?2

1781 Words
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR❕ SEBELUM BACA JANGAN LUPA KLIK VOTE❕ JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK SESUDAH MEMBACA❕ JANGAN LUPA SHARE KE TEMAN-TEMAN KALIAN❕ DILARANG MENCOPY PASTE ❕❕❕ MAAF KALAU ADA YANG SALAH SAMA KATA-KATANYA❕ HAPPY READING ❕ Shiny berdiri di hadapan Varun saat keduanya selesai mandi. Seperti biasa, Shiny mengusap rambut Varun menggunakan handuk kecil. Varun terkekeh saat mendengar decakan dari bibir Shiny. "Kamu sengaja, ya, tidak mau duduk agar aku kesusahan begini mengusap rambut kamu?" tanya Shiny tepat sasaran. "Tidak, aku mau tahu saja rasanya saat kamu mengusap rambutku sambil berdiri," balas Varun tanpa bersalah dengan tangan yang sudah melingkar di pinggang Shiny. "Tapi aku pendek," Shiny mendengus. "Baru sadar?" "Bukan, kamu yang ketinggian," ralat Shiny tak terima dengan perkataannya. "Mau aku bantu?" pertanyaan itu menghantar kerutan di dahi Shiny. Namun tidak lama kemudian, tubuhnya melayang dengan kaki yang sudah ia kalung kan pada pinggang Varun. Segera Shiny memegang bahu Varun. "Varun, apa yang kamu lakukan?" tanya Shiny. "Aku hanya membantu istriku saja. Ayo, keringkan rambutku!" suruh Varun sedikit menundukkan wajahnya. "Tapi aku berat. Turunkan saja aku," ucap Shiny yang tampak gelisah. "Sudah, lakukan saja apa kataku." "Kalau keberatan bilang, ya." "Iya, sayang. Lagian hanya sebentar saja. Kalau kamu tidak banyak bicara, pasti sudah selesai dari tadi." Setelahnya Shiny tak mengeluarkan suara lagi, ia fokus mengeringkan rambut Varun. "Kenapa kita tidak membeli pengering rambut saja? Kalau begini kan banyak menguras tenaga," saran Shiny setelah selesai mengeringkan rambut Varun, namun Shiny masih berada di gendongan Varun. Varun mulai berjalan menuju jemuran handuk, "Aku tidak suka kamu bergantungan pada benda. Kalau masih bisa melakukannya, kenapa harus membeli?" Varun menyuruh Shiny meletakkan handuknya lewat mata. Dengan Shiny yang masih di gendongan Varun, Shiny meletakkan handuk itu. Setelah itu, Varun membawa Shiny menuju ranjang. "Hem, kamu bukan mau mengambil kesempatan dalam kesempitan kan?" pancing Shiny saat ia sudah duduk di tepi ranjang. Varun membungkuk dengan meletakkan kedua tangannya di ranjang tepatnya di kedua sisi Shiny. "Untuk apa aku mengambil kesempatan dalam kesempitan, sedangkan kamu sudah menjadikan istriku?" Varun mengangkat kedua alisnya. "Kamu hanya milikku dan akan selalu begitu sampai kita menua bersama," ucap Varun dengan tenang. Shiny tersenyum, lalu membalas, "Aku mencintaimu, tapi aku lapar. Sudah jam setengah enam sore. Ayo kita makan!" Varun terkekeh mendengar perkataan Shiny. Baru saja mereka memesan beberapa kotak pizza, namun ia masih tetap lapar. "Kemana perginya semua pizza tadi? Apakah kamu membuangnya, hem?" "Tidak, aku menghabiskan semuanya. Bahkan lima kotak," ucapnya tanpa ragu. Ayolah, memakan pizza dalam ukuran besar sampai lima kotak? Apakah masih kurang? Bahkan satu kotak punya Varun langsung diembat oleh Shiny. Tidak, Varun tidak terlalu suka dengan pizza. Varun hanya memakannya sedikit dan sisanya di berikan pada Shiny. Shiny pun menerimanya dengan senang hati. Ya, istrinya itu memang banyak makan, tapi sama sekali tidak berpengaruh pada tubuhnya. Mau seberapa banyak apapun ia makan, tubuhnya akan selalu tetap langsing. "Varun, kamu tidak mau membawaku makan?" tanya Shiny saat Varun tak merespon. Varun masih setia menatap Shiny, lalu menegakkan tubuhnya. Varun mengulurkan tangannya. "Ayo!" Shiny tersenyum lebar, lalu menyatukan kedua tangan mereka. Keduanya baru saja keluar dari tempat penjualan makan. Kini keduanya sedang berjalan mengelilingi daerah pantai. "Apakah kamu mau permen kapas?" tawar Varun ketika matanya tak sengaja melihat penjualan permen kapas. Shiny menatap Varun. Seketika ide jahil keluar dari otak cerdasnya, "Kan aku sudah punya." Kerutan terlihat di dahi Varun, "Maksud kamu?" "Lihat kesana!" Varun mengikuti arah tunjuk Shiny. Cup! Shiny langsung mengecup pipi Varun. Varun tersentak, namun segera ia tutup dengan wajah tenangnya. Shiny menghentikan langkahnya, begitupun dengan Varun. Tangan Shiny mulai mengalung pada leher Varun. "Permen kapas yang ada di hadapanku lebih manis dari pada permen kapas yang mereka jual," ucap Shiny terkekeh diiringi dengan kekehan Varun. "Gembel!" colek Varun gemas pada hidung Shiny. Kali ini ia membiarkan Shiny menyebutnya manis. Setelah cukup lama mengelilingi pantai, mereka balik ke villa. Keduanya terlihat lelah dan langsung menjatuhkan diri ke ranjang, "Huh! Kenapa hari ini begitu melelahkan?" tanya Shiny, lalu membuang napas pelan. Varun menoleh pada Shiny, lalu mengubah posisinya menjadi setengah berbaring dengan sebelah tangan yang mengurung Shiny, "Aku punya kejutan untuk kamu." Pernyataan dari Varun membuat Shiny mengernyit. Ia bertanya dari mata. Varun yang mengerti pun menunjuk meja rias yang berseberangan dengan ranjang. "Ada apa di sana?" tanya Shiny. "Lihat aja sendiri," Varun mendudukkan dirinya. Shiny pun berjalan ke meja rias dan mendapatkan sebuah kotak merah menyala yang dibaluti dengan pita di tengahnya. Shiny mendudukkan dirinya di samping Varun. "Boleh aku membukanya?" Shiny meminta persetujuan dari Varun. "Buka saja." Dengan antusias, Shiny membuka kotak itu. Di sana, tampak sepasang pakaian berwarna hitam bercampuran dengan warna putih dan tidak lupa dengan baju dalaman berwarna kuning. Di tengahnya, tepat di pinggang terdapat sebuah tali berwarna kuning. Shiny mengambilnya dan membukanya lebar. "Ini untukku?" tanya Shiny yang masih belum percaya. "Apakah ada lagi istriku selain kamu, hem?" Varun bertanya balik. Shiny menggeleng, lalu matanya bertemu dengan sebuah surat yang terlipat. Shiny mengambilnya dan membuka lipatan itu. "Pakai pakaian itu setelah salat isya," baca Shiny, lalu beralih menatap Varun. "Ikutin saja apa kata surat itu," balas Varun dengan tenang. "Apakah ini kejutannya?" "Separuh, karena kejutan yang sebenarnya saat aku mengajakmu keluar." Shiny mengingat ini hari apa. Seketika ide jahil itu keluar dari otaknya kembali, "Kita akan malam mingguan?" Pertanyaan dari Shiny membuat raut wajah Varun berubah, "Kenapa harus ada kata malam mingguan?" Ayolah, mereka bukan anak remaja lagi yang harus ada kata malam mingguan. Menurut Varun, kata itu sedikit aneh kalau di gunakan untuk mereka. Shiny terkekeh karena telah berhasil membuat Varun kesal. Tidak tahu kenapa akhir-akhir ini ia senang sekali membuat suaminya itu kesal. "Sorry, Dear. Aku hanya bercanda," gemas Shiny dengan kedua pipi Varun yang terlihat mengembung. Varun menggenggam tangan Shiny. "Aku akan memaafkan mu, tapi ada syaratnya," Varun dalam mode jahil. Varun menarik Shiny semakin dekat, "Va-run, kita-," "Sttt," Varun langsung meletakkan jarinya tepat di bibir Shiny. Jari Varun mulai bermain di bibir merah muda pucat Shiny. Sedangkan Shiny, ia memejamkan matanya menikmati sentuhan Varun di bibirnya. Sedikit lagi kedua bibir itu menyatu, suara ponsel Varun menghancurkan aksinya. Varun mendesah, namun tangannya tetap mengambil ponsel yang di atas nakas. Di sana terpampang nama Namish yang melakukan telepon video. Varun akan menggeser telepon berwarna merah, namun langsung dicegah oleh Shiny. "Jangan dimatikan. Mungkin ada hal penting yang ingin dibicarakan Namish," ucap Shiny. Varun menuruti perkataan Shiny. Walaupun ia yakin kalau Namish hanya akan mengganggu dirinya saja. "Kenapa wajahmu kesal begitu? Apakah aku mengganggu kalian, hem?" ucapan awal tanpa salam. "Wa'alaikumsalam," balas Varun menyindir. "Assalamu'alaikum," ucap Namish dengan cengiran khasnya. "Sudah? Aku tutup dulu teleponnya," ucap Varun membuat Shiny mencubitnya. "Wah! Tidak sabaran sekali kamu Varun. Masih banyak waktu kalian untuk membuat baby," ucap Namish tanpa di filter. "Namish bicaranya!" tegur Teja dari balkon kamar, lalu bergabung dengan Namish yang ada di ranjang. "Kamu itu sudah besar, tapi bicaranya asal ceplos saja," gemas Teja sambil mencubit pinggang Namish. Di sana, Shiny mengambil alih ponsel Varun. Sedangkan Varun memilih mengerjakan pekerjaannya di balkon dari pada mendengarkan perkataan Namish yang sangat unfaedah. "Hai, Tuan! Kalau kamu menelepon Varun hanya untuk mengganggunya saja lebih baik tidak usah menelepon," ucap Shiny memperingatkan Namish. "Ayolah, Kakak Iparku sayang! Kamu tahu sendiri kan bagaimana sepinya aku kalau tidak menggangu dirinya sehari? Aku bisa mati rasa!" balas Namish dramatis. Kedua wanita itu menggeleng kepala jengah mendengar perkataan Namish, "Maklumin saja, Kak. Namish memang selalu eror." "Suamimu itu memang selalu eror," kekeh Shiny dan Teja. Sedangkan Namish sudah merasa kesal, "Kenapa kalian berdua membuli ku, ha? Sedangkan Varun, di mana dia? Apakah dia menghindar lagi dariku?" "Itu kamu tahu." "Wow! Ternyata Varun takut padaku." Pernyataan dari Namish membuat Teja tertawa kuat. "Kenapa kamu tertawa?" tanya Namish bingung. "Sayang, aku kasih tahu, ya, sama kamu. Tidak ada satu orang pun yang takut sama kamu. Malahan mereka takut ikutan eror seperti kamu," tawa Teja pecah lagi saat melihat wajah sebal Namish. "Teja benar Namish. Varun tidak ingin ikutan eror seperti kamu. Makanya ia selalu menghindar saat melihat kamu," ucap Shiny dengan kekehan gelinya. "Sudah, di sini mau magrib. Kami mau salat dulu. Lain waktu, kami akan menelepon kalian lagi. Salam untuk Ayah dan Ibu. Assalamu'alaikum." "Baiklah, wa'alaikumsalam. Jaga diri kalian," balas Teja dengan Namish yang merasa kesal. "InsyaAllah. Namish, kamu tidak ingin mengucapkan sesuatu untuk kami, hem?" goda Shiny pada Namish. Namish tersenyum paksa. "Wa'alaikumsalam, Kak. Aku hanya menunggu keponakan dari kalian saja. Awas kalau keponakannya gagal lagi," ucap Namish dengan cara bicaranya. Sekali lagi, Namish mendapatkan cubitan dari Teja. "Kamu pikir buat anak seperti buat adonan kue?" tanya Teja. Setelah berteleponan dengan Namish dan Teja, Shiny menghampiri Varun di balkon. Dengan Varun yang sama sekali tidak merasakan kehadirannya, Shiny memeluk Varun dari belakang. "Sudah mau azan. Kamu lepaskan dulu selingkuhan mu itu," ucap Shiny dengan dagu di atas bahu Varun. Varun menyimpan berkas yang ia kerjakan tadi, lalu menutup laptopnya dan membiarkan Shiny yang masih memeluknya dari belakang. "Aku sempat cemburu dengan laptop dan kertas itu. Sempat juga berpikir, kenapa aku bisa kalah dengan benda itu? Apakah aku kurang beruntung untuk mengambil perhatian suamiku?" aku Shiny dengan pandangan ke depan. Varun menarik tangan Shiny agar duduk di pangkuannya, "Ada saatnya aku harus bekerja dan ada saatnya aku menghabiskan waktu sama kamu." "Kamu bisa mengatakan itu, tapi tetap saja bekerja saat bersamaku," balas Shiny mulai kesal. "Karena pekerjaan ku menumpuk. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Lagian kalau kita tidak pergi liburan, pasti pekerjaan ku tidak menumpuk." "Berarti kamu terpaksa mengajak ku liburan?" Shiny langsung berdiri dari pangkuan Varun. "Sayang-," Varun mencegah langkah Shiny. Varun berdiri di hadapan Shiny, "Kamu salah paham. Bukan itu maksud-." "Aku mendengarnya dengan jelas kalau kamu mengatakan kalau kita tidak pergi liburan, pasti pekerjaan ku tidak menumpuk," ucap Shiny mulai memutar pergelangan tangannya agar cengkeraman Varun terlepas. "Iya, tapi aku-," "Lepaskan aku. Aku malas dengan kamu," ucap Shiny dengan tatapan ke bawah. "Kalau awalnya tidak niat pergi, tidak usah mengajak ku," sambung Shiny kian lirih. "Lihat aku," pinta Varun pada Shiny yang masih menatap ke bawah. Shiny menggeleng, ia tidak ingin Varun melihatnya menangis. Tidak tahu kenapa, Shiny merasa liburan kali ini seperti terpaksa. Melihat Shiny tidak meresponnya, Varun mengangkat dagu Shiny, "Kenapa menangis, hem?" Tangisan Shiny pecah. Segera Varun membawanya ke pelukan, "Hiks! Aku tidak suka kamu bicara begitu. Aku merasa ajakan kamu kali ini seperti terpaksa dan tidak keinginan kamu sendiri, hiks!" Varun menangkup pipi basah Shiny, "Maaf. Kita salat sekarang, hem?" Shiny memejamkan mata, lalu mengangguk. Keduanya ke kamar mandi untuk mengambil air wudu. To Be Continued... 1710 kata Hadriansyah Varun Irsyad (VARUN KAPOOR) Luthfiyana Shiny Nabilah (SHINY DOSHI) Davino Namish Irsyad (NAMISH TANEJA) Ralyn Teja Fadillaisyah (TEJASSWI PRAKASH) Sabtu, 31 Oktober 2020 Salam sayang dari mantan Namish. linar_jha2
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD