Di sudut perpustakaan yang sepi, Adeeva duduk dengan punggung bersandar pada kursi kayu tua yang sudah berderit setiap kali ia bergerak. Di depannya, buku matematika tebal terbuka lebar, halaman-halamannya penuh dengan angka dan rumus yang tampak begitu asing di matanya. Pensil yang ia genggam terus berputar-putar di antara jari-jarinya, menciptakan ritme kecil yang menjadi satu-satunya suara di tengah keheningan perpustakaan. Namun, fokusnya sama sekali tidak tertuju pada halaman buku itu. Pandangannya kosong, mengarah ke satu titik di udara, sementara pikirannya melayang jauh ke sore kemarin di gerbang sekolah. Adeeva mendengus pelan, mencoba menghilangkan rasa kesal yang masih tersisa. Tapi setiap kali ia mengingat senyuman menyebalkan Athaya saat menggodanya, darahnya kembali mendidi

