3

1142 Words
“Ah, gua gak suka cewek berpakaian kayak nenek-nenek,” cibir Leon yang pergi meninggalkan Sean sendiri, Sean tidak peduli pada ucapan Leon, karna itu bukan urusannya, tugasnya hanya menjaga Dinda, tidak lebih. Sean tertidur di kursi duduknya saat Dinda sudah selesa membaca Al-Qur’an, dia hendak mengembalikan charger milik Sean, tapi melihat Sean yang tertidur dengan pulas membuat dia mengurungkan niatnya memanggil lelaki itu, dia meletakkan charger tersebut di pintu jeruji besi, supaya kalau Sean butuh tinggal mengambilnya, kemudian Dinda makan malam yang tadi dibawakan oleh Sean sampai habis, karna perutnya sudah keroncongan. Dinda ikut tidur sambil duduk bersandar di pojok tahanan, karna dia tidak terbiasa tidur sambil duduk akhirnya dia merebahkan tubuhnya di atas lantai yang beralas kardus, dia terlihat sangat kelelahan. Sean yang terbangun karna gigitan nyamuk mencoba melihat ke dalam tahanan memastikan kalau Dinda masih berada di sana, melihat Dinda masih berada dalam tahanan, Sean kembali melanjutkan tidurnya hingga pagi hari. Dinda yang sudah terbiasa bangun subuh sudah lebih dulu bangun dari pada Sean, Dinda terpaksa bertayamum karna tidak berani membangunkan Sean yang masih terlelap. Satu jam kemudian, seorang lelaki mendatangi Sean yang masih terlelap. “Sean, bangun, ini makanan lu sama perempuan itu,” ucap lelaki bertubuh besar itu dan berkulit hitam. “Eum, iya ya, thank’s,” jawab Sean sambil mengusap wajahnya karna baru bangun. Sean menatap ponselnya, terlihat sudah jam delapan pagi, dia melihat dua bungkus nasi beserta air mineral sudah ada di depan matanya. Dia mengambil satu bungkus nasi tersebut dan berjalan ke arah jeruji besi. “Eh, ini makanan Lu! Ambil ke sini! Malas aku harus masuk!” panggil Sean sambil menenteng bungkusan plastik di tangannya. Dinda bangun dan berjalan ke arah Sean, dan mengambil nasi bungkus tersebut, dia berjongkok hendak mengambil charger Sean untuk menyerahkan pada Sean. “Eh, charger aku mana? Jangan di umpetin! Gak akan berhasil kalau lu udah ada di dalam sini,” ucap Sean pada Dinda yang sedang mengambil charger Sean, dan langsung memberikan pada Sean. “Terima kasih, semalam saya ingin mengembalikannya, tapi Masnya sudah ngorok!” ucap Dinda yang pergi dari hadapan Sean. “Eh kurang agar sekarang ya,” ucap Sean sambil menunjuk ke arah Dinda. “Aku mau keluar dari sini! Aku bosan! Aku juga ada pekerjaan hari ini,” ucap Dinda dengan wajah kecewa. “Mintanya sama bos Aku, jangan sama Aku!” jawab Sean cuek membuat Dinda kesal. “Kalau aku tidak keluar hari ini, aku pakai baju apa besok? Masak aku pakai baju ini lagi? Ini saja sudah bau,” gerutu Dinda dengan wajah kusut. “Lu itu ya, ehh! Bawel banget!” gertak Sean yang membuat Dinda kembali ciut, tapi dia benar-benar sudah tidak tahan memakai baju di tubuhnya. Sean pergi meninggalkan Dinda sendiri di tahanan, membuat Dinda merinding ketakutan, tapi ini salah dia sendiri karna terlalu bawel, Sean pergi menemui Jordan untuk mengadukan hal pakaian Dinda. “Bos, perempuan itu minta baju ganti,” ucap Sean pada Jordan. “Pergi beli!” perintah Jordan yang membuat mata Sean terbelalak. “Maksud Bos, saya yang beli?” tanya Sean dengan raut wajah cemas. “Siapa lagi? Kamu ingin saya yang pergi membeli baju untuk dia?” bentak Jordan yang membuat Sean tak lagi membantah. “Aku mana tahu ukuran pakaian dia,” gerutu Sean sambil menggaruk kepalanya yang gatal tiba-tiba. “Memangnya kamu tidak punya mulut untuk bertanya ukuran pakaian dia?” bentak Jordan lagi yang membuat Sean tersentak dan langsung berdiri dengan tegap. “Siap Bos, saya akan pergi membeli pakaian wanita itu,” jawab Sean dengan hormat dan segera kembali menemui Dinda. “Nih, ambil, tulis ukuran baju lu!” ucap Sean sambil melempar buku kecil beserta pulpen ke hadapan Dinda. Dinda segera mengambil buku itu dan menulis ukuran pakaian yang biasa dia pakai. “Mas, kalau pakai ... itu boleh tidak?” tanya Dinda yang merasa segan memberitahukannya, tapi dia benar-benar sudah tidak nyaman memakai pakaian kemarin. “Apa?! Ngomong yang jelas!” bentak Sean lagi yang membuat Dinda menulis satu set bikini, dia ingin menulis pakaian dalam, tapi sangat segan, apalagi sama lelaki yang tidak dia kenal, sangat memalukan, tapi Dinda juga sangat butuh. “Sudah aku tulis semua!” ucap Dinda sambil menyerahkan kembali buku kecil itu dengan jutek. Sean langsung memasukkan buku kecil itu ke dalam saku jaketnya dan pergi meninggalkan Dinda sendiri. Sean memberikan catatan tersebut pada pelayan mal, biar mereka saja yang sibuk, dia hanya menunggu barang siap saja. “Maaf Mas, untuk bikini, mas mau yang warna apa?” tanya pelayan tersebut membuat mata Sean terbelalak mendengar pertanyaan pelayan itu. “Kamu serius dia minta dibelikan bikini?” tanya Sean kembali dan merampas catatan kecil itu untuk memastikannya. “Iya Mas, di situ di tulis bikini,” jawab pelayan tersebut. “Bikini? Untuk apa? Apa dia mau berenang di dalam tahanan? Mana ada kolam berenang di sana? Benar-benar gila perempuan ini,” batin Sean yang tidak habis pikir dengan catatan belanjaan Dinda. “Bagaimana Mas?” tanya pelayan itu kembali. “Saya pikir dulu,” jawab Sean kecut yang malu pada pelayan itu. “Memangnya ini untuk siapa Mas? Bajunya syar’i semua, tapi kenapa dia minta dibelikan bikini? Apa dia punya kolam renang pribadi?” tanya pelayan itu kembali. “Itu untuk istri saya, saya juga kurang paham, tapi kami tidak punya kolam renang, dia juga tidak hobby berenang di pantai,” jawab Sean mengada-ngada. “Apa mungkin istri Mas minta di belikan pakaian dalam, tapi istri mas malu untuk menuliskannya?” “Masuk akal, ya sudah, pilih pakaian dalam sesuai ukuran yang dia tulis untuk bikininya ya,” ucap Sean yang mengangguk-angguk dengan yakin kalau yang dimaksud bikini itu adalah pakaian dalam, “Dasar cewek setengah waras,” gerutu Sean yang tak habis pikir pada kelakuan perempuan yang di jaganya. “Ini Mas, sudah saya pilihkan motif cantik-cantik, semoga Mas sama Istrinya makin langgeng ya, Istri Mas pasti cantik banget, ukuran tubuhnya saja ukuran langsing,” ucap pelayan tersebut yang sedikit bergurau dengan Sean, sedangkan Sean tersenyum kecut. Sean telah mendapatkan semua pakaian yang ditulis oleh Dinda, dia langsung pulang ke markasnya. “Bagaimana? Kamu sudah membelikan semuanya?” tanya Jordan saat melihat Sean sudah sampai di dalam. “Sudah Bos.” “Bagus, berikan pada dia, bilang sama dia, kalau dia terbukti sebagai mata-mata, suruh dia untuk mengucapkan selamat tinggal pada pakaian-pakaiannya.” “Iya Bos, kalau begitu saya permisi dulu,” ucap Sean yang pergi untuk menemui Dinda. Sean pergi ke ruang bawah tanah untuk menemui Dinda, terdengar Dinda sedang mengaji dengan suara merdu, “Apa dia tidak capek ya, mengaji terus-menerus,” batin Sean yang heran melihat kegiatan Dinda. “Nih, pesanan Lu!” ucap Sean yang menjatuhkan barang bawaannya di hadapan Dinda. “Terima kasih banyak Mas,” ucap Dinda yang dengan cepat menerima pakaian yang diberikan oleh Sean. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD