3 - Rendra Kangen?

1530 Words
"Bundaaa ... Abiiiii... Kalian sedang apa sekarang apakah sedang menonton film terbaik yang ada di Indonesia.... " "Hentikan Senja. Abi sedang menonton bola jangan cerewet dulu!"gumam laki-laki itu. Dan tatapannya tetap mengarah pada layar tv. Sedang asyik menonton tapi putrinya malah datang menganggu. "Abii...Senja sedang bertanya. Apakah salah?,senja itu cuma bertanya...." Kedua org tua senja menatap putrinya yang tiba-tiba berhenti berbicara dan pandangan putrinya berarah pada pintu. Dan disana terdapat sosok laki-laki berdiri tanpa senyuman sama sekali. Laki-laki itu berjalan, membawanya langkahnya duduk diantara keluarga Senja. Bunda Senja tersenyum melihat calon menantunya datang kemari, dengan cara seperti ini maka segala keraguan dalam hatinya pasti akan memudar. "assalamu'alaikum kak Rendra,kangen yaa sama Senja makanya kesini baru aja beberapa jam. Bentar lagi kitakan nikah. Kak Endra itu harusnya istirahat bukan malah jalan malam kesini. Padahal tante pasti senang kalau kak Endra berbincang dengannya." Ujarnya setelah melihat Rendra duduk di sofa. Dan tentunya senja sudah duduk disamping bundanya. "wa'alaikumussalam,Hmm." Jawabnya, lalu bersandar di sofa. Entahlah, dia hanya ingin kemari. Mungkin apa yang Senja katakan bisa dibenarkan juga. "Kami berdua kekamar dulu, Permisi." Ujar bunda Senja. Lalu berjalan kekamar bersama suaminya,memberikan ruang untuk keduanya berbincang. Abi Senja terlihat ingin protes karena sedang asyik menonton pertandingan tetapi melihat istri tercintanya melototkan matanya ia langsung menurut saja. Setelah melihat kedua orang tuanya berlalu Senja duduk dihadapan Rendra. Meja menjadi perantara mereka, ia menatap wajah Rendra yang nyatanya tanpa ekspresi sama sekali. Masa iya Senja akan menikah dengan seseorang bermuka datar seperti ini? Yaudahlah, masing mending Rendra mau berbaik hati menerima perempuan cerewet sepertinya. "Kak Endra,kita akan menikah apakah rumah kita akan indah seperti rumah impian Senja sejak kecil dulu." Ucapnya dengan nada ceria, senyumnya sangat tulus. Rendra saja kadang heran calon istrinya ini pasti giginya cepat kering karena seringny tersenyum. Lihatlah, baru beberapa menit bertemu Senja ini pikiran Rendra sudah se-absrud ini. "Hmm," hanya itu jawabannya. Lagian meskipun Rendra berbicara panjang perempuan ini malah menganggapnya "Kak Endra...Katakan sesuatu,Senja ingin pemandangan Indah seindah...." "Aurora "potong laki-laki itu, tentu saja Rendra tidak akan lupa dengan impian Senja. "Kak endra mengingatnya. Aku tau,Kak Endra itu mengingat semuanya. Tapi Senja hanya ingat sebagian, kayak ada hilang gitu. Kayak bayangan gitu, menurut kak Endra apa Senja pernah amnesia ya! Hihihi, tapi mana mungkin. Kayak sinetron saja pake kata amnesia segala." Senja cekikin sendiri, membayangkan dirinya mengalami amnesia seperti film yang biasa ia tonton. Tanpa senja sadari, tangan Rendra mengepal. Ia memejamkan matanya sesaat mencoba meredakan sesuatu dalam dirinya. Yang harus ia lakukan adalah bersikap seolah tidak terjadi apapun. Lagian apa gunanya mengungkit sesuatu yang memang seharusnya tidak diungkit lagi? "Korban film." ejek Rendra, yang membuat wajah Senja cemberut seketika. "Kak Endra kok ngomong gitu sih! Kemarin Senja habis nonton film Bagus banget. Tau engga? Si perempuan ngalamin amnesia terus lupa sama suaminya malah ngira dirinya masih single. Lucu aja sih kalau ngebayangin diri Senja kayak gitu, pas ketemu kak Endra Senja langsung bilang. Kamu siapa?" setelah berbicara panjang tawa Senja meledak, ia memperagakan sang aktris didalam film itu. Senja memegang plipisnya, menatap Rendra serius kemudian berkata "kamu siapa?" tanyanya, kemudian kembali tertawa. Astaga, Senja rasanya sudah cocok jadi pemain film. "Gila." gumam Rendra dengan wajah datarnya, bukannya tersinggung Senja malah semakin tertawa. "Hentikan." geramnya, kepalanya terasa pening karena Senja terus menerus tertawa didepannya. "Apasih! Engga mau banget liat Senja senang. Lagian emangnya kak Endra bisa memperagakan kayak apa yang Senja lakuin tadi? Hayoo ngaku! Engga bisa kan. Yang kak Endra bisa lakukan ya cuman datarin bibir terus mukanya serius terus." Senja memasang wajah serius, bibirnya ia datarkan tanpa ekspresi sama sekali. Melihat hal itu senyum tipis Rendra tercipta, merasa terhibur dengan mimik wajah Senja. Dan tentu saja Senja menyadari senyum yang hanya berjalan beberapa detik itu. "Idih! Senyum. Senyum itu yang tulus bukan cuman singkat gitu. Kayak gini!" Senja melengkungkan bibirnya, memperlihatkan senyum yang benar pada Rendra, malahan matanya ikut menyipit juga. "Biarkan." decakan kesal Senja langsung terdengar saat mendengar respon calon suaminya itu. "Tante apa kabar?" tanyanya, sebenarnya Senja ingin bertemu dengan tantenya Rendra tapi lain kali saja. "Baik, kapan?" jawabnya singkat. "Kapan-kapan deh, nanti pas tugas kuliah Senja engga banyak. Mau habisin waktu yang banyak sama Tante jadi bisa nanya banyak tentang kak Endra walaupun Senja yang lebih banyak tau sih. Oh iya, kakak masih suka makan mangga engga?" Rendra mengerutkan keningnya, menatap Senja tajam. Senja langsung gelagapan, kenapa bisa ia kelepasan berbicara seperti ini. Ia memukul mulutnya pelan kemudian menampilkan senyum cerianya pada Rendra. "Lupakan soal pertanyaan Senja, oh iya! Inikan malan jum'at. Kakak sudah baca al-kahfi belum?" Senja langsung mengalihkan pembicaraan, jangan sampai hal itu terjadi. ‎ "Iya," jawabnya sambil memejamkan matanya. Dan menutup matanya menggunakan tangannya, apa dugaannya benar? Jika memang benar, maka keputusan Rendra untuk kembali ke Indonesia adalah keputusan yang sangat tepat. Semua orang bisa menutup mata tetapi tidak dengan Rendra, ia tau dan sangat tau. ‎"Alhamdulillah. Kak endra harus rajin. Biar jadi Imam bagus untuk senja nanti,Kak Endra...." Rendra membuka pejaman matanya dan menemukan senja tertunduk ia tadi heran kenapa perempuan itu berhenti berbicara ternyata perempuan itu termenung. Jika Senja terus menerus seperti ini maka Rendra semakin yakin dengan dugaannya. "Apa?" tanyanya sambil menajamkan pandangannya pada senja. Tanpa ada ekspresi apapun inilah yang Senja sembunyikan dari balik semua kecerewetannya. Yang Rendra inginkan Senja mengungkapkan apa yang ia sembunyikan. "Kak Endra ...Senja cuma merasa apakah kak Endra bahagia nantinya! Walaupun Senja sudah mengenal kak Endra lama. Tapi apakah pernikahan ini berarti?" tuturnya dengan nada lemah. Tanpa nada ceria sama sekali. Rendra mengepalkan tangannya. Pandangannya semakin menajam. Rahangnya mengeras,baiklah. Sepertinya Senja masih ingin bersembunyi darinya. Senja masih ingin mendiamkan sesuatu yang sebenarnya Rendra sudah ketahui. "sangat!" hanya itu yang ia ucapkan. Tapi kata itu membuat Senja tersenyum bahkan binar bahagia ada dalam dirinya. ‎"benarkah...itu benarkan? Senja akan mengatakan pada bunda bahwa dekorasi dan tema pernikahan ini seperti... '' "Suasana senja "potong laki-laki itu. "Aku pergi! lakukan apa yang membuatmu bahagia Assalamu'alaikum." Ia berdiri hanya mampir sejenak untuk bertemu Senja. Entah kenapa ia ingin mendengar suara cerewet itu. Ia membawa langkahnya sambari tersenyum tipis, tanpa Senja sadari dengan mengucapkan kata itu maka sama saja Senja sedang membenarkan apa yang saat ini Rendra pikirkan. Tidak masalah jika Senja tidak ingin mengatakannya langsung tapi setidaknya Rendra tidak seperti orang bodoh yang tidak mengetahui apapun. ‎Senja tersenyum sumringah, ‎"Wa'alaikumussalam "gumamnya .lalu berjalan kekamarnya dengan hati begitu bahagia. Tapi disisi lain ada sesuatu yang sedang berusaha ia redakan, sebenarnya Senja sengaja menyebutkan kata itu sebagai tanda jika sebenarnya ada sesuatu yang ingin Senja beritahukan tanpa harus mengatakannya langsung. Senja tidak tau apakah Rendra sudah mengerti ataukah masih tidak memahami jalan cerita yang sedang Senja suguhkan. Tetapi setidaknya kali ini Senja sudah berusaha untuk memberi tahu walaupun tidak sepenuhnya. ‎ *** "Abi lihat itu. Putri kita begitu bahagia hanya dia yang tau tentang Rendra bahkan bunda saja tak mengerti apa maksud Rendra tadi. Hanya di antara mereka yang tau maksudnya,"ia daritadi mengamati Dari jauh Putri dan anak sahabatnya itu. Memberi mereka ruang agar bisa akur kembali seperti dulu ‎"Baiklah...ayo ke kamar! waktunya kita istirahat," mereka melangkah menuju kamar. Keduanya memamg memilih memantau apakah Rendra dan Senja benar-benar menerima perjodohan ini ataukah hanya sedang melakukan akting didepannya. Tapi melihat interaksinya tadi itu sudah lebih dari cukup. *** "Saya ingin kalian mencari data seorang anak perempuan berumur 6 tahun di rumah sakit mediakata, data 15 tahun lalu dan saya ingin data itu tersedia secepatnya. Saya ingin kalian bertindak cepat apapun harus kalian lakukan, karena sepertinya ada sesuatu yang janggal terjadi sebelum tindakan itu dilakukan. Berikan aku secepatnya maka kalian akan bayaran yang sesuai." Jika saja Senja ada didekatnya maka Rendra sangat yakin perempuan cerewet itu akan menghitung kosa kata yang Rendra ucapkan. Tapi karena ini sangat penting maka Rendra memilih menjelaskan secara detail dan lengkap dan tentunya hanya satu kali pengucapan tidak ada pengulangan kata. Rendra harus tau tentang hal itu, tepatnya kejadian dirumah sakit itu. Jika dulunya Rendra hanya diam saja maka mulai hari ini laki-laki identik dengan wajah datarnya itu memilih mencari tau sampai titik akarnya. Berapapun biaya akan ia keluarkan asalkan segala kenyatannya ia ketahui dengan pasti tanpa keraguan. Setelah menyimpan ponselnya, Rendra melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Senja, tentu tadi Tantenya mencegahnya keluar karena ingin menghabiskan waktu dengannya tapi Rendra tetap memilih keputusannya sendiri. Tidak ada siapapun yang bisa mengendalikannya jika ada maka perempuan itu bernama Senja. Ting ting ting "Apa?" "..." "Segera kesana dan bereskan. Jangan sampai ada media yang tau." "..." "Bawa ke tempat kita dan hapus jejak." "..." "Dia melakukan apa?" gumamnya, kakinya menginjak rem dan fokus mendengarkan apa yang seseorang diseberang sana ucapkan. "..." Rendra terkekeh kecil, matanya menatap tajam setir mobilnya. Rupanya ada yang sedang ingin bermain dengannya kali ini. "Tunggu saya." setelah mengucapkan itu Rendra mematikan ponselnya, memilih membelokkan mobilnya, tadinya ingin kembali tapi seseorang yang memulai permainan sedang menunggunya disana. Sudah lama ia ingin bermain tetapi tidak ada yang menawarkan diri, tepat hari ini spertinya keinginan Rendra dikabulkan dengan mudah, sangat mudah. Rasanya ia tidak sabar melangkahkan kakinya sampai ke tempat itu, pasti malam ini akan terasa menyenangkan. Matanya sudah lama ingin mendengar teriakan permohonan ampun seseorang memintanya untuk berhenti akan sebuah p********n kecil dari seorang Rendra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD