10

1012 Words
“Iya Ma, Mama jangan pulang larut malam ya, Dinda khawatir sama Mama,” ucap Dinda. “Sudah deh, jangan manja, Mama kan Cuma pergi sebentar, mama sudah tua, Mama pasti bisa jaga diri, kamu tidak perlu khawatir, kamu selesaikan tugas kamu dan pergi tidur,” jawab Helen sambil mencium pipi kiri-kanannya Dinda, lalu pergi meninggalkan Dinda yang berdiri terpaku di depan teras rumahnya menatap kepergian mamanya. Mamanya pergi dengan mobil sambil melambaikan tangan pada Dinda, Dinda pun membalasnya sambil tersenyum. Dinda melihat mobil mewah Sean yang terparkir di ujung jalan membuatnya mengerutkan kening karna tidak pernah melihat mobil tersebut. Dinda berjalan perlahan mendekati mobil tersebut untuk memastikan siapa yang berdiri di sana dan ada keperluan apa. “Dia menuju ke sini?” batin Sean yang langsung menghidupkan kembali mobilnya dan pergi menghindari agar tidak dilihat oleh Dinda. “Mencurigakan,” gumam Dinda yang merasa aneh pada pemilik mobil tersebut lalu dengan cepat masuk ke dalam rumahnya. ... Keesokan harinya, Dinda pagi-pagi sekali sudah berangkat ke pasar sendirian menggunakan motornya, mamanya belum bangun tidur, sehingga dia tidak tahu kalau anak kesayangannya pergi sendiri menuju pasar. Dinda membaca catatan kecil yang sudah dia persiapkan dari semalam untuk dibeli. Catatan untuk pembuatan kue ulang tahun Mamanya, beserta acara syukuran kecil-kecilan ingin dipersiapkan oleh Dinda untuk kejutan bertambah umur mamanya nanti malam. Dinda pergi melewati tempat tongkrongan Sean yang sedang duduk santai menghirup asap tembakaunya. “Itu seperti nomor plat motornya Dinda,” gumam Sean yang sudah terafal nomor motornya Dinda. “Aku pergi dulu ya,” ucap Sean buru-buru pamit pada teman tongkrongannya. “Mau ke mana?” tanya Leon pada Sean yang sudah menuju mobil. Sean hanya menjawab dengan bahasa isyarat geng mereka, bahasa yang hanya dengan menunjukkan kedua mata mereka, maka sudah dipahami bahwa mereka sedang menjadi mata-mata. Leon yang mendapat jawaban Sean seperti itu tidak lagi memusingkan hal Sean yang pergi terburu-buru, karna sudah jadi hal biasa bagi mereka menjadi mata-mata untuk melakukan pencurian barang yang lalai dalam pengawasan. Sean mengikuti Dinda dari belakang tanpa diketahui oleh Dinda hingga mereka sampai di pasar. “Mang, beli yang ada di catatan ini ya,” ucap Dinda sambil menyerahkan catatan kecilnya pada penjual yang sepertinya sudah langganan tempat belanjanya. “Mau buat kue Neng?” tanya lelaki yang berumur setengah abad tersebut. “Iya mang, disiapin bahannya yang bagus-bagus semua mang ya,” jawab Dinda sambil memilih ceri yang terlihat masih sangat segar-segar untuk hiasan kue. “Sudah pasti Neng, di tempat Mamang semua bahannya kualitas jaminan,” ucapnya dengan bangga sambil mengambil barang permintaan Dinda. Sean yang berdiri di balik tiang bangunan sambil berpura-pura sibuk memainkan ponselnya tersenyum mendengar keramahan Dinda dengan penjual itu, dia seperti merindukan hal lalu yang sudah lama hilang darinya. Setelah belanja bahan kue, Dinda membeli bahan masakan yang akan dia siapkan untuk acara syukuran. Semua yang dibutuhkan oleh Dinda sudah di beli semua, seorang kuli angkat barang di pasar, di sewa oleh Dinda untuk membantunya mengantarkan barang-barangnya tersebut ke atas motornya. “Ini Neng terlalu banyak, gak bisa di bawa pulang pakai motor, mending Neng sewa becak saja biar lebih mudah,” tawar kuli angkut barang tersebut. “Gitu ya Pak, iya deh, lebih aman bawa pulang pakai becak saja ya,” jawab Dinda sambil mencari-cari di mana ada parkir becak. “Kalau Neng butuh becak, bapak ada kawan tukang becak, Neng mau pakai? Biar bapak telpon dia,” tawarnya. “Sepertinya tidak perlu Pak, saya panggil tukang becak yang di depan sana saja,” jawab Dinda sambil tersenyum menunjukkan ke arah kumpulan becak. “Tidak apa-apa Neng, teman bapak yang ini sangat hati-hari bawa becaknya, bisa dipastikan barang Neng akan sampai ke tujuan dengan keadaan baik,” ucapnya yang langsung mengeluarkan ponsel kecilnya dan langsung menghubungi seseorang tanpa bisa dicegah oleh Dinda. “Kamu ke sini ya, ada pelanggan yang butuh becak, kamu antar barangnya sampai ke rumah jangan sampai ada yang lecet,” ucapnya di ponsel dengan suara nyaring. “Tenang saja Neng, kawan bapak sudah menuju ke sini, tidak lama dia akan sampai,” lanjutnya lagi berkata pada Dinda membuat Dinda merasakan hal aneh pada sikap bapak di depannya ini. Sudah 10 menit menunggu, becak yang dimaksud oleh lelaki tua di hadapannya belum juga sampai. “Pak, batalkan saja becaknya Pak, saya panggil becak yang ada di sana saja,” ucap Dinda pada lelaki itu. “Jangan Neng, jangan, mereka biasanya ugal-ugalan jalannya,” jawabnya yang menghalangi langkah Dinda menuju parkiran becak. “Pak, saya mau panggilkan becak di depan sana, jadi tolong bapak jangan halangi jalan saya, atau saya teriak minta bantu sama warga di sini!” ucap Dinda yang mulai emosi pada kelakuan lelaki tua itu. Dengan wajah geram lelaki tua itu menggeserkan tubuhnya memberi jalan untuk Dinda pergi menemui tukang becak. Sean yang sedari tadi menguping perdebatan Dinda dengan kuli angkut tersebut ikut curiga pada taktik lelaki tua yang menghalau langkahnya Dinda. Sean berpura-pura mendekati motor yang terparkir di samping barang miliknya Dinda sambil berdehem pada lelaki tua itu, Sean menatap tajam pada lelaki tua itu yang terlihat gerak-geriknya sangat mencurigakan. Mendapati Sean yang duduk di dekat barangnya Dinda sambil menatap lelaki itu tajam membuat lelaki itu memundurkan langkahnya dan pergi meninggalkan barang Dinda dalam keadaan utuh. “Ceroboh sekali!” gerutu Sean yang mengutuk kecerobohan Dinda karna meninggalkan barang belanjaannya bersama orang yang tidak dia kenal sama sekali. Sean melihat Dinda berjalan ke arah barangnya dengan tukang becak, membuat Sean memutar balikkan badan agar tidak terlihat wajahnya oleh Dinda. “Ini Pak belanjaannya, tapi tolong Pak ya jangan ngebut-ngebut, masalah bayaran kalau Bapak mau ongkosnya dua kali lipat saya tidak masalah, asal barang saya selamat sampai rumah,” ucap Dinda pada tukang becak. “Siap Neng, ongkosnya seperti biasa kok, tidak naik, bapak tidak berani ngebut, bapak sudah tua, dapat penumpang saja bapak sudah bersyukur,” jawab tukang becak tersebut sambil tersenyum penuh wibawa membuat hati Dinda tenang, karna tukang becak tersebut tidak seperti yang dituduhkan oleh kuli angkut barang tadi. Mereka menaikkan barang-barang belanjaan ke atas becak dan pulang ke rumah Dinda yang tetap diikuti oleh Sean. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD