Abel duduk dengan santai di ruang tamu rumahnya, menikmati senja yang perlahan menyelimuti langit dengan warna keemasan. Secangkir teh hangat berada di tangannya, uapnya yang mengepul menghangatkan jemarinya yang dingin. Sesekali ia menyedot perlahan, menikmati rasa teh yang menenangkan setelah seharian sibuk dengan berbagai kegiatan. Ia membiarkan pikirannya mengembara, berlari dari satu kenangan ke kenangan lainnya. Pikirannya yang tiba-tiba kembali teringat akan masa lalu, pada seseorang yang pernah menjadi bagian besar dalam hidupnya. Tanpa sengaja, pandangannya tertuju pada rumah besar di seberang jalan. Rumah itu tampak sepi dan sunyi, seolah menjadi saksi bisu perjalanan waktu yang telah lama berlalu. Rumah keluarga Fabian, yang dulu sering dipenuhi tawa dan kehadiran orang-orang

