2 - Si Kulkas

1732 Words
Rendra memarkirkan mobilnya. Dan menoleh kesamping,menemukan perempuan cerewet tadi telah diam.Sedang tidur. Ia keluar dari mobil memanggil pembantu ataupun keluarga untuk membangunkan wanita itu,Karena saat ini mereka belum mahram. ‎"Bi,bangunkan Senja di mobil," ucapanya datar lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang tamu. Dan menemukan calon mertuanya sedang duduk disana. ‎"Assalamu'alaikum bunda," ucapnya lalu duduk di single sofa. ‎"Wa'alaikumussalam,Eeh Rendra kalian sudah datang,Senja mana?" tanyanya ‎"Mobil. Tertidur. "Jawabnya. Tanpa ada senyuman sama sekali. ‎"Yasudah,biar bunda bangunkan"ia berdiri, tapi langkahnya terhenti saat melihat sosok putrinya telah memasuki ruang tamu dengan wajah mengantuk wanita paruh baya itu duduk kembali. ‎"Bundaa...." Ucapnya ceria.berbaring di pangkuan ibunya, memilih kembali memejamkan matanya dengan menjadikan paha bundanya sebagai bantal. ‎"Ehhh tidak Malu sama nak Rendra." ujarnya, sambari mengelus pelan kepala Senja yang terbaluti jilbab. ‎"Kulkas berjalan itu tidak peduli apapun bunda,dia tidak pandai berbicara kosa kata yang ia tau cuma iya tidak dan hmm...." Senja masih ingin berbicara tapi ibunya telah menutup mulutnya, berbicara dengan mata terpejam. ‎"Tidurlah kembali," ucapnya lalu mengusap kepala anaknya dengan sayang dan gadis itu kembali tertidur. ‎"Apakah kau yakin dengan pernikahan ini nak Rendra," tanyanya sambil memandangi anak sahabatnya itu dan ia temukan hanya wajah tanpa ekspresi sangat sulit ditebak. ‎"iya." Jawabnya tanpa nada sama sekali, tipikal Rendra sekali. ‎"Saya pulang... Assalamualaikum," ia berdiri meninggalkan kediaman itu tanpa mendengarkan jawaban salam dari calon mertuanya. ‎Sedangkan perempuan itu hanya memandangi punggung kokoh itu yang berlalu pergi kemudian menunduk memandangi wajah damai putrinya yang sedang tertidur di pangkuannya ‎"Bunda berharap dengan hadirnya dirimu dalam kehidupan Rendra Lukanya akan sembuh, karena hanya dirimu yang paling dekat dengannya sayang." Ucapnya dengan nada lembut lalu mengusap kepala anaknya menyalurkan kasih sayangnya. "Bukan Bunda ingin mengorbankanmu hanya saja yang paling dekat Rendra adalah kamu. Tante dan Omnya saja tidak tau bagaimana lagi ingin menanggapinya seperti apa." Senja membuka pejaman matanya menatap bunda tersayangnya. "Senja tidak merasa dikorbankan kok bunda, lagian dari dulu Senja berharapnya Kak Endra yang jadi suaminya Senja, bunda sama Abi emang paling the best tanpa Senja kasi tau tapi sudah tau Senja maunya apaan, mending dari Sekarang bunda sudah mulai mikirin nanti acaranya gimana? Hayooo!" Vina, Bunda Senja tertawa kecil mendengar ucapan Senja. Kenapa Vina yang merasa sangat sulit mengikhlaskan anaknya? "Jadi istri tidak mudah, memangnya Senja sudah siap? Apalagi Rendra kan orangnya kayak malas peduli gitu." Senja duduk kemudian menyandarkan punggungnya di sofa dengan kepala yang menoleh pada Vina. "Senja tau kok jadi istri itu engga mudah apalagi kalau modal bayangan sosweet mana bisa. Tapi kan ini semua ini kebaikan bersama lagian Senja tidak merasa dipaksa disini, Kak Endra peduli kok sama Senja, dia juga menginginkan pernikahan ini bukan dipaksa apalagi karena tuntunan keluarga. Jadi bunda tenang saja pernikahan ini berlangsung atas keinginan kami berdua." Vina tersenyum, entah darimana kecerewetan anaknya ini tapi Vina tidak masalah. "Bunda cuman tidak mau kalau suatu saat nanti Senja menyesal mengikuti perjodohan ini." Vina menatap nanar meja, dulu dia dan mamanya Rendra sangatlah dekat sudah bersahabat sejak masih smp. Mereka berdua berinisiatif untuk menjodohkan jika anak keduanya laki-laki dan perempuan. Tapi tentunya keduanya takkan melangsungkan pernikahan kalau salah satu dari anak mereka menolak. "Bunda... Jikalau perjodohan ini engga ada tapi semuanya pasti tetap ada. Kalau pada takdirnya Senja dan Kak Endra itu berjodoh mau Senja menolak ribuan kalipun pasti tetap menikah juga kan takdirnya gitu. Mending bunda engga perlu memikirkan hal negatif tapi pikirin bagaimana bentuknya pernikahan Senja dan Kak Endra nanti." Senja menarik tangan Vina kemudian mengecup punggung tangannya membuat Vina tertawa pelan melihat kelakuan Putri semata wayangnya. "Kamu masih ingat sama mamanya Rendra?" Senja langsung menggelengkan kepalanya. "Dia itu dulu gemas banget sama kamu, apalagi kalau dia datang kemari. Pasti ngajak kamu bicara yang ngomongnya sudah seperti orang besar. Dia itu kalau kesini pasti bawain kamu baju terus bilang gini, cepat besar Senja sayang jadinya kalau besar nanti bisa jadi jodohnya anaknya Tante yang kamu balas dengan kata, oke." Senja langsung tertawa, Senja tentu tidak menyangka ternyata bisa seimut itu sewaktu kecil. "Nanti Senja ajak Kak Endra buat ke makam Tante sama Om untuk minta restu sekaligus nyapa mereka. Tapi kenapa Senja tidak punya ingatan apapun tentang mereka bunda?" Vina langsung menegang, tapi itu hanya sepersekian detik saja kemudian kembali tersenyum seperti tadi. "Tentu dong kamu tidak ingat, kamu kan masih kecil saat itu." ujarnya yang membuat Senja paham. Benar juga kata bundanya saat itu Senja masih kecil jadi mana mungkin ingat masa-masa dengan orangtua Rendra. Yang Senja ingat saat bermain dengan Rendra itupun hanya seperti bayangan padahal kata kedua orangtuanya keduanya itu dulunya sangatlah dekat. "Kamu kan punya banyak keinginan soal pernikahan impian kamu, jadi mending bicara sama Rendra soal penyewaan dekorasinya deh. Lagian Senja pasti maunya sesuai impian kan?" "Tentu dong, Senja maunya sesuai impian Senja. Engga terlalu mewah dan mungkin bakal banyak yang menganggap aneh tapi Senja engga peduli. Senja maunya seusai impian Senja." tanpa Senja ketahui Vina mengembuskan napasnya lega entah karena apa, hatinya menghangat melihat binar bahagia di Mata Senja. "Nanti kalau ketemu sama Rendra, bilang sama dia soal ini. Kalian kayak diskusi gitu siapa tau ada hal yang dia tidak suka inikan pernikahan kalian." saran Vina pada Senja. "Ihh! Kak Endra engga bakal keberatan apapun yang Senja inginkan di pernikahan ini. Lagian mau Senja dekorasi pernikahannya kayak princess dia engga bakal keberatan. Jadi engga perlu persetujuan Kak Endra." Senja mengambil ponselnya membuka laman pencaharian mencari dekorasi sesuai dengan keinginannya, setidaknya mirip menurut Senja. "Nah! Coba bunda lihat dekorasi ini,hampir mirip sama maunya Senja tapi kalau si kulkas itu maunya ada sentuhan sederhana juga. Kalau ini terlalu mewah, kesannya kayak pamer." Senja menyodorkan ponselnya kearah Vina. "Ini dekorasinya sudah cantik. Tidak berlebihan." Senja mendekatkan wajahnya pada ponselnya yang ada di genggaman tangan Vina, matanya memperhatikan detail dekorasi tersebut. "Warna kainnya berlebihan sekali, terus bunganya warnanya engga sesuai sama maunya Senja. Kak Endra pasti engga suka kalau bentuk kursinya kayak gitu. Cara penataan panggungnya kayak mau konser aja padahal engga tapi untuk pernikahan terus kursi tamunya juga." Senja menunjuk setiap hal yang menurutnya tidak ia sukai, membuat Vina pasrah. "Yaudah, terserah kalian saja. Bunda cukup urus bagian catering sama gedung aja." Vina mengembalikan ponsel Senja sedangkan Senja tertawa melihat wajah pasrah bundanya. "Bunda lucu. Kak Endra tadi bilang sama Senja kalau selama di amerika dia kuliah di bidang bisnis katanya, terus kerjaannya di perusahaan gitu." sebagai respon Vina hanya mengangguk pelan. "Bunda kedalam dulu, kamu mau disini atau mau ke kamar?" "Disini sebentar bunda, duluan aja masuk kamarnya." tanpa berkata lagi Vina berdiri masuk kedalam kamarnya. Sedangkan Senja menunduk setelah kepergian bundanya. Sekelebat bayangan datang dalam pikirannya, tanpa diminta ada setetes air mata datang disana dengan sigap Senja segera menghapusnya kemudian menegakkan kepalanya. Melengkungkan senyum ceria seperti khas Senja sekali, senyum yang membuat semua orang percaya kalau selama ini Senja adalah keindahan layaknya suasana Senja tapi tak banyak yang tau jikalau Senja kadang bisa berubah menjadi hal lain di waktu yang sama. Menghembuskan napas pelan Senja berdiri kemudian berjalan kekamarnya. Jika saat ini Senja lemah maka tentu saja Rendra akan kehilangan tempat pulangnya, jika saat ini Senja tumbang maka mungkin semuanya akan jatuh tak terbentuk. ‎*** ‎Rendra mengemudikan mobilnya dengan perasaan gamang. Dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali. Wajah datar. Bahkan senyuman tak pernah ia perlihatkan. Rendra hanya tidak ingin hidupnya diganggu, lagian kembali ke Indonesia adalah hanya untuk Senja, perempuan yang nantinya akan menemani harinya setiap saat. Perempuan dengan segala bicara panjangnya tentunya bisa mengerti apa yang Rendra ucapkan meskipun terdiri dari 3 huruf sekalipun. ‎ ‎Senja. Perempuan itu adalah sahabatnya dari masa kecil mereka berpisah saat Rendra memilih kuliah di luar negeri. Dulunya Rendra tidak separah sekarang,tapi semenjak org tuanya pergi semuanya tambah rumit baginya. ‎ ‎Senja. Rendra sangat mengenal perempuan itu ia sangat cerewet terlihat ceria. Dan tak pernah mempermasalahkan sikap dingin Rendra ini. Saat mengetahui bahwa yang akan menjadi istrinya adalah Senja. Dirinya hanya mengiyakan saja. Semua sudah diatur orgtuanya. Mereka di jodohkan sejak dulu. Tapi ada satu hal yang perlu ia tanyakan pada dirinya sendiri .‎Dan setiap pasangan calon menikah selalu mengutamakan hal ini. Tapi perempuan itu tak pernah menanyakan hal itu padanya. ‎ ‎Ia sangat mengenal Senja,perempuan itu menyembunyikan semua dukanya bahkan pada orang tuanya sendiri. dan pertanyaan itu adalah. "Apakah dirinya mencintai senja?" "Apakah ia mampu memimpin keluarganya tanpa harus saling menyakiti nantinya?" Rendra tentu tau dan sangat tau, jika semuanya hanyalah ilusi yang sedang Senja ciptakan padahal sebenarnya ada kisah nyata yang terpendam jauh didalam diri perempuan cerewet itu. Tapi dengan menikah Rendra bisa menemukan hal itu, menemukan hal paling Senja tak ingin perlihatkan pada semua orang. Senyum tipis Rendra tercipta mengingat lucunya wajah Senja yang sedang kesal karena Rendra tak kunjung menjawab pertanyaannya. Sebenarnya ada hal lain yang tak perlu Senja ketahui bukan karena Rendra ingin menyembunyikan hal itu pada Senja hanya saja ada baiknya jika hal ini tidak Senja ketahui. Sebenarnya Rendra tau kalau bisa saja Senja menanyakan semua hal itu, tapi karena Senja tau kalau Rendra butuh waktu untuk memberitahukan semuanya. Tapi Rendra berharap hal itu tidak datang sebelum waktunya. Setidaknya si kulkas yang Senja berikan padanya tetap seperti itu jangan sampai bertahap kearah yang mungkin tidak akan pernah setujui sampai kapanpun. Senja adalah perempuan yang berhasil membuat es itu mencair tanpa harus berusaha begitu keras, hanya saja Rendra tidak ingin keduanya terlalu terbuka sebelum pernikahan. Ada baiknya kata 'SAH' menggema terlebih dahulu setelahnya bisa saling berbincang panjang lebar. Terkadang ada sesuatu yang harus tersimpan rapat meskipun itu dari orang yang kita sayang sekalipun, bukan karena tidak saling terbuka hanya saja jika hal itu terbongkar maka bisa saja banyak hal akan menghilang. Bisa kebersamaan atau bahkan sampai ke tahap perpisahan tapi Rendra yakin Senja takkan pernah meninggalkannya sampai kapanpun. "Maaf." gumam Rendra, kemudian mengemudikan mobilnya masuk kedalam pekarangan rumahnya, rumah yang begitu sederhana tapi nyaman. "Baru pulang Rendra? Bagaimana pertemuan kalian?" tanya seseorang setelah Rendra masuk kedalam rumah tersebut. "Baik." jawabnya singkat dengan wajah dinginnya, kemudian melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamarnya. Seseorang yang bertanya tadi hanya menatap sendu punggung yang berlalu tadi, sedikit menghela napas karena semenjak Rendra kembali sikapnya malah seperti ini, benar-benar berubah tidak seperti sewaktu sang kakak masih hidup. Ia tidak menyalahkan takdir tapi keadaan yang tidak bisa diajak bekerja sama untuk memahami Rendra dan keluarga besarnya. "Kak, sebentar lagi keinginanmu akan terwujud. Putramu akan menikah dengan anak sahabatmu yang paling kamu sayangi itu. Tenanglah disana, dan bantulah aku mengembalikan Rendra kita seperti saat kamu masih ada disini." gumamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD