Chapter 10

1217 Words
“Ngapain lu di sini?” “The, aku ke sini Cuma mau pamitan sama kamu. Aku mau … balik ke Indo,” ujar cewek itu. “Bukannya lu belum kelar kuliah di sini?” tanya Theo. “Iya, tapi … orang tua aku … nyuruh buat balik sekarang,” jelasnya sekali lagi. “Emang lu ada masalah apa sampek balik ke Indo terus ninggalin kesempatan kuliah di sini?” “A-aku … aku hamil, The.” “Yang jelas, itu bukan anak gue kan?” Cewek itu menggelengkan kepala, lalu tersenyum. “Ini anak pacar aku, kok.” “Syukur deh. Lagian gue cuma kebagian ngebuka jalan aja waktu itu.” “Iya, aku pamit ya? Maaf kalo pernah nyakitin kamu,” ujarnya. “Em, karena lu udah begini … gue cuma bisa kasih pesan ke elu. Jangan pernah mikir kalo lu sendiri ya! Karena masih ada orang tua dan temen-temen lainnya yang siap bantu.” “Makasih, The.” Setelah berpamitan, cewek yang tidak lain adalah Emma itu pergi. Sedangkan Theo sendiri masuk ke dalam apartemen miliknya dan beristirahat. “Ada aja … hmm, apa mungkin … Vivi juga ha -. Gak! Gak mungkin kalo Vivi hamil. Dia selalu minum obat itu,” gerutu Theo. Banyak yang Theo pikirkan saat ini, apalagi dia harus melihat saudara kembar dari cewek yang selalu ada di kepalanya setiap saat. “Gue nggak bisa gini terus. Gue harus bisa lupain dia. Tapi … gue takut! Gubluk lah! Manusia bege! Argh!” Theo menutup wajahnya dengan bantalan, lalu tanpa sadar ia mulai terlelap di dalam alam mimpi. *** Pagi ini, setelah satu minggu berlalu … Theo kembali beraktifitas seperti biasa. Hanya saja, karena akan ada ujian, dia tidak akan datang untuk memberikan bimbingan belajar. Theo harus fokus untuk nilai kelulusan yang bisa membuat bangga ke dua orang tuanya saat ini. Theo terus melanjutkan hidup dengan kuliah yang sangat lancar, meski dia tidak begitu beruntung dengan percintaan. Kit dan Cory yang selalu bersama Theo, tidak pernah berhenti untuk menjodohkan temannya itu dengan cewek yang ada di kampus. Hanya saja, Theo selalu menolak, dan menjadikan mereka sebagai pelampiasan saja. Di sebuah café, Theo sedang menunggu Kit yang mengajaknya bersantai. Akan tetapi, itu bukanlah untuk mereka, melainkan sebuah kencan buta yang direncanakan oleh Cory juga Kit. Benar saja, seorang cewek datang dan memanggil Theo. Cewek itu memperkenalkan diri, dan mengaku jika Kit sudah merencanakan semua ini. “Maaf ya kalau kamu tidak suka, aku bisa mengerti,” ujar cewek itu. “Nggak papa. Duduk aja, lagian bukan gue yang bayar,” ujar Theo. “Hmm, kamu … pakai bahasa mana?” “Ah, maaf … aku dari Indonesia, dan terbiasa menggunakan bahasa yang sedikit kasar jika sedang bersama teman. Maaf sekali lagi,” ujar Theo menyesal. Akhirnya mereka menyelesaikan acara itu dengan lancar. Theo banyak berbicara dengan cewek itu, hanya saja … tidak ada ketertarikan yang lebih untuk Theo. Setelah pertemuannya dengan cewek itu selesai, Theo pergi menghampiri teman-temannya di apartemen milik Cory. Di sana mereka sedang berkumpul dan bermain game. Theo masuk begitu saja dan memukul kepala satu persatu temannya. Plak Plak “Auw! Apaan sih!” keluh mereka. “Apaan-apaan! Gila lo pada!” “Hahaha, gimana? Cantik bukan?” tanya Kit, menggoda. “Cantik, tapi gak selera ama yang begituan!” jawab Theo kesal. “Hahaha.” Semua tertawa mendengar celotehan Theo yang menggunakan bahasa Indonesia. Meski tidak begitu mengerti, mereka saling menghargai satu sama lain. Dan akan memberitahu artinya setelah selesai. “The, besok ada pesta. Kau mau ikut?” tanya Nola. “Hum … enggak deh. Males.” “Hei, sekali saja … kamu butuh hiburan bro!” sahut Jack. “Nggak deh. Gue balik dulu.” Theo berjalan keluar dari apartemen itu dan menuju ke basement. Di sana, Theo kembali bertemu dengan Vio yang juga tinggal di sana. Selama ini, Theo tidak ingin bertanya pada Vio mengenai Vivi. Tetapi, rasa penasaran menjadi semakin tinggi hingga akhirnya Theo menahan Vio saat akan berjalan masuk ke dalam. “Sekali lagi … kasih alasan ke gue. Apa yang terjadi sama Vivi?” tanya Theo. “Nggak ada.” “Violance … lu kembaran cewek gue, lu pasti tau apa yang terjadi sama Vivi sampek dia tinggalin gue!” “Cewek kamu? Seingat aku, Kakak sudah memutuskan hubungan kalian sejak dua tahun lalu,” jelas Vio. “Gue gak lagi becanda!” “Kamu bisa tanya sendiri ke Kakak. Mungkin dia mau angkat telepon dari kamu.” “Sialan* lu!” Theo melepaskan Vio. Dia pergi dalam kondisi emosi. Sampai di apartemen, Theo masuk ke dalam kamar dan melihat kembali foto Vivi yang terpajang di sana. “Yank, buruan kasih tau gue! Gue salah apa?” “Lu tau kan? Gue paling benci kalo lu diemin.” “Kenapa lu kagak langsung aja ngomong waktu itu?” Theo kembali terpuruk ke dalam dasar perasaannya sendiri. Masih tidak bisa melepaskan Vivi adalah pilihan Theo. Akan tetapi, bagaimana dengan Vivi yang ada di tempat lain? Theo ingin segera menyelesaikan kuliah dan kembali ke Jakarta. Akan tetapi, ia takut jika kembali ke sana … Vivi masih tidak terlihat. Kling … Sebuah pesan masuk ke ponsel milik Theo. Dia melihat tidak ada nama di sana, hanya nomor telepon yang tidak dikenal. Pesan dari xxx Xxx : Aku lega … ternyata nggak cuma Kakak aja yang gak bisa lepasin hubungan kalian. Asal kamu tahu, Kakak masih sayang sama kamu. Hanya saja, kamu perlu tunggu hingga waktu yang tepat buat ketemu lagi sama Kakak. Read. Tidak ada kalimat yang bisa terucap, Theo hanya diam, dan memilih untuk masih bertahan pada posisinya saat ini. Setelah membaca pesan itu, Theo tersenyum meski hanya sedikit. Hati kecilnya mengatakan, masih ada harapan untuk hubungan mereka. Setelah itu, Theo mendapatkan sambungan telepon dari Milana. Ya,adik Theo itu kini melanjutkan kuliah di Amerika, tidak jarang Milana menghubungi sang Kakak jika sedang rindu, seperti saat ini. “Kakak!” teriak Milana dari seberang telepon. “Gue kagak b***k maemunah!” ujar Theo kesal. “Hahaha, Lala kangen.” “Iye, gue juga.” “Kapan balik Indo?” “Udha tau napa masih nanya sih?” “Ngetes aja, siapa tau Kakak berubah pikiran,” goda Milana. “Hmm.” “Kak, udah ada cewek di sana?” “Banyak, cuma bertahan satu dua hari. Katanya gue terlalu ganteng buat mereka.” “Whoa … mata mereka kena katarak ya kak?” “Asem lu!” “Hahaha.” “Gimana kabar kuda nil?” “Eh, tumben nanya Niel? Kakak juga mulai kangen ya sama calon ipar?” “Ni bocah jangan bikin gue pen jambak rambut panjang lu yak.” “Ahahaha, jambak dah kalo bisa!” “Ada apa? Masak cuman kangen doang?” “Nganu … jadi lupa nih!” “Kebiasaan lu!” “Oh ya … kemarin Lala kayak liat Kak Oris. Emang dia ada di Amerika yak?” “He? Kalo nggak salah sih, iya.” “Terus … Kak Rhea kemana?” “Man ague tau, maemaunah! Gue bukan emaknya!” “Hahaha, ya kali aja.” “Udah? Apa lagi?” “Kak, jajan dong!” “k*****t, entar deh gue transfer.” “Asek … dah dulu yak, babay!” Tut. “Punya adek satu gak ada akhlak! Tuker tambah bisa kali yak?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD