Pangeran

1047 Words
"Tidak, menjauh dariku!" Seorang gadis tengah berteriak histeris di sebuah kamar yang berada di sudut terdalam istana, raut wajahnya kini tengah pucat pasi saat melihat sosok yang akan menjamah tubuhnya. Ia berusaha menendang, memberontak, bahkan menangis saat sosok tersebut semakin mendekatinya. "Kau monster, kau bukan manusia! Pergi dari hadapanku!" PRANKKK Sebuah vas bunga mendarat tepat mengenai kepala Pangeran Rexi, darah segar perlahan mengucur akibat serangan brutal dari gadis yang terus berteriak bahwa ia adalah seorang monster. Setelah berhasil melukainya, kini gadis tersebut berlari sekuat tenaga keluar dari kamar itu. Namun Pangeran Rexi membiarkannya, bahkan sempat terbesit rasa lelah dalam dirinya. Ini sudah yang kesekian kalinya ia mencoba dan selalu gagal. Pangeran Rexi Wu kini tengah merenung di kamarnya, ia terus memandangi wajahnya yang buruk rupa. Entah kesalahan apa yang sudah dilakukannya hingga ia mendapatkan kutukan semacam ini, karena wajah ini ia selalu dianggap remah, selalu dikucilkan, dicaci, bahkan kedudukannya sebagai seorang pangeran seakan-akan tak lagi ada yang mau mengakui. Meski Paduka Raja dan Permaisuri selalu memperlakukannya dengan baik, tapi tetap saja ia selalu dibenci oleh para pangeran-pangeran yang lain. Mereka sangat merasa iri terhadap perlakuan spesial yang diberikan Paduka Raja terhadap Pangeran Rexi Wu, tanpa mereka bisa tau apa yang sudah dirasakan oleh pangeran Rexi sedari kecil. Seorang cenayang pernah berkata padanya bahwa kutukannya hanya akan hilang jika ia telah berhasil b********h dengan pasangan hidupnya. Tapi hingga kini tak ada satu wanita pun yang mau padanya, bahkan saat melihat wajahnya mereka spontan langsung menjerit sambil berteriak monster padanya. Suara pintu yang dibuka perlahan menyadarkan pangeran Rexi pada dunia nyata, ia menoleh saat mendapati Permaisuri kini datang ke menemuinya dengan senyuman lembut seperti biasanya. Hanya Permaisuri satu-satunya wanita yang tidak merasa takut akan sosoknya yang buruk rupa. "Pangeran mengapa belum tidur larut malam seperti ini?" "Saya masih belum mengantuk Permaisuri," Pangeran Rexi hanya menyahutinya dengan singkat, enggan untuk mengungkapkan kegelisahan yang ada di hatinya. "Pangeran, diumurmu yang ke-18 tahun nanti," Permaisuri tak sanggup melanjutkan perkataannya, ia menangis tanpa suara. "Jangan pikirkan saya Permaisuri, saya pasti bisa mengatasinya." Pangeran Rexi berusaha meyakinkan Permaisuri, meski dalam hatinya sempat terbesit sebuah keraguan akan perkataannya sendiri. "Apa kau tidak membutuhkan bantuan kami?" "Tidak Permaisuri, besok aku akan pergi ke tempat Cenayang Riu." "Baiklah Pangeran sudah malam, lebih baik kamu tidur," setelahnya Permaisuri keluar dari ruangan Pangeran Rexi Wu yang hanya dibalas oleh Pangeran Rexi dengan anggukan singkat. Ia tidak ingin terlalu berharap banyak, tapi demi Permaisuri mungkin ia harus berusaha lebih agar bisa menghilangkan kutukan ini. Dan juga Pangeran Rexi tidak bisa begitu saja nantinya menyerahkan Kerajaan ini pada tangan saudara-saudaranya yang sangat tamak dan suka berfoya-foya, ia tidak ingin nasib kerajaan ini nantinya akan hancur jika tidak berada di tangan yang tepat. __ Kini Pangeran Rexi tengah bersiap menaiki kudanya menuju kediaman Cenayang Riu. Hari masih pagi buta, kumpulan embun pagi masih menyelimuti udara membuat udara semakin terasa dingin. Disaat yang lainnya masih sibuk bergelung dengan selimut mereka, berbeda dengan Pangeran Rexi yang tengah memacu kudanya menembus hutan melalui jalan belakang istana. Pangeran Rexi kini tengah memakai pakaian tebal yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, memperlihatkan kedua matanya yang berwarna hijau gelap. Ia terus memacu kudanya menembus lebatnya hutan berembun, setelah melalui perjalanan sekitar 5 jam perjalanan barulah ia tiba di sebuah gubuk tua di pedalaman hutan. Pangeran Rexi kini tengah mengikat tali kekang kudanya pada sebatang pohon tak jauh dari gubuk tua itu, ia perlahan masuk ke dalam gubuk tua tersebut namun ia tak mendapati siapa pun di dalamnya. Ia masih berusaha mencari, hingga sebuah suara tiba-tiba datang dari arah luar yang membuatnya segera mengalihkan pandangannya. "Sudah kuduga bahwa Pangeran akan datang kesini," Cenayang Riu kini tengah datang dengan membawa sekeranjang buah-buahan segar yang ia taruh di atas meja kayu lapuknya. Tangannya yang berkeriput kini mengambil sebuah apel dan menyodorkannya pada Pangeran Rexi, Pangeran pun menerima apel tersebut dan dengan ragu memakannya. Sosok Cenayang Riu kini tengah duduk di sebuah kursi kayu dan mempersilahkan Pangeran Rexi untuk duduk di hadapannya. "Tiga bulan bukanlah waktu yang banyak Pangeran," Cenayang Riu menghentikan perkataannya, "tapi ada satu kabar baik untukmu." Kini tubuh rentanya yang mulai membungkuk beranjak mengambil sesuatu dari dalam sebuah kotak kayu kecil di sisi kiri tak jauh dari mejanya. "Apa kau sudah berusaha mencarinya?" "Aku sudah mencarinya, tapi mereka selalu takut dan mengataiku monster setelah melihat wajahku." Cenayang Riu yang mendengarnya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti dengan apa yang telah disampaikan oleh sang Pangeran. "Bawalah ini," Cenayang Riu memberikan sebuah kalung permata hijau gelap yang selaras dengan warna pupil sang Pangeran. "Berdasarkan penerawanganku, dalam waktu dekat akan ada sesosok gadis yang datang dari dimensi lain. Dia adalah sosok yang selama ini kau tunggu-tunggu kedatangannya, saat kau bertemu dengannya maka kau akan langsung terpikat pada pandangan pertama olehnya. Serta hasratmu akan selalu terpancing saat melihatnya," Cenayang Riu kini menatap pangeran Rexi dengan pandangan serius. "Mungkin akan ada banyak rintangan untukmu mendapatkannya, bahkan pada masa awal-awal pertemuan kalian dia juga akan merasa takut saat melihatmu. Tapi ingat pesanku, jangan sekali-kali melepaskannya karena hanya dia yang bisa melepaskanmu dari kutukanmu." Cenayang Riu mengambil napas sejenak sebelum kembali melanjutkan. "Dia bukan seseorang dari zaman ini, dia masih butuh beradaptasi untuk menyesuaikan diri saat berada disini. Perlakukanlah dia dengan baik, buat dia bisa menerimamu, dan saat itu tiba maka kamu akan bisa terbebas dari kutukanmu saat kalian telah b********h tanpa ada paksaan satu sama lain." "Lantas kalung ini untuk apa?" Pangeran Rexi setidaknya telah merasa bahwa ia masih memiliki harapan, ia akan berusaha lebih keras lagi setelah ini. "Pakaikan kalung itu untuk mengikatnya, satu-satunya cara untuk menjadikannya milikmu hanya dengan kau yang menikahinya secara langsung." Cenayang Riu berkata dengan nada yang sedikit aneh, seperti terdapat makna tersembunyi yang mungkin masih enggan untuk dibocorkan pada Pangeran Rexi. "Kurasa aku cukup memberitahumu sampai disini, selebihnya tergantung bagaimana usahamu." "Baiklah Cenayang Riu, terimakasih atas semua informasimu." Kini Pangeran Rexi hendak beranjak kembali ke istana, ia bersyukur bahwa akan ada seorang gadis yang memang ditakdirkan untuknya. Meskipun Cenayang Riu berkata bahwa apa yang akan dilaluinya tidak akan mudah nantinya, tapi ia tidak akan menyerah. Pangeran Rexi kini tengah melepas tali kekang kudanya, lalu ia memacu kudanya menembus lebatnya hutan untuk kembali ke istana kerajaan. Dari kejauhan sosok Cenayang Riu terus melihat kepergian Pangeran Rexi dengan tatapan yang sulit untuk dimengerti. "Semoga kau bisa melaluinya Pangeran, tanggung jawab kerajaan ada di tanganmu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD