Chapter 8

1033 Words
Setelah Aqila selesai dengan kegiatannya di Inggris. Akhirnya wanita itu kembali ke Indonesia dan meninggalkan Theo di sana seorang diri. Saat ini, Theo tengah berada di kampus bersama Emma dan kawan-kawan. Mereka sedang berbincang seputar tugas yang harus segera diselesaikan keesokan harinya. Theo tidak begitu melihat ada yang mengganjal antara Emma, dan seorang cowok lain yang baru masuk ke dalam kelompok mereka. Beberapa kali Theo melihat ada yang aneh dengan gelagat Emma, tapi hal itu ditepis oleh Theo. "Oke, kita balik benerin lagi yang ini, terus jangan lupa buat makalah yang satu ini lusa," jelas Theo pada kelompoknya. "The, pulang ini mau kumpul gak?" tanya Cory. "Hmm, boleh." Theo melirik Emma,lalu bertanya pada cewek itu tentang kepergiannya bersama teman-teman. "Mau ikut?" tanya Theo. Emma menggelengkan kepala, lalu menjawab jika ia ada janji untuk menemani Yaya. Theo mengerti tentang hal itu, dan membiarkan ceweknya untuk tidak ikut bersama. Setelah semua selesai, akhirnya Theo bersama Kit, Cory dan Nola, pergi menuju ke cafe yang biasa mereka kunjungi. Theo mengemudikan mobil sport miliknya bersama Cory. Sedangkan Kit bersama Nola dengan mobil lainnya. Sampai di cafe, mereka memesan seperti biasa. Theo terlihat santai dan lebih tenang setelah kepulangan ibu-nya ke tanah air. "Satu minggu sama Mama, gimana nih si Emma? Dia sepertinya dekat sama cowok tadi," celetuk Cory sembari tersenyum kecil. "Nah iya, benar apa kata Cory. Kamu nggak mau periksa mereka?" sahut Kit. Theo menggelengkan kepala, lalu menjawab,"gue nggak peduli." "Hahaha, mainan gitu ya ... kalo mainannya diambil orang,kasih aja. Lagian si Theo bisa dapet seribu cewek kayak dia," timpal Nola. Mereka melanjutkan percakapan hingga pesanan datang. Tidak hanya itu, mereka juga membahas beberapa mata kuliah yang menawarkan jam tambahan untuk mereka yang mengejar lulus di tahun ke tiga. Tentu Theo tidak akan menyiakan kesempatan itu. "Theo ambil berapa kelas tambahan?" tanya Nola. "Hampir setengahnya. Tapi, masih mikir yang terakhir. Dosen pelit nilai perlu dipelet," ujar Theo dengan tersenyum kecil. Semua orang tertawa mendengar ucapan Theo. Mereka selalu tahu jika Theo sangat suka bergurau, dan mengeluarkan kata-kata yang begitu lucu. Saat ini, Theo tiba-tiba saja merasa ingin menghubungi Yaya. Cewek manja itu biasanya akan mengatakan sesuatu jika tidak mengikuti pertemuan. Tetapi, sejak kelas berakhir, Theo tidak melihat keberadaan Yaya. Hingga Emma mengatakan akan pergi menemani Yaya. "Gue mau telepon Yaya, kalian ada yang tau kenapa dia nggak ikut?" tanya Theo. "Aku dengar Yaya sakit," sahut Kit. Theo mengangguk, lalu meraih ponsel dari saku celana. Dia menekan nomor telepon Yaya,dan menghubungkan sambungan telepon Itu dengan segera. "Halo,Ya?" "Teh Oreo, ada apa?" tanya Yaya dari seberang. "Lu kenapa kagak keliatan?" "Mode transparant, anggap aja Yaya ada didekat kalian," jawab Yaya. "Lu sama Emma kan?" "Hmm? Bukannya Emma ikut kalian?" "Tadinya begitu, tapi dia mendadak bilang mau temenin elu." "Yaya nggak tahu, mungkin Emma masih mampir ke minimarket. Nanti Yaya kasih tahu kalo Emma udah sampek ya?" "Oke deh, entar gue ke situ. Gimanapun ortu elu nitip anaknya ke gue." "Maaf ya, Yaya nyusahin ... kepala Yaya pusing, mau tidur dulu ya?" "Oke." Setelah sambungan terputus, Theo menjelaskan pada teman-temannya mengenai kondisi Yaya, dan mereka mengerti. Sudah beberapa menit berlalu, Theo memutuskan untuk pulang ke apartemen. Akan tetapi, dia menyempatkan diri untuk berkunjung ke apartemen Yaya terlebih dahulu. TOK TOK TOK CEKLEK "Teh Oreo, kirain cuman becanda tadi," ujar Yaya sembari membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Theo masuk. Mata Theo menyusuri setiap sudut di apartemen itu. Namun, apa yang dicari tidak ada di sana. "Emma belum balik?" tanya Theo. Yaya menggelengkan kepala. Theo duduk di depan Yaya, lalu melontarkan beberapa pertanyaan tentang Emma. Wajah Yaya terlihat begitu aneh, karena tidak biasanya seperti itu saat Theo mengajukan pertanyaan. "Ya, lu jelasin sekarang! Gue nggak mau ada kebohongan antara kita!" tegas Theo. "The, Emma ... sebenernya udah ada cowok. Pas dia main ama elu, itu cowok dia lagi di kota lain. Dan sekarang ... uhm, gue minta maaf karena nggak kasih tau ke elu." "Shh! Oke, jadi ... gue udah jadi orang bege selama ini?" "The, gue bener-bener minta maaf, bukan maksud buat bohongin elu." "Gapapa kok, Ya. Gue maafin elu," ujar Theo. Theo beranjak dari apartemen Yaya, dan meninggalkan bungkusan obat juga makanan untuk temannya itu. *** Sampai di Apartemen, Theo menghubungi Aaron. Theo mengatakan keinginannya untuk memiliki apartemen lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Harvard. Theo juga mengatakan pada Aaron, jika dirinya sedang mengambil beberapa mata kuliah tambahan. Dan dengan alasan itu, Aaron memenuhi keinginan anaknya. Seketika Theo membawa semua barangnya untuk berpindah apartemen. Theo hanya ingin menyelesaikan kuliahnya hingga tamat, dan kembali ke Indonesia, berkumpul bersama keluarga yang sangat dirindukan nya. Terutama Milana sang Adik. Theo meraih foto Viana dari dinding, lalu membawa serta ke apartemen baru yang akan dihuni. "Maafin gue, Yank. Lu pasti bakal getok pala gue karena mainan cewek lagi. Dan lu juga bakal ketawa pas tau gue dimainin cewek," ujar Theo sembari menyentuh foto Viana. Theo telah selesai dengan apartemen itu, dan saat ini dia akan keluar dari tempat itu. Namun, Emma telah menunggunya di depan pintu, dengan wajah sembab dia memeluk tubuh Theo. "The,maafin gue!" "Lepas!" "Theo, gue tau gue salah. Please maafin gue!" "Lu tau ... gara-gara cewek modelan lemper kayak elu, gue harus kotorin tubuh gue." "Theo, jangan ngomong gitu, gue beneran gak ada maksud begini. Gue udah sayang banget sama elu." "Sorry, sayang gue cuma buat cewek yang ada di foto ini. Lu bukan siapa-siapa buat gue. Makasih udah jadi tempat pelampiasan sementara." Theo kembali melangkah menjauhi Emma. Langkah kaki yang sangat ringan itu mengantarkannya ke sebuah hunian baru, dan nyaman untuk dirinya. Theo mengundang Cory dan Kit untuk berpesta di sana. Dia membeli banyak sekali *bir dan camilan. Theo menghubungi Yaya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa Emma tidak lagi menyusahkan dirinya. Setelah itu, Theo mengatakan akan mengubah semua jadwal mata kuliah agar tidak bertemu lagi dengan Emma. Tidak lama setelah itu, dari pintu apartemen terdengar suara bel berbunyi. Theo membuka pintu dan di sana sudah berdiri dua temannya. "Bantu aku beresin barang dulu, nanti aku traktir kalian minum," ujar Theo sembari menunjukkan beberapa kaleng *bir dan makanan. "Kamu memang yang terbaik, Matheo!" ujar Kit. Mereka pun masuk dan membantu Theo. Sampai semua tertata rapi, akhirnya mereka kini duduk di ruang tamu dan menikmati sambutan yang Theo siapkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD