Langkah Baru

2163 Words
Bukan hal yang mudah melupakan seseorang, apalagi Derry adalah pacar pertamanya. Rose mencintai Derry dan rela melakukan apapun untuknya. Bahkan saking sakitnya hati Rose, dia menangis sambil melakukan browsing untuk mencari tau bagaimana cara melupakan seseorang dengan cepat. Dan rata rata semua jawabannya adalah “Mendapatkan pasangan baru untuk melupakan yang lama.” Rose malah semakin menangis, dia tidak punya teman laki laki. Dirinya selalu menutup akses dari anak laki laki yang mendekatinya demi menjaga keutuhan hubungannya dengan Derry. Namun, sekarang dirinya malah hancur sendirian seperti ini. Seminggu Rose tidak pergi ke kampusnya, dia bahkan berbohong pada Seline kalau dirinya sedang ada di Bandung. Rose belum siap ke kampus dan bertemu dengan pacar barunya Derry, terlebih lagi anak Bernama Hani itu katanya adalah mahasiswa jurusan hukum juga, sama sepertinya. Tepat satu minggu Rose mengurung diri di apartemen yang dia sendiri sebut dengan kesembuahan mental untuk dirinya sendiri, nyatanya tidak mendapatkan hasil apapun, dia masih sering menangis, pikirannya tidak teralihkan sama sekali dan terus teringat pada Derry. Suara bel berbunyi membuat Rose terpaksa membuka pintu. “Berapa?” tanya Rose. “Berapa apanya?” “Loh, Mama?” “Kamu kok kacau banget sih?” tanya Esme merangkup wajah anaknya. “Berapa minggu kamu gak mandi? kenapa kucel banget, Nak?” “Huaaa! Mamaaa!” Rose menangis seketika, dia memeluk Mamanya dan mengeluarkan semua tangisannya. Esme kaget, dia mengelus punggung sang anak dengan bibir yang terus bertanya apa yang terjadi. Setelah Rose tenang, baru Esme melepaskan pelukannya dan membawakan air untuk sang anak. “Minum dulu, pelan pelan minumnya.” Rose meminum habis air itu, dia membiarkan sang Mama menyeka air matanya. “Mau cerita?” “Mama sama siapa ke sini?” “Sama Papah kamu, tapi Papah kamu lagi kerja dulu makannya Mama diturunin di sini.” “Nanti Papah ke sini?” Esme mengangguk. “Jadi kenapa? chatingan sama Mama kayaknya kamu baik baik aja deh, sekarang kenapa tiba tiba nangis hmm? Kangen? Gak mungkin deh.” Akhirnya Rose mengatkan apa yang terjadi, kalau Derry berselingkuh darinya dan kini sudah bertunangan dengan Wanita lain. Rose bahkan sesegukan menceritakan apa yang selama ini dia tahan seorang diri. Esme jelas marah, dia tau bagaimana sang anak sangat mencintai Derry sejak masih sekolah. “Udah ya, capek… udah…” mamanya menggenggam tangan Rose dan mengelus pipinya. “Kemarin Mama gak bisa lepasin kamu karena Mama takut sesuatu terjadi sama kamu. Tapi sekarang Mama liat sendiri kalau anak Mama udah dewasa, udah tau mana yang baik dan buruk untuk kamu sendiri. Udah bener kamu mutusin dia, karena mempertahankannya juga tidak akan baik. Yang sekarang, kita ambil hikmahnya, ini adalah cara Tuhan membuat kamu melihat sisi Derry yang sebenarnya. Tinggal sekarang, kamu focus sama Pendidikan kamu.” Rose menggeleng. “Aku mau buktiin sama Derry kalau aku bisa dapetin cowok yang lebih ganteng dari dia.” “Hah?” “Kata internet kalau mau move on lebih cepet, katanya harus dapet pacar baru, Ma. Makannya Rose mau cari pacar baru,” ucapnya kemudian melangkah ke kamar. “Heh! Mau kemana?! Mau apa?!” “Nanya Seline.” “Seline siapa?!” “Temen baru di kampus, mau nanya perihal cowok paling ganteng di kampus.” “Ya ampun, Rose!” ** Esme memutuskan untuk menginap di apartemen sang anak, dia menceritakan pada sang suami apa yang terjadi dengan anak mereka. “Tau sendiri kan gimana Rose kalau udah gitu? Takutnya malah pacaran sama laki laki yang salah. Dulu Mama bolehin dia pacarana soalnya Derry itu ketua osis, baik lagi orangnya. Sekarang apa kabar? Mana Rose mau cari cowok ganteng katanya.” “Anaknya udah tidur?” “Udah.” “Yuk ah kita keluar aja, keluarga Atmadja ngajak kita ketemuan, udah lama kita gak ketemu sama mereka.” Seketika Esme diam. “Ini kita lagi ngomongin anak kamu loh, Mas.” “Mereka punya anak laki laki, kan kamu tau sendiri dari dulu Bang Irwan sama Mbak Farah mau anak kita dijodohin.” “Oh! Arsen ya? Dia udah pulang dari luar negri?” “Udah, dari dua tahun yang lalu katanya. Sekarang dia kuliah di Universitas yang sama kayak Rose.” “Bagus dong itu.” Esme buru buru berdiri. “Yaudah ayo siap siap, Mas.” Esme mengganti pakaiannya sebelum dia ke kamar sang anak. tangannya terulur mengeus rambut Rose kemudian berkata, “Mama sama Papa mau keluar dulu.” “Mau kemana?” “Mau pacar gak?” “Mau,” jawabnya dengan mata yang masih terpejam. Esme tidak tau anaknya mengigau atau tidak, tapi dia menanggapinya dengan serius. Dia bergegas keluar dengan sang suami menuju rumah seorang teman di salah satu kompleks elite. Dulu mereka pernah tinggal di sana sekitar tiga tahun sebelum akhirnya pindah ke bagian Jakarta lain dan disibukan dengan kegiatan mereka masing masing. “Mbak Farah, apa kabar?” Esme langsung memeluk perempuan yang berusia 51 tahun itu, sudah seperti kakaknya sendiri. “Baik, kamu gimana?” “Kangen yaampun, maaf jarang ngabarin.” “Kangen tapi gak pernah ke sini. Ayok masuk, Haris mana?” “Diluar kali, ngomong dulu sama Mas Irwan,” jawab Esme duduk di ruang tamu. “Sekarang Mas Irwan udah penuh sama uban ya? Udah berubah.” “Udah tua dia, udah 60 tahun. Cocoknya gendong cucu, makannya yuk kita jodohin anak kita. Arsen ekarang di sini kok, dia kuliah di sini.” “Emm…. Mbak.” “Please, Mbak gak mau mati sebelum gendong cucu. Kamu sendiri tau gimana cerita Mbak supaya bisa hamil dan dapet anak. satu satunya cucu ya berasal dari Arsen, tapi itu anak gak pernah punya pacar, dia sibuk sekolah. Tapi Arsen bilang kalau dia gak akan nolak kalau dipilihin calon sama Mbak. Dan anak kamu yang menjadi kandidatnya, selain tau gimana orangtuanya, ya biar kita kembali jalin hubungan lah. Atau anak kamu udah punya pacar?” Esme kaget melihat Wanita berumur 50an itu bicara begitu cepat. “Belum, Mbak. Baru aja putus dia tuh.” “Nah bagus, kesempatan baik itu. Besok bawa ke sini ya, Mbak siapin cincin pertunangannya.” “Eh, Mbak, bentar… kan belum ditanya anaknya gimana.” ** “Mau, serius mau?” tanya Esme lagi. “Bukan main main loh ini, kamu mau dijodohin?” “Kata Papah dulu kita pernah tinggal di sana kan? Keluarganya baik? Lagian Rose juga mau move on sekalian mau mencari dunia baru. Kalau ganteng mah, sikat lah,” ucapnya dengan wajah yang datar membuat Esme hanya melihatnya dengan heran, anaknya benar benar tersakiti jika sudah seperti mayat hidup seperti ini. “Tapi kamu jangan nyakitin orang ituloh. Enak banget cari pelampiasan.” “Belum juga mulai, lagian nanti Rose bakalan jujur. Tunggu, jangan kejauhan deh mikirnya, Ma. Soalnya gak tau ganteng atau enggak,” ucapnya memilih beranjak ke kamar mandi untuk siap siap meninggalkan Esme yang masih ingin bicara. Keluarga Atmadja mengundang untuk makan siang di akhir pekan ini. mereka menyetujuinya sekalian untuk memperkenalkan anak satu sama lain. Dengan Haris yang menyetir, mereka pergi ke salah satu rumah di kompleks elite. Rose sampai tercengang melihat bagaimana luasnya rumah itu, lebih mirip istana. “Dulu kamu pernah tinggal di kompleks ini juga,” ucap Haris yang dibalas gelengan kepala. “Gak inget. Dulu waktu kecil, Papah sering pindah pindah.” Memang benar, saat sekolah 3 SD, Rose kembali pindah ke Banten, lalu pindah lagi ke Kalimantan saat kelas 6 SD, kemudian Papahnya kembali dipindahkan tugas ke Sulawesi saat memasuki kelas 2 SMP. Ketika kelas 1 SMA, Papahnya kembali pindah ke Jawa Timur, barulah di saat Rose menginjak kelas 2 SMA dia kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Derry. Namun tidak bertahan lama karena begitu lulus SMA, dia kembali pindah ke Bandung. “Ya Tuhan, Rose udah gede ya sekarang. inget gak sama Tante? Enggak ya, dulu kamu masih usia 6 tahunan deh.” Selalu ada orang yang seperti itu saat bertemu dengannya. Teman Papah dan Mamanya memang banyak, tapi Rose tidak mengingatnya. “Sini masuk, Sayang. Anaknya Tante belum pulang, lagi ada kegiatan dulu di kampus katanya. Tapi dia bakalan pulang kok buat makan siang, sekalian kenalan sama kamu,” ucap Wanita paruh baya itu, dia terlihat lebih cocok menggendong seorang cucu di usianya sekarang. Rose disambut dengan baik, kedua orangtuanya berbincang. Namun Rose tidak terlalu memperhatikan, karena yang dia lakukan hanyalah diam dan mengingat perlakuan Derry padanya. Dikarenakan Papahnya dan calon Ayah mertuanya sedang bicara, jadi hanya ada para Wanita di kursi itu. “Lihat,” ucap Farah mengeluarkan sesuatu. “Yaampun, Mbak. Kok udah beli sih? Ini anaknya juga belum datang,” ucap Esme membuat Rose menoleh, dia kaget melihat calon mertuanya memperlihatkan sebuah kotak cincin padanya. “Itu buat apa tante?” “Ya buat kalian tunangan lah. Eh, itu anaknya datang. Arsen sini, Nak,” ucap Bundanya membuat Rose menoleh pada sosok yang baru saja datang. Tinggi. Kulit putih. Rambut hitam. Wangi. Bersih. Tampan. Ya tuhan, ini kesempatan langka mendapatkan yang seperti ini lagi bukan? apalagi lebih tampan dari Derry. Rose merasa menang jackpot karenanya. “Rose ini Arsen, dia kuliah di Kampus kamu juga kok,” ucap Esme. “Rose.” “Arsen.” Mereka saling berjabat tangan. “Makan siangnya masih disiapin, kalian ngobrol ngobrol berdua kalau gitu ya? Kalian udah tau kan tujuan berada di sini? Kalau Arsen, dia udah siap sama siapapun pilihan Bunda. Nah, Kalau Rose mau kenalan dulu sama Arsen, silahkan biar mantapin pilihannya, oke?” tanya Farah. “Eh, gak papa,” ucap Rose dengan gugup saat kedua Wanita paruh baya itu hendak meninggalkannya. “Gak papa kenapa?” “Gak papa langsung aja.” “Langsung apa?” tanya Esme geram melihat anaknya yang terlihat berbinar. “Itu, cincinnya dipake, Tante. Masa ganteng gini ditolak, hehe.” “Rose, jangan bikin Mama malu,” ucap Esme yang tidak dihiraukan sang anak. Rose? Bodo amat, dia tidak mau kehilangan kesempatan membuat Derry menyesal. ** Ada beberapa hal yang membuat mereka tidak bisa berbincang lebih lama. Satu, Arsen harus ke kampus karena dipanggil oleh rector. Kedua, Papahnya Rose harus segera kembali ke Bandung karena ada masalah di Bandung, dan yang terakhir Rose datang bulan hingga perutnya sakit. Selepas makan siang, mereka hanya bertukar nomor dengan Arsen yang berkata, “Nanti saya hubungi kamu.” Yang mana membuat Rose langsung menyimpulkan kalau Arsen adalah sosok yang kaku dan juga gila belajar. Bicara saja dengan Bahasa formal, sungguh aneh. Namun Rose senang, kini di jarinya melingkar sebuah cincin manis. Memalukan memang memintanya sekarang, tapi Bunda Farah terlihat begitu senang. Dan semua orang setuju kalau mereka akan melakukan pertunangan dalam waktu dekat Persetan dengan cinta, Rose hanya ingin membuat Derry menyesal karena sekarang dirinya mendapatkan sosok yang lebih dari pria itu. Arsen lebih tampan, lebih kaya juga. Namun semalaman ini, Arsen tidak menghubunginya. Rose juga tidak mau menghubungi duluan, biar saja pria itu yang mengejarnya. Tentang kedua orangtuanya, mereka kembali ke Bandung karena memiliki banyak urusan di sana, sebelumnya mereka membawa Rose ke dokter terlebih dahulu. Keesokan harinya, Rose kembali ke kampus untuk belajar. Dia ditunggu oleh teman barunya di gerbang. “Chinguuuuu!” teriaknya kemudian memeluk Rose yang baru saja sampai. Beginilah jika sesame k-popers, akan lebih cepat akrab. “Pokoknya hari ini gue mau main ke apartemen lu, oke?” “Hahaha. Iya deh ayok, gue juga mau liatin poster terbaru gue yang didapetin di situs lelang.” “BTS?” “Jimin doang,” ucapnya membanggakan. “Eh, ini bukan jalan ke fakultas hukum kan?” “Nggak, kita ke Audit dulu. Lu gak baca group prodi ya? Hari ini ada seminar nasional satu kampus. kita wajib ke sana.” “Iya kah?” tanya Rose bingung, dia membiarkan Seline membawanya ke gedung yang ada di dekat rektorat. Masuk ke sana setelah mengisi daftar hadir dan mendapatkan snack. “Ini penyelenggaranya BEM Univ ya?” “Iya, keren keren ya mereka,” ucap Seline. sementara mood Rose sudah lebih dulu turun saat melihat Derry yang memakai jas Universitas, dia sibuk mengarahkan yang lain. Rasa sakit hatinya kembali terasa, jadi Rose hanya duduk sambil diam dan enggan menatap jajaran panitia yang diantara ada Derry. “Lu jangan maen hp mulu, udah dimulai nih.” Rose tidak menanggapi. “Bentar, lagi vote BTS dulu.” “Itu, Presiden Mahasiswa mau sambutan, pinjem HPnya dong mau foto dia. Ganteng banget Arsen yaampun.” “Arsen?” tanya Rose. Ponselnya lebih dulu direbut oleh Seline untuk memotret seorang pria yang memakai jas universitas dan melakukan sambutan sebagai presiden mahasiswa. “Iya Arsen, kebetulan juga dia teman sekelas kita. Meskipun sekelas, gue gak pernah kenyang liat wajah ganteng dia, Tuhan.” Rose focus pada pria yang sedang melakukan sambutan, kemudian turun dari podium dengan tangan yang memberi isyarat pada orang lain untuk mendekat. Itu Derry, Rose melihat bagaimana Derry mendengarkan Arsen bicara sambil mengangguk-ngangguk. Jika Derry adalah wakil Presiden Mahasiswa, dan Arsen adalah Presiden Mahasiswa. Berarti…. Derry melayani Arsen? Artinya…. Rose tidak salah melangkah, dia mendapatkan pria yang lebih baik dari Derry. Dia akan balas dendam pada mantannya itu, dengan memanfaatkan Arsen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD