Bab 2

1033 Words
Malam ini adalah first night untuk Raline dan Xavin, setelah melewati proses panjang acara pernikahan yang berlangsung seharian ini. Seharusnya Raline bahagia karena pria yang dulu hadir dalam imajinasinya telah ia miliki seutuhnya, tetapi Raline kembali tersadar ia hanya menjadi yang kedua, istri kedua dari Aldarel Xavin Addison. Setahu Raline, Xavin hanya mencintai Grace, istri pertamanya. Sedangkan dirinya hanya menjadi bayangan semu. Miris sekali. Awalnya Raline menolak untuk menikah dengan Xavin, karena Raline hanya ingin menikah dengan pria yang mencintainya. Motto hidup Raline adalah lebih baik dicintai daripada mencintai. Dan sekarang harapan itu pupus setelah ia berhasil menyandang status nyonya Addison. Namun, di sisi lain, ia tidak ingin mengecewakan Grace, ia juga kasihan kepada Zio jika suatu saat nanti ibunya benar-benar pergi, tidak ada lagi ibu yang mengurusnya. Tak hanya itu, Raline harus mengorbankan karirnya sebagai model, juga meninggalkan New York dan kembali ke Los Angeles, kota kelahirannya. Semua itu Raline lakukan karena bukti cintanya kepada Grace, ia akan berusaha menjadi istri dan ibu yang baik untuk Xavin dan Zio. Raline harus akui bahwa Xavin itu adalah idaman, tubuhnya sangat menggoda untuk dijamah, kotak-kotak yang tercetak di perutnya sangat menggunggah selera. Apalagi saat ini Xavin baru saja selesai mandi, rambut basahnya membuat ia seratus kali lipat terlihat lebih tampan. Raline langsung beranjak dari kasurnya, ia tidak mau telihat nafsu dengan apa yang ia lihat sekarang, bisa-bisa Xavin menjadi besar kepala. Saat Raline hendak membuka pintu kamarnya, tiba-tiba Xavin memegang pergelangan tangan Raline, hingga wanita itu membalikkan badannya. "Apa, Xav?" Xavin sedikit menundukkan tubuhnya, lalu berbisik yang s*****l kepada Raline. "Kau tergoda denganku, Ra?" Setelah itu ia menggigit daun telinga Raline, membuat wanita itu merasa semakin panas dari sebelumnya. Dengan angkuhnya, Raline melipat kedua tangannya di d**a, lalu tersenyum miring yang semakin menampakkan kalau dirinya sangat arogan. "Tentu tidak, Tuan Xav. Tubuhmu terlalu buruk, aku bahkan bisa mendapatkan pria yang lebih gagah darimu." Xavin terkekeh pelan, lalu membelai pipi Raline, sekuat tenaga Raline menahan hasratnya, ia tidak boleh kalah, pasti Xavin akan merasa menang kalau berhasil menggodanya. "Oh, ya? Apa kau yakin, Ra?" Raline mengangguk dengan seyuman tipis, ia tidak mau terlihat tergoda dengan pemandangan di hadapannya, justru ialah yang harus menggoda Xavin. Raline akan buat Xavin yang merasa panas dingin akibat ulahnya. Raline menempelkan tangannya ke d**a bidang Xavin, lalu menggerakkan secara perlahan seraya tersenyum manis yang penuh s*****l. Terlihat Xavin yang menyukai setiap sentuhan yang diberikan oleh Raline. Tubuh Xavin sudah menegang, ada sesuatu yang harus dipuaskan, tetapi ego Xavin sangat tinggi, ia tidak ingin terlihat kalah, bisa-bisa Raline merasa menang, seharusnya yang menggoda adalah Xavin bukan Raline. "Tergoda denganku, Xav?" Xavin menggeleng, padahal aslinya dirinya sudah panas dingin karena disentuh oleh Raline, apalagi istrinya saat ini memakai lingerie yang sangat tipis dan pendek, ia jadi berhalusinasi tentang apa yang ada di balik gaun itu. Xavin mengenyahkan pikiran sialannya itu, ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan Raline, yang ada wanita ini semakin angkuh. Tidak ada reaksi apa pun dari Xavin, membuat Raline semakin gereget karena pria itu begitu kuat untuk menahan hasratnya. "Kau terlalu buruk untukku sentuh, Ra. Grace jauh lebih menggoda daripada tubuh kurusmu itu. Kau itu tidak enak, lihat dadamu amat kecil, bokongmua rata sekali, ah, Raline ... " Xavin menyipitkan matanya. "Kenapa bisa kau jadi model padahal tubuhmu sama sekali tidak indah, apalagi wajahmu tidak begitu cantik. Apa di New York kekurangan perempuan?" Raline tidak suka mendengar Xavin meremehkan dirinya seperti itu, karena apa yang diucapkan oleh Xavin hanya hoax, Raline merasa dirinya cantik, menarik, dan body goals. Bahkan seluruh laki-laki menyukainya. Akhirnya dengan santai Raline melepas lingerie-nya, kini yang melekat di tubuhnya hanya bra dan celana dalam yang senanda warnanya. Xavin menelan salivanya atas apa yang ia lihat sekarang, Raline benar-benar tidak bisa diremehkan, tangan Xavin sudah gatal ingin menyentuh tubuh mulus Ralin, dan memainkan apa yang telah menjadi miliknya. Namun, Xavin tidak ingin mengaku kalah, ia harus tetap menahannya, meski hasratnya sudah menggebu-gebu ingin dilepaskan. Ah, rasanya sakit sakit sekali. Xavin tersenyum. "Kau masih ingin menggodaku, baiklah." Tangan Xavin menyentuh d**a Raline yang kini masih dilapisi bra, membuat wanita itu langsung menegang, itu adalah bagian sensitifnya dan sekarang Raline ingin meminta yang lebih, tetapi tidak mungkin Raline mengatakannya kepada Xavin. "Mengaku kalah, hm?" Raline menggeleng. "In your dream." Lebih baik Raline menahannya daripada ia mengaku kalah, akhirnya Raline mengenakan kembali lingerie-nya, dan segera tidur, daripada ia terus berfantasi liar tentang dirinya dan Xavin yang bermain panas di atas ranjang. Sementara Xavin sudah amat menegang, tidak mungkin mandi lagi karena tadi sudah mandi, dan juga Xavin bukan tipe pria yang suka jajan sembarangan, ia hanya menginginkan Grace atau Raline yang kini jadi istrinya. "Ah, s**t, persetan dengan ego!" Xavin langsung naik ke atas ranjang, membuat Raline yang belum terlelap merasa terkejut dengan tangan kekar yang sudah melingkar di perutnya. Embusan napas Xavin menyapa wajah Raline, membuat wanita itu semakin menginginkan Xavin. "Xav ... " Raline berusaha melepaskan tangan Xavin, namun pria itu lebih dulu mengecap leher Raline, membuat wanita itu terangsang, ia menggigitnya dengan rakus, hingga menimbulkan erangan yang terdengar jelas di bibir Raline. "Walaupun aku tidak mencintaimu, tapi aku menginginkan tubuhmu." Hati Raline sakit mendengar ucapan Xavin, tetapi ia juga tidak bisa menghentikan permainan itu karena ia juga menginginkannya. Menghabiskan sisa hidup dengan orang yang tidak mencintai kita bukan pilihan yang tetap, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain, ia hanya ingin melakukan yang terbaik di sisi hidup Grace, setidaknya ada kebaikan yang ia lakukan, meskipun ada perasaan yang harus ia korbankan. Menggeser Grace dari hati Xavin bukan sesuatu yang mudah, karena Raline sangat tahu bagaimana Xavin amat mencintai Grace, kalau bukan karena Grace yang meminta, Xavin tidak akan menikah lagi, lebih baik ia menjadi duda dan membesarkan anak seorang diri, demi menjaga kesetiaannya pada Grace. Terkadang Raline iri dengan percintaan Grace yang penuh kebahagiaan, memiliki pasangan yang sangat mencintainya, berbeda dengan Raline, selama ia menjalin hubungan tidak ada yang bertahan lama, karena berujung pada pengkhianatan, sampai akhirnya Raline malas untuk memulai hubungan yang baru, kecuali sama Xavin. Bisakah aku membuatmu berpaling dari Grace, lalu mencintaiku sepenuh hatimu? Hanya ada aku, bukan Grace atau siapa pum itu, karena sejujurnya berbagi hati itu bukan sesuatu yang menyenangkan, hatiku yang menjadi korbannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD