Ia melangkah masuk, merasakan udara di dalam ruangan lebih dingin daripada di luar. Lampu neon di langit-langit menerangi ruangan dengan cahaya putih yang terlalu terang, hampir menyilaukan. Ruangan itu masih sama seperti sebelumnya—sebuah meja kayu besar, tumpukan buku dan kertas berserakan, dan kursi hitam dengan sandaran tinggi di mana si dosen duduk dengan santai. Namun, ada sesuatu yang berbeda sore ini. Tatapan dosen itu. Biasanya, dia akan langsung membahas revisi skripsi tanpa basa-basi. Tapi kali ini, dia hanya menatapnya, seolah sedang menilai sesuatu. Bibirnya melengkung membentuk senyum tipis yang sulit diartikan. “Duduk,” katanya, menunjuk kursi di seberang mejanya. Perempuan itu mengangguk pelan dan duduk. Dia meletakkan tasnya di pangkuan, tangannya meremas tali ran

