Part 5. Everything

987 Words
Part 5. Everything "Apa pun yang berhubungan denganmu, bagiku itu tidak berlebihan. Because you are my everything." _Bara_ °°°°° Tak terasa, sudah satu minggu Nadia bersekolah di SMA barunya. Banyak kejadian yang sudah terjadi selama tujuh hari itu, seperti teman sekelas menerimanya dengan sangat baik. Yami, siswi yang berpenampilan menor, siswi yang pernah menghina Nadia di awal masuk sekolah sudah meminta maaf kepadanya. Siswi yang awalnya suka mengerjai dirinya juga ikut minta maaf. Mereka berbalik menyukai Nadia karena gadis itu sangat baik, suka menolong, selalu tersenyum manis ke mereka, dan tidak pelit. Sikap baik Nadia tersebut lah yang membuat mereka menyukainya. Siapa pun pasti akan merasa nyaman jika berada di dekat Nadia. Apalagi gadis itu adalah pendengar yang sangat baik bagi mereka. Sekarang, semua anak kelas Nadia berada di lapangan. Materi olahraga mereka kali ini adalah permainan bola besar, basket. Sebelum olahraga, mereka melakukan pemanasan dan lari mengelilingi lapangan sebanyak 2 kali. Setelah itu baru lah mereka masuk ke materi basket. Mereka mulai mempraktekkan yang disampaikan pak guru. Siswi perempuan mendapat kesempatan bermain terlebih dahulu. Mereka bermain dengan ogah-ogahan. Kebanyakan menjerit daripada bermain serius. (anak perempuan kan emang gitu ya gaes haha) Nadia menghela nafas berat. Kerongkongannya terasa sangat kering. Ingin minum sekarang, tapi tidak mungkin pak guru mengizinkannya. Sesekali Nadia menumpukan tangannya di lutut sembari mengatur nafasnya yang ngos-ngosan. Bara yang melihat Nadia kelelahan menjadi kasihan. Berjalan mendekati gadis itu dan dengan santainya kemudian menarik lengan Nadia ke tepi lapangan atau lebih tepatnya menyeret. Pak guru yang melihat hal tersebut langsung menegur Bara. "Hei, kembali ke tempat semula. Belum waktunya istirahat." "Pacar saya kelelahan, pak. Kalau dia pingsan apa bapak mau bertanggungjawab?" tanya Bara dingin. Membuat pak guru mati kutu mendengar nada dingin dan tak bersahabat anak muridnya sendiri. Bukan sembarangan anak murid siswa yang di tegurnya, melainkan anak pemilik sekolah. "PAK!!! KAMI SUDAH TIDAK KUAT." pekik para cewek kompak dengan cemprengnya. Pak guru hanya bisa menghela nafas sabar. "Yasudah. Kalian lanjutkan saja latihannya di rumah. Minggu besok kita akan langsung mengambil nilai. Sekarang giliran anak laki-laki yang bermain." Anak laki-laki pun memasuki lapangan dengan semangat 45. Mereka sudah menunggu moment itu sedari tadi. Sedangkan para cewek duduk di atas rumput dengan lunglai, kecuali Nadia yang duduk di kursi penonton. "Aku main dulu ya. Tunggu di sini, ok?" Bara langsung masuk ke dalam lapangan setelah pamit ke pacar. Nadia menatap Bara yang bermain basket tanpa berkedip. Pria tampan itu begitu handal dalam memainkan bola basket, membuatnya merasa iri. Dan perlu Nadia akui, Bara terlihat sangat sexy sewaktu bermain. Bara mencetak skor berturut-turut sedari tadi, tidak heran karena Bara adalah kapten basket Global High School. Nadia mengalihkan tatapannya ke sekelilingnya karena merasa terganggu dengan teriakan histeris para siswi. Dia baru sadar banyak sekali siswi dari kelas lain yang ikut menonton permainan basket anak kelasnya. Tanpa di duga, bola basket melayang dengan cepat ke arah Nadia hingga gadis itu pingsan. Semua orang yang berada di lapangan langsung heboh seketika. Bukan karena Nadia yang pingsan tetapi karena Bara yang mengendong tubuh gadis itu ala bridal style. **** "Enghh, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Nadia ketika melihat keadaan di sekitarnya. Bau obat-obatan langsung masuk ke indra penciumannya. 'rumah sakit? Emang aku kenapa sampai bisa ada di sini?' batinnya heran dan bingung. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum dia berada di sini. Matanya membelalak kaget saat ingat. Tadi ada bola basket yang mengenai kepalanya dengan keras hingga semuanya menjadi gelap. Nadia berusaha duduk sembari memijit kepalanya yang terasa sedikit pusing. Seseorang masuk ke dalam ruangan sembari menenteng kresek hitam. Orang itu tak lain adalah Bara. "Akhirnya kamu sadar." Bara memeluk Nadia dengan perasaan yang sangat lega. Sementara gadis yang di peluk mematung kaku untuk sejenak. "Kenapa aku bisa berada di sini?" Bertanya ketika Bara sudah melepaskan pelukannya. "Tadi kamu pingsan, sayang. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, takutnya kamu terkena penyakit serius akibat bola sialan tadi, misalnya geger otak." Nadia langsung menatap Bara datar. Cuma pingsan biasa tapi dirinya langsung di bopong ke rumah sakit, bagaimana kalau dirinya sakit keras? Mungkin saja Bara sudah membawanya berobat ke ujung dunia. "Cuma pingsan, Bara, tapi kenapa berlebihan seperti ini sih?" sebal Nadia seraya memutar bola mata malas. "Apa pun yang berhubungan denganmu, bagiku itu tidak berlebihan. Because you are my everything." Hati Nadia menghangat mendengar ucapan manis Bara. "Oh iya! Kamu harus segera makan! Aku nggak mau kamu sakit perut nantinya." Bara mengelus pipi Nadia, membuat gadis itu tersipu malu. Menjauhkan tangannya dari pipi gadis itu dan mulai mengeluarkan makanan yang dibelinya. Bubur. "Kenapa kamu malah membeli makanan menjijikkan ini?" tanya Nadia dengan raut wajah horornya. Ia sangat tidak menyukai bubur, seumur hidupnya dia belum pernah memakan bubur karena melihatnya saja sudah mual duluan. "Ini bubur, sayang, ayo buka mulut kamu! Aku suapin." "Nggak mau!" Menolak tegas sembari menutup rapat mulutnya dengan tangan. "Ayo buka mulut kamu, sayang, ini enak kok." bujuk Bara. "Enggak. Mau." tolak Nadia lagi, penuh dengan penekanan. Bara menghembuskan nafas pasrah. Kemudian memilih untuk mengalah. "Aku mau pulang!" ujar Nadia. "Lagian aku cuma pingsan, bukan sakit keras." imbuhnya dengan wajah datar hingga membuat Bara terkekeh geli. "Ya udah, kita ke cafe dulu untuk mengisi perut kecilmu." kekehnya lagi. **** "Makannya pelan-pelan saja, sayang." kekeh Bara yang melihat Nadia makan dengan lahap. "Hehe, soalnya aku lapar banget, tadi aku gak sempat sarapan sebelum pergi ke sekolah," kata Nadia dengan wajah menggemaskannya. "Lucunya sayangku ini." Bara pun mencubit pipi Nadia yang mengembung karena sedang mengunyah makanan. Setelah selesai makan, Bara mengantarkan gadis itu pulang, tetapi setibanya di persimpangan jalan Nadia turun dari mobil dengan alasan ingin membeli sesuatu di supermarket Awalnya Bara menolak, akan tetapi Nadia berhasil membujuknya. Ia tidak ingin rahasianya di ketahui oleh siapa pun untuk sekarang ini. "Beraninya kau mendekati Baraku, gadis nerd." gumam seorang perempuan yang mengikuti mereka sejak tadi layaknya stalker. Perempuan itu terlihat mengepalkan tangannya erat dan menatap Nadia dengan tatapan penuh kebencian. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD