Belanja Yang Melelahkan

1805 Words
Bening berada di rumah Hardy untuk menyambut kedatangan Bimo dan Arini. Mereka berangkat dari Solo jam tujuh pagi agar tidak terlalu sore saat tiba di Surabaya. Jam masih menunjuk angka delapan pagi saat Bening tiba di rumah Hardy. Ia diantar Yanto dengan menggunakan Fortuner hitam milik Rudi. Berhenti tepat di depan rumah Hardy yang pagarnya masih tertutup rapat. “Nanti sore ayah menjemputmu,” kata Yanto. Dengan suara yang sangat rendah karena menahan emosi. Sebenarnya ia tak suka Bening sering ke Hardy. Meskpun Hardy kakaknya, tapi ada Ari yang merupakan orang lain. Apapun alasannya, Yanto hanya ingin Bening berada di rumah saja. Bersamanya dan Rudi, itu saja sudah cukup/ “Aku bisa minta antar Kak Hardy, Yah.” Bening tak ingin merepotkan sang ayah. Depot Chinese Food milik Yanto sedang kekurangan karyawan. “Jangan merepotkan dia. Dia pasti sibuk,” ujar Yanto dengan mata berkedut. Bening sudah nyaman dengan Hardy, karena itu dengan mudah mengatakan sesuatu yang sebenarnya perlu persetujuan darinya.  Fakta bahwa mereka kakak adik kandung membuat Yanto cemburu sekali. Andai saja ia adalah ayah mereka berdua, tentu ia akan merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia. “Kak Hardy libur kok.” Bening mengerucutkan bibir. Merasa kalau ayahnya memaksakan diri untuk menjemputnya, padahal ia ingin berlama - lama dengan Hardy. Bahkan kalau diijinkan, ia ingin sekali menginap di rumah itu. Toh di sudah memiliki kamarnya sendiri. Yanto tak suka dengan ucapan Bening yang lebih membela kakaknya. Walaupun tindakan Bening sebenarnya sangat wajar, mengingat mereka saudara kandung dan sudah lama terpisah. Pasti Bening ingin lebih lama bersama saudaranya. Tapi hal itu membuatnya cemburu. Yanto pun ingin bersama Bening dan Rudi seperti biasanya. Menghabiskan waktu bertiga dengan kegiatan – kegiatan rumahan yang tidak spesial. Memasak, bersih – bersih rumah, belanja di pasar, ke supermarket, ke mall bahkan berwisata bersama. Sejak kehadiran Hardy, semua itu menjadi jarang terjadi. Bening lebih sering pergi ke rumah Hardy. Kalau pun di rumah, gadis itu suka sekali menceritakan tentang Hardy, Hardy dan Hardy. Yanto jadi berpikir kalau kelak gadis itu jatuh cinta pada lelaki, mungkin sikapnya hampir sama seperti itu. “Ya sudah. Kalau begitu nanti kabari ayah ya. Mau diantar atau tidak, telepon ayah. OK.” Yanto bersikap sangat dingin yang membuat Bening terheran – heran. “Ayah kenapa?” tanya gadis itu dengan begitu polosnya. “Tidak apa – apa. Ayah sedang … sudahlah. Jangan lupa minum obatmu.” Yanto tak ingin membuat Bening salah sangka padanya. Bening mengangguk lalu menarik tangan Yanto dan menciumnya. Yanto hanya bisa duduk terdiam sambil melihat gadis itu keluar dari mobil. Mobil melaju setelah Bening turun. Gadis itu menunggu di depan pintu pagar sampai mobil tidak terlihat lagi. Bening segera membuka pagar lalu berjalan santai masuk ke teras rumah Hardy. Sambil memandang taman yang ditata dengan begitu indah. Ada air terjun buatan dengan air yang jatuh ke kolam ikan. Beberapa koi berenang bersama ikan mas koki. Bening senang melihat ikan – ikan itu. Ikan – ikan yang sangat lincah dengan warna yang cerah dan kontras, sangat memanjakan mata. “Kenapa tidak masuk?” Suara yang sangat rendah namun tegas dan cukup kencang yang keluar dari mulut pria berbadan tinggi tegap, membuat Bening terkejut hingga memutar badan. Ia kehilangan keseimbangan hingga hampir saja jatuh kalau Ari tidak dengan cepat tanggap menahan pinggangnya. “Lepaskan aku!” Tiba – tiba saja Bening marah tanpa alasan. Padahal ia tahu Ari tidak bermaksud kurang sopan kepadanya, hanya saja tubuhnya merinding saat tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya. “Maafkan aku,” ucap Ari sambil membantu Bening berdiri. Bening sendiri tak menyangka respon tubuhnya seperti itu. Emosi yang tiba – tiba naik hingga membuat pandangannya sesaat menggelap. Hanya amarah yang ingin diluapkan saat tubuhnya tersentuh pria itu. “Maafkan aku, terima kasih.” Wajah Bening memerah karena malu dengan sikapnya. “Tidak apa – apa. Ngomong – ngomong, Hardy harus ke bengkel karena pekerjaan. Dia memintaku mengajakmu belanja, jika kamu mau. Kalau tidak, kamu bisa menunggu di rumah sementara aku belanja di supermarket.” “Aku ikut.” Bening tidak suka sendirian di rumah apalagi saat cuaca mendung seperti ini. Ia tidak suka hujan apalagi kalau ada petir. Jantungnya bisa berdebar – debar dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Ari cukup terkejut dengan Bening. Sepertinya hilang ingatan yang dialami gadis itu adalah kabar baik baginya. “Aku ambil kunci mobil dulu. Kamu tunggu disini,” kata Ari sambil bergegas masuk rumah. Bening kembali memandang ikan – ikan hingga Ari kembali dan mengajaknya masuk ke dalam Innova putih miliknya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Ari hanya tak ingin cepat sampai dan ingin berlama – lama dengannya. Kapan lagi bisa berduaan dengan Bening seperti sekarang. Ia bersyukur karena ada pekerjaan mendadak yang membuat Hardy tak punya pilihan. Hardy sebenarnya ingin memesan makanan untuk menyambut papa dan mama angkatnya. Tapi Ari bersikeras ingin memasak makanan untuk mereka. Ia berdalih ingin menyombongkan masakannya, padahal Ari tidak pandai memasak dan Hardy sebenarnya tahu hal itu. Hanya saja Ari membuatnya percaya kalau ia sudah bisa memasak beberapa makanan. “Mau beli apa, Kak?” tanya Bening setelah sekian lama mobil hanya terisi keheningan. “Aku ingin memasak makanan enak untuk papa dan mama. Menurutmu, makanan apa ya yang enak dan simple?” tanya Ari membuat Bening menerawang. “Papa dan mamanya Kak Ari suka makan apa?” “Papaku suka semua masakan mama kecuali sayur - sayuran. Mamaku suka masak sayur – sayuran,” jawaban Ari membuat kedua alis Bening terangkat. Ari berusaha untuk tidak tertawa. Laki – laki itulah yang tidak menyukai sayuran, sementara Bimo sang papa makan apapun yang dihidangkan, selama tidak terlalu asin atau manis pria itu siap menyantap makanan apapun. “Kok bisa gitu?” tanya Bening dengan begitu naif membuat Ari menutup mulut dengan satu kepalan tangan. “Apa kamu bisa memasak, Bening?” tanya Ari membuat Bening terdiam sesaat. “Aku hanya bisa membuat Chinese Food, Kak.” “Apa saja?” “Nasi goreng, bakmi goreng, capcay, koloke, fuyung hay. Ya gitu – gitulah.” “OK, kalau gitu kita masak itu aja,” ajak Ari sambil bernapas lega karena Bening ternyata bisa memasak. Sampai di supermarket yang ada di dalam sebuah mall besar. Ari segera mengambil troly dan berjalan di samping Bening. “Kita beli apa aja, Bening?” tanya Ari. "Ayam, telor, sayur, bumbu - bumbu, mi...." Tiba - tiba mata Bening menyipit. Ia mulai sadar kalau sebenarnya Ari berbohong soal memasak. “Jangan bilang Kakak nggak bisa masak?” Pertanyaan itu sontak membuat Ari tergelak. Pertanyaan itu menusuk tepat di jantungnya. Tentu saja dengan cara yang sangat menyenangkan. Seperti anak panah dewa cupid yang melesat masuk ke tubuhnya. “Sebenarnya Hardy ingin memesan makanan di Restoran Ramayana. Tapi aku sudah cukup bosan dengan makanan disana. Makanya aku pikir membuat makanan sendiri untuk mereka akan lebih baik.” “Memangnya Kak Ari bisa masak apa aja?” “Air. Telor ceplok dan mi instan.” Ari lagi – lagi tertawa terbahak – bahak. “Kalau tadi aku tidak datang. Kak Ari bagaimana? Maksudku, apa papa mamanya jauh – jauh dari Solo cuma dimasakin mi dan telor?” “Kan ada kamu, Bening.” Ari menepuk pundak Bening, membuat gadis itu sontak memandang tangan besar Ari yang masih berada di pundaknya. Ia tak tahu dulu kehidupannya seperti apa karena Yanto tidak banyak menceritakan soal kehidupannya kecuali hubungan antara ia, yanto dan Rudi. Ayahnya tidak pernah membahas pertemanannya dengan siapapun. “Kalau gitu kita ke lorong daging dulu. Karena belanjanya dadakan, kita akan sibuk mencari barang - barang.” “Siap, Bos. Saya siap mengikuti perintah, Bos!” Sikap Ari yang lucu membuat Bening tertawa sambil geleng – geleng kepala. Bening mulai berkeliling dari Lorong ke Lorong untuk mencari bahan masakan yang ia butuhkan. Ari dengan sabar mengikuti langkah Bening yang begitu pelan dan sangat hati – hati. Pelan – pelan troly yang tadinya kosong mulai dipenuhi dengan bahan masakan yang mereka butuhkan. Mereka sampai pada lorong buah - buahan saat Bening ingat belum mengambil minyak goreng. Karena tidak ada promo, minyak goreng tidak ada di display depan, sehingga ia harus kembali ke belakang dimana berbagai merk minyak goreng berada disana. Bening merasa semuanya sudah dibeli, tapi tetap saja ia harus memeriksa apakah ada bahan yang kurang. Ia tak ingin sampai rumah malah harus keluar lagi gara - gara ada bahan yang tidak dibeli.  Ia memandang semua bahan makanan sambil mengingat – ingat apakah ada bahan makanan yang tertinggal. “Apa di rumah ada lada?” tanya Bening kepada Ari. “Lada?” Pertanyaan Ari membuat Bening mencebik. Pria itu benar – benar tidak tahu bahan makanan tapi berani berkata kalau bisa memasak. “Lebih baik kita beli, jaga – jaga kalau di rumah tidak ada,” ujar Bening. “Selain itu, apalagi?” tanya Ari. "Kita harus beli buah, Kak. Buat pencuci mulut. Gimana kalau pisang dan jeruk?" "Boleh." Ari mengangguk setuju dengan begitu cepat, membuat Bening merasa geli tapi senang karena Ari menuruti semua ucapannya. Bening memilih pisang yang cukup matang dan manis rasanya. Serta memilih jeruk pontianak satu persatu. Jika cocok ia memasukkannya ke wadah plastik, tetapi jika tidak cocok ia akan mengembalikannya. “Kurasa cukup. Ayo kita ambil lada lalu membayar semuanya,” ajak Bening. Ari mengikuti langkah Bening yang semakin lama semakin pelan. Langkahnya mulai tak seimbang. Ari mulai menyadari ada yang salah dengan Bening. “Bening, kamu kenapa?” Ari segera mendekati Bening untuk memastikan gadis itu baik – baik saja. “Aku capek, Kak,” ujar Bening. “Apa kamu baik – baik saja?” tanya Ari, khawatir dengan kondisi Bening. Bening mengangguk pelan. “OK. Kita bayar semuanya lalu cepat pulang.” Tak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Bening, Ari bergegas ke kasir dan membayar semuanya. *** Bening segera memejamkan mata sesaat setelah duduk di jok penumpang depan. Wajahnya tampak pucat dan cukup kelelahan. Ari lupa kalau Bening pernah kecelakaan dan kondisinya masih belum stabil. Hanya saja ia tak berpikir kalau belanja di supermarket akan memforsir tenaganya. Ari mengendarai mobilnya dengan cepat namun hati – hati. Tak pernah mengerem secara mendadak agar tidur Bening tidak terganggu. Setelah sampai rumah, Ari sempat berpikir untuk membangunkan Bening. Saat tanpa sengaja punggung tangannya menyentuh pipi Bening, ia baru menyadari kalau Bening tiba – tiba demam. Hardy keluar dari rumah saat mobil Ari tiba. Lelaki itu bergegas mendekati mereka berdua dan segera membuka pintu samping Bening. “Bening.” “Jangan ganggu dia. Dia demam,” ucapan Ari membuat Hardy terkejut. Ia segera menyentuh dahi Bening dengan punggung tangan. “Apa yang kamu lakukan padanya?” tanya Hardy dengan begitu ketus. “Kita hanya belanja di supermarket lalu pulang.” Sesaat Hardy memandang Ari dengan tatapan tajam, kemudian ia membuka sabuk pengaman Bening lalu membopongnya ke kamar. Ari merasa bersalah karena sudah membuat Bening kelelahan hingga demam. Dengan langkah berat ia masuk rumah sambil membawa tiga kantong besar belanjaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD