2

1023 Words
“Ada apa lagi kamu ke sini? Bukannya aku menyuruh kamu untuk menjaga perempuan itu!” bentak Jordan yang tidak suka anggotanya melanggar perintah yang dia suruh. “Maaf Bos, saya hanya ingin menyampaikan, perempuan itu bukan mata-mata, tapi dia mengikuti saya karna ingin mengembalikan kunci brankas kita, yang dia pikir ini kunci rumah saya, tadi tidak sengaja saya tertabrak dengan dia saat keluar dari toko melakukan transaksi yang bos perintah,” ucap Sean di hadapan Jordan yang membuat Jordan memikirkan ucapan Sean untuk mempertimbangkannya. “Tapi aku tidak bisa membebaskan dia begitu saja, aku harus menyelidiki tentang perempuan itu, hingga aku temukan bukti-bukti akurat kalau dia bukan mata-mata, maka dia bisa keluar dari tempat ini dalam keadaan baik-baik saja!” jawab Jordan dengan tegas. “Baik Bos,” jawab Sean yang sedikit menunduk dan segera pergi kembali untuk menjaga Dinda. “Bagaimana kata Bos kamu?” tanya Dinda dengan cepat begitu melihat Sean kembali dan duduk tepat di depan tahanan Dinda. “Katanya, dia akan memeriksa identitas kamu sampai kamu benar-benar terbukti bukan orang suruhan,” jawab Sean santai sambil meletakkan kedua kakinya di atas meja sambil memainkan tembakau di tangannya dan siap untuk di nikmati. Terlihat kekecewaan di wajah Dinda, tapi dia tidak bisa berbuat banyak, ini juga salahnya dia, karna dia tidak hati-hati mengikuti seseorang. “Mas,” panggil Dinda yang membuat Sean melirik ke arah Dinda dengan ujung matanya. “Saya mau Shalat magrib, apa di sini ada air?” tanya Dinda. “Tidak ada!” jawab Sean dengan cuek, karna sebenarnya dia malas bangun dari duduknya membuka pintu tahanan untuk Dinda. “Tapi aku ingin ke kamar mandi,” ucap Dinda lagi yang membuat Sean menatap Dinda dengan cepat. “Di sini tidak ada siapa-siapa! Aku bebas berbuat apa saja sama lu kalau lu banyak permintaan!” ancam Sean yang membuat Dinda ketakutan, hingga Dinda mundur ke belakang agar Sean tak bisa melihatnya lagi. Dinda bertayamum, setelah itu merapikan jilbab dan bajunya agar auratnya tertutup dengan sempurna. “Maaf, di sini kiblatnya ke arah mana ya?” tanya Dinda yang memberanikan diri untuk kembali bersuara. Sean memikirkan beberapa saat, lalu kembali memainkan ponselnya. “Bagus-bagus di tanya, malah cuek,” gerutu Dinda dengan kecewa karna tidak mendapatkan jawaban yang dia mau. “Hadap ke kiri lu! Itu kiblat! Sudah ngomongnya?!” tanya Sean dengan ketus. “Sudah,” jawab Dinda dan dia mulai melakukan Shalat magrib yang hampir habis waktunya, setelah itu duduk beralaskan kardus yang tadi dia pakai untuk sajadah, sebagian kardus dia pakai untuk menutup tubuhnya agar tidak langsung terlihat oleh Sean. “Untung Mama lagi keluar kota, jadi Mama tidak tahu kalau aku sedang mendapatkan musibah ini, kalau Mama lagi di rumah, pasti Mama sudah sangat cemas, mana ponsel aku tidak ada signal lagi,” batin Dinda yang melihat ponselnya. Dinda tidak sadar dia tertidur di tempat duduknya, hingga Sean datang untuk membawa makan malam untuknya. “Bangun! Itu makanan Lu!” ucap Sean sambil meletakkan bungkusan nasi di hadapan Dinda yang baru saja membuka matanya. “Maaf, aku benar-benar ingin pergi ke kamar mandi,” ucap Dinda yang membuat langkah Sean terhenti. Dinda sedikit merasa ketakutan ketika lelaki itu berbalik badan ke arahnya, dia terus menunduk sambil berdoa agar lelaki itu tak macam-macam sama dia. “Ikut aku!” gertak Sean yang membuat Dinda menciut, tapi segera bangun dengan tubuh bergetar dan berjalan di samping Sean. Tercium bau parfum dari tubuh Sean, karna dia berjalan sangat dekat dengan Dinda, yang membuat Dinda sedikit risih, karna dia dari dulu tidak mau berdua-duaan dengan lelaki yang bukan mahramnya. “Itu kamar mandinya! Cepat, aku tidak punya waktu menunggu Lu lama-lama!” bentak Sean lagi yang membuat Dinda langsung memegang jantungnya yang hampir copot. Dinda dengan cepat masuk ke kamar mandi itu, setelah membuang hadas kecilnya, Dinda segera berwuzhu dan keluar dengan cepat. “Sudah?!” tanya Sean membentak yang di jawab dengan anggukan oleh Dinda, dan Dinda berjalan dengan cepat untuk segera masuk ke dalam tahanan, dia benar-benar takut pada Sean yang kadang-kadang memandangnya dengan nafsu. Sean yang berpikir Dinda ingin melarikan diri sudah memasang kuda-kuda untuk berlari lebih cepat, eh taunya Dinda malah langsung belok masuk ke dalam tahanan membuat Sean ingin mengumpat karna merasa di kerjai. Dinda kembali melakukan Shalat Isya, padahal nasi yang di bawa oleh Sean belum di sentuh. Setelah Shalat, Dinda hendak mengaji, tapi ponselnya sudah lowbat, membuatnya bingung. “Apa aku minta sama Mas itu saja ya? Sepertinya dia tidak kejam-kejam sekali,” batin Dinda yang melirik Sean, dan kembali melirik ponselnya hingga dia melakukannya beberapa kali, membuat Sean melihat tingkah Dinda yang membuatnya penasaran. “Apa?!” tanya Sean dengan kasar. “Aku ... aku ... mau ...,” ucap Dinda dengan gagap membuat kuping Sean terasa panas. “Aku! Aku!, aku apa?! Cepat bicaranya!” bentak Sean lagi yang membuat Dinda meneguk saliva. “Aku mau pinjam charger, boleh?” tanya Dinda dengan perasaan takut. “Gitu doang pun!” ucap Sean yang melempar charger ke arah teralis besi tempat Dinda berdiri. “Jangan di lempar, ih, nanti rusak,” gumam Dinda setengah berbisik sambil memungut barang tersebut membuat Sean merasa terhibur dengan tingkah Dinda yang gemes. “Untuk apa charger? Di sini gak ada signal!” ucap Sean yang sedikit melembutkan intonasi bicaranya. “Saya tahu, tapi saya sedang butuh biar ponsel saya tetap menyala,” jawab Dinda yang langsung pergi untuk mengecas ponselnya. Sean yang mendengar jawaban Dinda membuatnya melongo, “Baru gua baikin sedikit sudah ngelunjak jawabannya,” desis Sean yang melihat Dinda melengos dengan tidak sopan. Dinda mengecas ponselnya dan mulai mengaji dengan suara kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Sean, tapi Sean tidak menggubrisnya, karna itu hak dia mau mengaji apa bukan. “Eh, mana cewek yang tadi siang di tahan?” tanya Leon yang datang menghampiri Sean. “Tuh lagi mengaji,” jawab Sean datar, Leon mencoba mengintip, tapi dia tidak bisa melihat wajah Dinda dengan jelas. “Ah, gua gak suka cewek berpakaian kayak nenek-nenek,” cibir Leon yang pergi meninggalkan Sean sendiri, Sean tidak peduli pada ucapan Leon, karna itu bukan urusannya, tugasnya hanya menjaga Dinda, tidak lebih. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD