DUA

1530 Words
Tidak benar membiarkan niat baik seseorang, apalagi mengabaikannya. Kinan bukan orang seperti itu, dan tidak mengajarkan hal tersebut pada putranya. Berdampak besar nantinya jika semakin lama dibiarkan. Termasuk saat ini, Kinan akan membujuk anak lelakinya itu menghargai orang lain. Menerima bukan berarti suka dikasihani. Kinan tidak membenci menerima, hanya saja terkadang orang salah mengartikan apa yang mereka beri, merupakan sebagai ketulusan kah atau justru sekedar rasa kasihan. Ditatapnya Kanu, dengan aksen wajah tegas seorang ibu yang Kinan miliki. Jujur saja, Kinan memang sangat luar biasa untuk masalah mendidik. Ada waktu-waktu tersendiri untuk menempatkan. Kinan tidak akan sembarangan memarahi, membentak, atau memukul Kanu. Ada pertimbangan, situasi, dan dampak bagi si kecil. "Mau ngomong sama mama, Arkanu?" Biasanya, disaat menengahi atau membuat keputusan atas kesalahan apa yang anaknya buat, baik terhadap diri sendiri, orang tua—Kinan, Gina, Kana—dan teman, terlebih... orang lain. Sebagai seorang ibu, Kinan bertindak. Dan tidak ada panggilan 'Mas' jika Kanu memang bersalah. "Jangan menunduk! Coba lihat lawan bicara kamu dengan lebih sopan. Hargai, dan lakukan apa yang kamu anggap benar. Keluarkan pendapat kamu, dan pikirin pendapat orang lain." Perkataan Kinan memaksa anak itu berpikir keras. Hampir selalu seperti itu menentukan sikap. "Apa Mama ngajarin kamu untuk bersikap nggak sopan sama orang yang lebih tua?" Kali ini Kinan tidak akan membawa status Bam sebagai ayah Kanu, yang wanita itu lakukan adalah dengan mengenalkan Kanu akan penghargaan pada Bam. Dengan begitu, Kinan harap Kanu bisa luluh dan menerima Bam sebagai ayahnya.  "Kanu salah. Kanu nggak boleh bentak ke Om Bam, dan Kanu nggak boleh marah-marah. Mama bilang itu nggak baik, Kanu salah. Kanu nggak sopan sama Om Bam...," aku Kanu pada Kinan. Sekeras apapun Bam atau Kinan membuat Arkanu mencoba memanggil Bam dengan sebutan ayah, itu akan percuma dalam jangka waktu dekat. "Apa yang harusnya kamu lakuin setelah itu?" Tatapan sendu Kanu memang tidak luput dari perhatian Kinan, Bam menahan tangisnya. Bahkan anak itu mengucapkan kalimat panjang dengan suara serak. Tapi karena terlalu mengerti karakter ibunya, Kanu bersikap bijak dan dewasa saat penghakiman bersama ibunya dimulai. "Kanu harus minta maaf, Mam." "Lakuin!" titah Kinan masih mempertahankan sedekapan tangannya di depan d**a. Setelah makan malam, Kinan memang sengaja memisahkan diri dari anggota keluarga Gina dan Kana yang lain. Kinan membutuhkan waktu berdua dengan anaknya, agar tidak ada lagi sikap angkuh dari Kanu yang muncul dihadapan ayahnya sendiri. "Om Bam-nya udah pergi, Mam...," lirih Kanu yang menyadari jika perintah ibunya tidak bisa dilaksanakan saat itu juga. Lagi, Kinan menatap wajah anaknya yang memelas. Kinan tidak bisa melihat Kanu seperti itu, tapi Kinan harus membiasakan mental ksatria bagi anaknya. "Peluk Mama?" tanya Kinan meregangkan tangannya, bersiap menyambut tubuh Kanu dalam rengkuhannya. "Mamaaaaa...." Kanu menghambur dalam pelukan hangat. Tangisan Kanu menguar, menandakan dirinya menyesal. Memang didikan Kinan membuat Kanu dewasa sebelum waktunya, tapi tetap saja, intuisi Kanu sebagai anak kecil tetaplah kuat. "Mama juga minta maaf, ya, sayang. Mama cuma mau, Mas nggak kayak tadi. Jangan bersikap kayak gitu meskipun, Mas nggak suka sama orangnya. Ngerti?" Anggukan Kanu kuat, baju Kinan yang basah tak dihiraukan. Lebih baik begitu, keduanya menumpahkan dalam satu waktu ketimbang merajuk satu sama lain. Kinan tidak akan kuat jika nantinya Kanu mendiamkannya dan mungkin juga sebaliknya. * Masa lalu... "Kamu sadar, Bam? Istri yang kamu banggakan itu mandul! Ibu udah sabar nunggu selama tiga tahun ini, tapi sekarang nggak! Ceraikan dia! Menikahlah dengan pilihan Ibu. Perusahaan Ayahmu butuh penerus. Kita nggak bisa bertahan hanya karena kamu mempertahankan Kinan!" cecar Riza—ibu Bam. Bam diam. Hanya kali ini—mungkin—dirinya kalah dari argumen dan cecaran ibunya. "Mau sampe kapan lagi?! Nunggu Ayahmu mati?! Atau nunggu Ibumu ini mati sekalian-" "Bu!" cekat Bam yang tidak ingin mendengar ucapan mengerikan ibunya itu. "Bam tau Ayah sakit. Tapi bukan ini yang harusnya Ibu jadikan ancaman. Bam sayang–bahkan cinta sama Kinan. Bam udah janji menjaga Kinan, di depan penghulu, orang tuanya, bahkan Allah, Bu. Segampang itu... segampang itu, Ibu meminta Bam menceraikan Kinan?" Riza menghela napas kasar. Meruntuhkan rasa cinta buta anaknya sungguh melelahkan. Bahkan Riza sudah menyiapkan segalanya, maka Riza tidak ingin semua rencanya sia-sia. "Oke. Ibu capek ngomong lagi, sekarang... kamu ngomong sama Kinan. Kalo kamu cinta dia, tapi dia nggak bisa ngasih kamu anak. Tanya sama dia, apa dia siap dimadu? Kalo dia nggak siap, lebih baik kamu ceraikan dengan cepat." Entah apa yang merasuki Riza, dia bahkan tidak memikirkan perasaan sesama perempuan. Bam bahkan hampir lupa jika yang memintanya bertanya pada Kinan untuk menduakan adalah ibunya sendiri. * Bam kembali ke rumah dalam keadaan yang tidak baik. Kinan memang sekedar tahu, bahwa mertuanya menginginkan cucu. Tapi untuk masalah Bam yang didesak Riza untuk menceraikan Kinan... wanita itu tidak tahu. "Mas, udah pulang? Aku siapin makan malem dari tadi, aku angetin aja, ya. Soalnya pasti udah dingin-" Kinan tidak melanjutkan ucapannya, karena mulutnya sudah terbungkam oleh lumatan kasar Bam. Laki-laki itu kalut, dengan pikiran melalang buana, Bam tidak tahu sudah memperlakukan istrinya itu di ranjang seperti apa. Tapi karena rasa cintanya, Kinan tetap melaksanakan tugas sebagai istri dengan baik. Usai pergelutan keduanya, tepat pukul dua dini hari. Kinan kembali teringat jika suaminya belum sempat mengisi perut.  "Mas, aku ambilin makan, ya? Dari sepulang kerja tadi, Mas belum ngisi perut." Kinan bersiap menarik diri dari rengkuhan Bam, tetapi pria itu menahannya. "Jangan ke mana-mana, jangan tinggalin aku... aku mohon, Kinan." "Mas ngomong apa? Aku di sini, Mas. Aku cuma mau ke dapur, ambilin makan buat, Mas. Nggak akan ke mana-mana." Kinan meyakinkan suaminya untuk tetap tenang. Kinan paham jika ada masalah lain yang Bam sembunyikan darinya. Namun, Kinan menahan diri untuk bertanya. Sebab Kinan akan mendengarkan jika Bam sudah siap mengatakan yang sebenarnya, sendiri, tanpa paksaan. Bam mengusap surai istrinya lembut, terlampau lirih dalam gerakan lemahnya. "Kalo ada keputusan yang nyakitin kita berdua, kamu nggak akan ninggalin, Mas, kan? Apapun itu?" Kinan mengernyit, tidak paham maksud Bam. "Kenapa harus ada keputusan menyakitkan, Mas? Kalo kita aja bahagia." Bam menarik napas dalam. "Nan..." "Hem?" "Apa keputusan kamu, kalo aku memutuskan menikah lagi?" Sesaat, hanya sesaat kalimat itu terucap dalam lampiran kata berbentuk pertanyaan. Tapi sukses dan mampu membuat runtuh dunia serta kehidupan yang katanya sudah bahagia dan akan terus bahagia meski tanpa kehadiran seorang anak.   Nyatanya... Bam menipu wanita yang sugguh-sungguh ia cintai, dan lamunan Bam terputus oleh pertanyaan Kana. "Berapa lama lagi kamu di sini?" Kana mengambil potongan kue untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. "Agak lama. Karena sekarang saya ngurus perusahaan Ayah di sini." Anggukan kepala ringan serta bentuk bibir Kana yang dimajukan menjelaskan betapa tidak pentingnya pembahasan tersebut. "Sengaja?" tanya Kana. Melihat garis wajah kebingungan Bam, Kana melanjutkan sekaligus menjabarkan. "Sengaja berlama-lama mengurus perusahaan yang di Jakarta, buat nemuin Kinan dan Kanu?" Bam memilih tidak menjawab secara gamblang, dan Kana menyimpulkan sendiri. "Sebelumnya, saya minta maaf. Tapi karena Gina sering kali mengeluh mengenai ini, mau tidak mau saya harus mengatakan juga. Ini salah satu penyebab saya gusar, karena kandungan Gina yang masih rentan." Kana menjeda. "Bam, kamu sudah memiliki keluarga lain saat ini. Jangan mengejar keluarga lain yang sudah kamu tinggalkan. Sedari awal kamu nggak mau menerima keadaan Kinan yang tidak–oh, bukan... belum. Ya, belum dipercaya Tuhan mengandung. Tapi setelah kamu tau Kinan melahirkan putranya, kamu datang dan ingin diakui sebagai ayah...? Apa kamu pikir emosi manusia bisa selalu stabil? Apa kamu pikir Kinan tulus menerima kamu, dan mengatakan kamu adalah ayah Kanu dalam waktu singkat?" Dan Bam terus diam. "Pikirkan ini. Saya kira, lebih baik kamu pergi dan nikmati kehidupan baru kamu. Ketimbang kembali dalam kehidupan Kinan dan anaknya, itu jelas menganggu." * Kinan yang sedang membereskan dapur setelah kembali pulang dari rumah Gina, mendapatkan pesan dari Gina setelahnya. Gina : Nan, jangan terlalu keras sama Kanu. Dia gk sengaja, tadi. Jgn dituntut bisa nerima gitu aja. Sebaik-baiknya Gina, tetap saja sahabat Kinan itu tidak akan pernah menerima Bam dengan baik, lagi. Karena Gina memang sudah tidak bisa menerima semuanya, sikap Bam yang terlalu pasif atas perlakuan keluarganya pada Kinan. Me : I'ts okay. Gk ada yg berlebihan, kok. Udh biasanya Kanu begitu. Paling cuma kaget aja. Kinan selalu menjadi pihak yang tenang. Tapi tidak menutup kemungkinan jika nantinya Kinan yang akan menjadi sangat dominan pada Gina. Kinan juga bisa sangat marah, dan tidak terkendali. Gina : Biasa gmn?! Kamu tuh maksa Kanu. Lgian kmu ngapain bawa Bam, buat dikenalin? Kanu gk ngerti apa-apa! Siapa yang patut disalahkan kalo Kanu nggak tau menahu ttg ayahnya? Kmu hrs sdr itu, Nan! Sepertinya memang Gina memiliki intuisi sendiri mengenai motif kedatangan Bam yang tiba-tiba. Memang selain tidak menyukai Bam, Gina juga tidak mau Bam berkeliaran dikeliling hidup Kinan dan Kanu. Agar Bam tidak mencuci otak Kinan, dan mencari celah kembali bersama. Me : Gin, mnding udhin aja bhas Bam. Lagian Kanu juga udh gk bahas lagi. Gina : Gmn kalo dia trs ngotot buat ketemu Kanu lg? Dia bisa aja ngerayu km lagi, Kinan! Kinan memutar otak, mencari balasan yang paling mampu menekan argumentasi Gina lagi. Me : Gina, please! Udh. Jgn terlalu berpikir yg gk-gk. Kasian baby kamu nantinya, kalo banyak pikiran. Sepertinya sudah pasti ampuh. Buktinya Gina tidak membalas lagi. Atau mungkin Kana sudah berada di rumah, Gina akan segera menghapus pesan. Kana pasti akan marah, jika Gina terlalu memikirkan apa yang tidak perlu dikehamilan keduanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD