Bab 3 || Sociopath Girl

1374 Words
    Safira membuka pintu kelas dengan kasar lalu melangkah santai memasuki kelasnya yang baru saja menyelesaikan mata pelajaran jam pertama. Beberapa siswa yang sedang bermain game menyumpah karena terkejut. Mereka pikir guru mata pelajaran kedua yang masuk. Begitu juga para siswi yang sedang bergosip ria. Beberapa orang tampak kesal karena terkejut lalu kembali melanjutkan aktivitas seolah kedatangan Safira tidak penting. Dia melewati meja Sasha dan Tika. Sasha bersedekap dan menggelengkan kepala sedangkan Tika hanya menatapnya sekilas.     “Abis dari mana, lo? Kok telat?” tanya Rossa yang penasaran. “Baru kali ini gue liat lo telat.”     “Baru kali ini juga ada orang yang nanyain alasan gue telat selain guru piket.”     “Kesiangan, lo?”     “Gak. Gue abis bunuh tikus gang.”     “Masuk akal sekali.” Rossa memutar bola matanya. “Nyesel gue nanya.”     “Selamat.”     “Selamat apaan?” tanya Rossa dengan intonasi yang meninggi.     “Selamat sudah menyesal.” ujar Safira lalu tertawa puas. Rossa tercengang menatapnya.       ***       Rossa dan Safira berjalan menyusuri lorong menuju kantin. Saat melewati mading sekolah. Safira berhenti sesaat.     “Oh? Cewek yang di g**g waktu itu. Wah ternyata dia jenius.” Safira membaca artikel yang memuat pemenang olimpiade Matematika di Jepang. Pemenangnya adalah gadis yang minggu lalu dia tolong dari perundung sekolah tetangga.     Di samping foto gadis tersebut. Ada artikel lainnya yang memuat gadis cantik. Gadis itu adalah Anastika Evania alias Tika. Dia dinobatkan sebagai duta remaja Bali 2019. Tidak hanya itu prestasinya Tika. Dia juga seorang pianis muda berbakat yang dalam waktu dekat ini akan mengadakan resital.     Setelah seminggu bersekolah di SMA Wijaya, Rossa menyadari bahwa sekolah ini memiliki banyak siswa berprestasi. Tidak hanya siswanya. Guru-gurunya pun tampak sangat elegan. Bahkan kabarnya ada guru BK di sekolah ini lulusan psikologi dan telah mempunyai praktek sendiri.     Rossa dan Safira duduk bersama di meja kantin setelah memesan makanan. Seperti biasa, Safira makan dengan tenang. Rossa membandingkan meja makannya dengan meja yang lain. Hanya mejanya yang tampak sunyi. Setiap siswa terlihat makan sambil bercengkrama. Membicarakan hal penting sampai hal tidak penting seperti gosip baru tentang kakak kelas.     “Lo masih suka ikut lomba-lomba debat gak?” Rossa berusaha memecah keheningan.     “Gak.”     “Kenapa? Di SMP dulu lo keren banget lho. Selalu jadi juara satu.”     “Males aja.”     “Sayang banget. Seandainya gue sepintar lo juga.” Rossa menyuap nasinya. Lalu sorotnya tidak sengaja melihat sekelompok siswa yang memandang ke arahnya.     Rossa paling merasa tidak nyaman dipandangi oleh orang yang tidak dia kenal. Pikirannya akan berlari ke arah hal yang membuat dirinya khawatir berlebihan. Insecurity.     Safira menyadari perubahan sikap Rossa. “Kenapa lo?”     “Tiga cowok di arah jam dua terus natap gue. Gue gak nyaman.”     “Paling mereka pengin ngajak lo kenalan.”     “Beneran cuma pengin ngajak kenalan. Bukan karena ada yang salah di gue?”     Safira berdecak dan menggeleng. Ternyata sikap bodoh Rossa masih menempel. Selalu menyalahkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain. Sikap yang dari dulu membuat Safira membatin dan ingin memukul kepalanya agar sadar.     Safira pun berdiri dari kursinya dan berjalan menuju kursi tiga siswa tersebut. Rossa menahan lengan Safira, tetapi langsung ditepis. Dia terus berjalan dan berhenti di depan meja siswa yang terus menatap ke arah Rossa.     Satu di antara tiga siswa itu terlihat meneguk kelenjar ludahnya. Mereka bertiga tampak terkejut dengan kedatangan Safira yang tiba-tiba. Safira melipat kedua lengannya di depan d**a.     “Nama dia Amanda Rossa, siswi baru di kelas XI IPS 1. Kalau mau ajak kenalan, langsung datangin orangnya, jangan ditatap aja terus kayak pengecut.” Safira langsung membalikkan tubuh dan pergi. Dia tidak peduli dengan bola mata yang melebar menatapnya saat kata pengecut keluar.     Rossa membatin di tempat. Dia malu sekaligus takut. Malu karena semakin banyak yang memperhatikannya saat Safira telah kembali duduk dan takut jika saja ketiga siswa itu mengira bahwa Rossa lah yang memberi perintah Safira untuk mendatangi mereka.     “Safira! Lo ngapain sih?”     “Gue cuma mau liat mereka pengecut atau bukan.”     Siswa yang duduk ditengah terlihat berdiri dan mendatangi meja Rossa. Rossa berusaha tenang meskipun aslinya panik. Cowok tersebut duduk dihadapan Rossa.     “Hai. Gue Jeno.”     “Well. Ternyata lo bukan pengecut.” Safira yang menyahut duluan.     “Ehm. Gue Rossa.”     “Gue boleh minta nomor lo gak?”     “Wow. Gercep juga.” Sekali lagi Safira menyahut duluan. Rossa menyubit lengan Safira dan Safira mengaduh kesakitan.     Karena merasa tidak nyaman menolak permintaan Jeno, akhirnya Rossa memberikan nomornya. Setelah itu Jeno kembali ke tempatnya.     Di sisi lain Tika, Sasha dan Arista menyantap hidangan sambil memperhatikan hal yang sedang terjadi di tempat Rossa dan Safira berada.     “Wah. Hebat juga Rossa ya. Baru seminggu udah ada yang ajak kenalan. Jeno pula yang ajak kenalan.” tutur Sasha dengan kesan tidak percaya.     “Wajarlah. Rossa kan cantik.” ujar Arista santai dan tidak peduli.     “Iya benar. Rossa termasuk cantik.” Tika menyetujui pendapat Arista.     “Hehe bener juga sih. Tapi masih cantikan elo kok, Tika. Sang duta remaja kita.” Sasha memuji Tika. Tika hanya tersenyum malu-malu. Lalu sorotnya melihat Gafi yang baru saja datang dan sedang duduk sendirian. Tika berpamitan kepada Sasha dan Arista untuk mendatangi Gafi.     Rossa ternyata telah menyadari kehadiran Gafi sebelum ia duduk di meja makan. Saat Gafi masih berdiri mencari meja makan, sempat terlintas dipikirannya hal konyol untuk mengajak Gafi bergabung bersamanya. Tentu saja hal itu hanya sebatas pikiran. Dia tidak seberani itu. Lalu, Tika datang menghampiri meja Gafi. Mereka pun makan bersama. Rossa terus memperhatikan Gafi dan Tika. Dia penasaran hubungan apa yang Tika miliki bersama Gafi.     “Safira?”     “Hm.”     “Lo tahu gak cowok yang makan bareng Tika itu siapa?”     Safira mengangkat kepalanya untuk memandang ke arah yang dituju. “Oh. Gafi.”     “Mereka pacaran?”     “Tunangan.”     “Hah? Tunangan? Di 2019 masih ada emang yang begitu? Kayak sinetron aja.”     “Entahlah. Gue gak peduli. Yang gue denger sih gitu.”     “Kapan sih lo peduli sama orang lain.” sahut Rossa agak sarkas.       ***       Safira mengecek ponselnya yang ia tinggal di kelas untuk diisi daya baterainya. Bola matanya melebar saat melihat ternyata ada ponsel yang mencuri tempat ponselnya. Safira menarik napas lalu membuangnya kasar. Ia berjalan ke mejanya, mengambil sesuatu di laci lalu kembali ke spot charging. Dengan cepat ia menggunting kabel charger ponsel tersebut lalu kembali ke tempat duduknya.     Sesaat kemudian, Sasha datang dan berniat mengambil ponselnya. Dia berteriak dan tampak sangat marah.     “Siapa yang udah gunting charger hp gue?” Bahunya turun naik menandakan emosi cukup besar.     “Siapa?” teriaknya sekali lagi.     Satu orang siswi dengan takut menunjuk ke arah Safira. Tanpa pikir panjang, Sasha langsung menghampiri dan menggebrak meja Safira. Safira yang sedang menelungkupkan kepala langsung bangun.     “Lo kan yang gunting charger gue?”     Safira menatapnya tajam lalu tersenyum sinis. “Iya.”     Tika dan Arista di belakang Sasha tampak terkejut. Tika langsung memegang bahu Sasha untuk menenangkan.     “Lo gila yah? Punya otak gak sih lo.”     “Punya, dan lebih bagus dari otak lo.”     Sasha semakin geram. “Kalo otak lo lebih bagus seharusnya lo pake buat cabut charger gue baik-baik. Bukan digunting. Dasar sinting!”     Safira terkekeh lagi. “Gue sengaja.”     Sasha menganga tidak percaya lalu terkekeh dan menggeleng. “Lo emang sengaja buat cari gara-gara sama gue ’kan?”     Rossa baru saja dari toilet dan langsung mempercepat langkahnya saat mendengar keributan dari dalam kelas. Safira mulai tak menghiraukan ocehan Sasha. Karena merasa diabaikan, Sasha mendorong bahu Safira.     “Jawab pertanyaan gue!”     “Ada apa ini? Sasha lo kenapa marah-marah?” tanya Rossa yang baru saja tiba.     Sasha menatap ke arah Rossa. “Gue heran ya sama lo. Bisa-bisanya lo betah berteman sama cewek sosiopat kayak dia.”     Rossa tidak merespon ucapan Sasha. Dia justru bertanya kepada Safira. “Saf, lo buat salah apa sama Sasha?”     Safira tidak menjawab.     “Tuh lo liat sendiri betapa freak nya sahabat lo itu.”     “Dia gunting charger hp Sasha, Ros,” jelas Tika.     Rossa menoleh ke arah Safira. “Saf, bener lo gunting charger Sasha?”     “Jawab tuh pertanyaan sahabat lo!”     “Udah, Sa. Udah. Kita selesaiin baik-baik aja dengan kepala dingin. Setuju ’kan, Safira?” tawar Tika.     Safira menatap Tika sesaat lalu tertawa kecil. Perasaannya berkata kemunafikan tepat di depannya. Malas sekali berbicara dengan orang munafik seperti Tika dan dua Sahabatnya itu.     “Udahlah, Sa, ngomong sama orang kayak dia gak akan ada beresnya. Bikin capek lo aja,” tutur Arista.     “Gak. Gue gak mau berenti sebelum dia minta maaf sama gue.”     “Sasha.” Rossa menyebut namanya dengan lembut. “Kita selesaiin baik-baik aja ya, gak usah begini.”     “Gak usah ikut campur deh lo. Lo itu orang baru di sini!”     Safira berdiri dan menggebrak mejanya. Sasha sempat terperenjat. “Mulut lo berisik!”     “Apa lo bilang? Mulut gue˗˗Aaaa.” Sasha berteriak sambil menunduk ke samping untuk melindungi wajahnya. Bukan hanya Sasha, hampir semua yang menyaksikan ikut berteriak karena Safira dengan tiba-tiba mengarahkan pensil yang ujungnya sangat tajam ke wajah Sasha. Arista dengan sigap memukul lengan Safira hingga pensil tersebut terlempar jauh.     “Saling melindungi. Persahabatan orang munafik yang indah.” ejeknya.      Rossa membatu di tempatnya berdiri. Adegan yang baru saja dia lihat seperti merasuki alam bawah sadarnya. Gelisah, gusar dan cemas datang. Saat ini ia bisa merasakan perubahan Safira yang menjadi lebih buruk dari yang dulu. Rossa tiba-tiba merasa bersalah atas perubahan itu.     “Aaaaaa!” teriak Rossa sambil menutupi kedua telinganya dan menunduk. Safira dan yang lain menoleh.     “Please … stop, Saf. Stop,” mohonnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD