Ternyata obrolanku dengan Kuji cukup lama dengan banyak kalimat tak berguna, dan sekarang kurasa aku harus bersiap pergi ke kantor. Sebenarnya aku malas pergi kemanapun saat fase morning sick seperti ini. Rasanya seperti setiap kali aku mencium aroma apapun kurasa aku akan muntah saat itu juga. Aku.... Kurasa aku harus pergi ke dokter untuk mengaborsinya. ### "Yo, Iharasi," sapa seorang pria paruh baya bertubuh tinggi besar dengan seragam lengkap setelah aku keluar dari taksi. "Selamat pagi inspektur Oogaki, Kuroda-san." Balasku sambil membungkuk di hadapannya. Itu inspektur Oogaki salah satu anggota badan intelejen dari Tokyo. Sejak kejadian pemboman di stasiun tempo hari, dia datang kemari untuk meminta bantuan kami mencari pelaku tersebut. Sementara orang disebelahnya adalah Kuroda Shouhei, kepala divisi di mana aku bekerja. Tidak seperti kebanyakan rekan kerja yang kumiliki. Kuroda-san punya wajah dingin dengan sepasang mata kelam yang menusuk siapapun yang melihat kedalamnya. Meskipun hampir semua orang mengatakan kalau dia itu tampan dengan wibawanya yang tinggi tentu saja itu tidak mengubah pandanganku kalau seorang Alpha dominan sepertinyalah yang selalu merendahkanku di tempat kerja. "Hahahaha ... rupanya kau sudah kaya sekarang, sampai bisa naik taksi ke kantor." "Ah, kupikir karena aku sudah terlambat jadi aku memesan taksi daripada harus menunggu kereta jam sepuluh nanti." Alasanku. Padahal sebenarnya kalaupun aku naik kereta bisa saja aku datang tepat waktu. Tapi, aku sedang malas melakukan itu, rasanya bayi ini mulai manja di dalam sana. "Hoo~ begitu, kalau begitu ... karena kau tidak terlambat, aku ingin kau ikut dengan kami." "He?" "Bukannya 'he' tapi kerja. K.E.R.J.A!" Inspektur Oogaki menarik tanganku bersamanya. Padahal aku belum mengambil absen untuk hari ini, meskipun begitu ... tak ada respon apapun dari Kuroda-san untuk hal tersebut. Dia lebih memilih membiarkan inspektur Oogaki melakukan apa yang orang itu inginkan daripada meributkan absensiku. Dengan mobil polisi tanpa sirine, aku harus berada satu tempat bersama Kuroda-san di bangku belakang sementara inspektur Oogaki duduk di depan sambil mengoceh mengenai kasus pengeboman yang terjadi beberapa waktu lalu. Aku tahu kalau kasus ini adalah kasus yang terjadi setelah enam tahun terakhir. Tapi bukankah ada banyak staff yang bisa bekerja lebih baik daripada aku yang katanya seorang Omega ini. Lagipula, berada satu lingkup bersama orang yang tidak pernah mengakui keberadaanku adalah atasanku sendiri, orang dingin yang duduk di sebelahku tanpa satu patah kata pun, rasanya menyebalkan. "Bagaimana menurutmu?" "Ha?!" Inspektur Oogaki bertanya padaku untuk pertanyaan yang topik intinya saja tidak kuikuti sejak kami masuk ke dalam mobil. Sial ... aku terlalu asyik dengan pikiranku sendiri sampai aku tidak fokus pads alasan kenapa aku ada di dalam sini. "'Ha', lagi?" "A-anu...." "Inspektur Oogaki bertanya padamu soal bukti yang ditemukan di TKP. Apa itu membuatmu seperti sedang dibodohi pelakunya?" Kuroda-san menjawab pertanyaanku. "Ah, masalah itu...." Karena sejak awal aku sudah menolak kasus ini, ternyata aku benar-benar tidak mengikuti perkembangannya. Sementara dari informasi terakhir yang kudapat, sepertinya pelaku tidak merakit sendiri bom yang dia gunakan untuk menghancurkan stasiun tempo hari. Jadi, memang ada kemungkinan kalau pelakunya lebih dari satu orang, lalu.... "Laporan terakhir yang kudapat dari nona Inoe untuk hasil forensik beberapa korban di dalam kejadian itu, memiliki bekas luka bakar dan dalam bekas luka itu terdapat beberapa senyawa berbahaya yang masih belum bisa disebutkan. Jadi menurut beberapa ahli, mungkin saja ini perbuatan terroris dan semuanya sudah terorganisir. Bisa jadi kalau mereka sedang melakukan perencaan untuk melakukan aksi di tempat lain yang lebih ramai." Benar juga kata Kuroda-san. Aku memang tidak pernah melihat langsung korban-korban itu tapi, aku sempat mendengar dari Inoe-san dari divisi forensik kalau di tubuh korban memang terdapat sebuah jenis racun yang mengandung senyawa level II yang sering ditemukan pada pasien pengidap kanker. Tapi aku tidak yakin kalau kasus ini termasuk kedalam golongan terorisme, karena tidak ada alasan kuat yang mengarah ke sana. "Anu, apa anda masih memiliki potongan puing dari box atau tempat yang pelaku gunakan untuk menaruh bom-nya?" "Itu ... aku tidak yakin kalau yang kami temukan itu adalah puing dari badan bom, tapi kurasa kau pantas melihatnya." ujar Inspektur Oogaki seperti meragukan pekerjaannya sendiri. "Baik, terima kasih." ### "Sebenarnya kau mau apa dengan benda itu?" Tanya Kuroda-san setelah melihatku seperti benar-benar fokus pada apa yang diberikan oleh tim penyidik setelah kami sampai di TKP. Meskipun sebenarnya kami tidak harus lagi datang kemari, tapi entah kenapa inspektur Oogaki merasa kalau pelaku masih tetap berkeliaran di sekitar TKP dan merencanakan pengeboman selanjutnya dengan melihat kinerja para polisi. Sebuah alasan yang menurutku tidak masuk akal tapi aku harus mempercayai bahwa orang-orang yang bekerja di sini bukanlah orang-orang sembarangan. Aku mengalihkan perhatianku dan melihat bagaimana hancurnya tempat ini hingga pembatas polisi pun tidak hanya pada area tersebut. "Maaf, apa di sekitar sini ada toilet atau wastafel umum?" Aku mengabaikan pertanyaan Kuroda-san untuk pertanyaan lain yang kuajuukan pada petugas yang bekerja di sana. "Ada, silakan ikuti saya." "Baik, terima kasih." Ujarku sambil mengikuti petugas tersebut hingga ke salah satu toilet yang sudah hancur karena ledakan. Meski sebenarnya bukan hanya itu satu-satunya yang hancur di sini. "Maaf, apa aku boleh mengambil sampel air di sini?" "O-oh, tentu saja...," Aku mengeluarkan sebuah plastik wrap dari saku celanaku. Sebenarnya di dalam plastik wrap itu ada obat mual yang kubeli dari apotek kemarin tapi, aku mengeluarkannya di dalam kantong dan mengeluarkan plastik wrap-nya untuk mengambil sampel air yang kubutuhkan. Hanya saja aku tidak mengambil air dari dalam sambungan pipa yang ditambal oleh pihak stasiun sebelumnya, melainkan genangan air yang tersisa di lantai. "Oi, Iharasi. Kau mau apa dengan itu?" "Maaf Kuroda-san, tapi aku butuh ini untuk memastikan hasil pemeriksaan Inoe-san." "Apa?" "Benar, dan untuk mengetahuinya, bolehkah kalau aku membawa serpihan yang kalian temukan juga sampel air ini ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut oleh Inoe-san?" Pintaku. "Umn ... aku tidak yakin apa yang ingin kau lakukan, tapi ... kalau kau merasa ada kejanggalan di sana kau boleh membawanya." Ujar Inspektur Oogaki tak yakin dengan apa yang dia ucapkan. Tapi sekali lagi aku mencoba menegaskan kalau mungkin saja dengan dua benda yang akan kubawa ke dalam laboratorium ini nantinya akan membuka titik terang kasus tersebut. Meskipun aku berhasil meyakinkan inspektur Oogaki, tapi Kuroda-san sepertinya masih tidak percaya dengan apa yang akan kulakukan. Dia masih memandangku sinis seperti biasanya, atau mungkin ... seperti setiap kali dia meremehkanku dalam bidang ini. Aku menundukkan kepalaku, aku tidak ingin melihat pria itu dengan tatapannya yang terus mengintimidasi. "Kudengar kalau perusahan pharmasi keluarga Saotomi sedang mengalami peningkatan," inspektur Oogaki memulai percakapan dengan topik yang berbeda setelah dia melihat layar iklan yang ada di seberang jalanan. Layar iklan itu menunjukan sebuah iklan perusahaan pharmasi keluarga yang notabene merupakan golongan Omega, memang tidak penting dengan siapa status mereka di masyarakat, bukankah mereka sudah berpengaruh sekarang..., "padahal beberapa bulan lalu kudengar perusahaan mereka nyaris bangkrut." "Eh?" "Kau tidak tahu, Iharasi?" Aku menggeleng. "Kupikir kalau perusahaan pharmasi seperti itu tidak akan mengalami kebangkrutan?" Komentarku. "Hahaha ... setiap perusahaan yang bergerak Persero tidak akan pernah tidak mengalami fase itu. Kecuali, kalau ada bagian dari kepemerintahan yang ikut serta di dalamnya. Seperti mereka tergabung dalam struktur negara untuk pemasok obat-obatan bagi militer misalnya, negara tentu saja negara juga akan menjamin kesejahteraan perusaan itu." Aku mengangguk. "Kudengar, kalau pemiliknya sudah menyerahkan perusahaan pada anak perempuannya yang bernama Saotomi Chika, hingga akhirnya perusaan itu kembali bangkit." Kali ini Kuroda-san yang bicara, tapi aku merasa seperti pernah mendengar nama itu.... "Chika...?" "Kenapa Iharasi? Kau mengenalnya?" Tanya inspektur Oogaki penasaran hingga spontan aku langsung menggeleng. "Ah, tidak, itu...." Itu nama dari Omega yang sedang dekat dengan Kuji. "Aku heran denganmu, akhir-akhir ini aku sering melihatmu melamun. Kenapa? Uangmu habis untuk membeli keperluan rumah baru sampai kau tidak cukup makan akhir-akhir ini, Iharasi?" "Ha?" "'Ha' lagi ... tidak bisa kah kau merespon ucapanku selain dengan kata 'ha', 'he' atau, 'oh'?" "Ah ... itu...," Aku menggaruk pelipisku tak gatal. Aku memang baru pindah ke rumah sewaan baru yang jaraknya cukup dekat dari kantor tapi, bukan karena itu aku jadi kurang fokus seperti ini. Itu karena anak ini ... kepalaku jadi sering pusing dan sejak tadi masuk ke dalam mobil tadi, aku sudah menahan untuk tidak muntah. "Baiklah, untuk ucapan terima kasih karena kau mau bergabung dalam tim penyidik ini, akan kutraktir kau di restoran cepat saji dekat sini. Bukankah kau sangat suka burger, Iharasi?" Spontan aku menutup mulutku saat mendengar nama makanan itu disebut oleh inspektur Oogaki. Rasanya ada segumpal muntahan yang siap keluar dari mulutku kalau aku tidak melakukan itu dan aku tidak bisa bayangkan bagaimana pucatnya wajahku dengan suhu tubuhku yang rasanya turun drastis. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD