Jodoh

662 Words
"Ya Allah yang maha pemilik hati ini, ku yakinkan pilihanku pada maksudmu jika ia jodohku maka permudah jalan kami." ------------------------------- Seminggu telah berlalu, saat yang ditunggu-tunggu Niswah pun telah di depan mata, keluarga pria yang akan mengkhitbahnya telah tiba di rumah yang disambut hangat oleh keluarga Niswah. Dengan perasaan yang campur aduk, akhirnya Niswah menuruni anak tangga dengan panas dingin akibat gugup, perasaannya antara senang, sedih serta penasaran bagaimana rupa laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak. Dengan dibalut gamis berwarna navy disertai hijab yang berwarna senada pas terasa di tubuh mungil Niswah menambah kesan anggun pada diri Niswah, bahkan seorang pria yang duduk disisi sofa melihatnya tanpa berkedip, sebelum ia tersadar dan mengucap istighfar lalu memalingkan wajahnya. "Bismillahirrohmaanirrohiim ... kami sekeluarga datang bertandang kerumah Pak Arif dalam rangkaian niat baik, bahwasanya kami ingin meminang nak Niswah putri Bapak untuk menjadi istri dari anak kami Hafidz, sudikiranya Bapak serta keluarga sekalian ya dapat menerima khitbahan kami ini untuk menyambung silahturahmi." "Bissmillah... seperti niat Bapak sekeluarga, kami selaku orang tua dari Niswah berterima kasih atas keinginan Bapak sekeluarga menjadikan anak kami bagian dari keluarga Bapak, namun disini kami juga menyerahkan sepenuhnya keputusan ditangan anak kami Niswah." Kini semua mata tertuju pada Niswah, kecuali Hafidz yang masih menundukkan pandangannya. "Bissmillahirrohmaanirrohiim... dengan ijin Allah aku menerimanya." Seketika Hafidz mendongak dan saat itu juga Niswah kaget dan hampir jantungan, bagaimana tidak Hafidz adalah dosen termuda di kampusnya, bagaimana mungkin? "Pak Hafidz?" "Wah sudah saling kenal toh, kalau begini bisa dipercepat," ucap seorang wanita paruh baya yang Niswah yakini itu adalah Ummi Hafidz. "Ummi, Tanya Niswah dulu," sergah Hafidz yang merasa Umminya terlalu terburu-buru. Akhirnya kesepakatan pun tercapai, Niswah dan Hafidz menjalani masa ta'aruf dua bulan, dan selama itu Niswah maupun Hafidz sama-sama menjaga jarak, berhubungan jika itu penting saja. "Hayo! Ngelamuni apa?" "Apaan sih, Bil? ngageti aja." "Yah marah, aduh Niswah maaf." "Lebay amat." Dia adalah Nabila teman dekat Niswah, bahkan sudah seperti saudara kandung, hanya saja Nabila belum menutup sesuai syari'at seperti Niswah. "Lagian udah dikhitbah melamun mulu, ngelamuni apa emang?" "Kepo!" jawab Niswah sarkas tak lama kemudian mereka tertawa lepas Sedangkan di atap yang berbeda Hafidz Maulana tengah dirundung kegelisaan. "Udah lah ,Fidz. Lagian baru ta'arufkan? masih bisa dibatalkan kalau tidak cocok." "Gak semudah itu, Ian. Dia gadis baik, gak mungkin aku tiba-tiba membatalkan semuanya tanpa alasan yang tepat, dia tidak tipeku? Jelas siapa yang tidak mau Niswah," ucap Hafidz menjelaskan semuanya kepada Rian dan Lukman diruang dosen miliknya. "Gini deh, kamu jalani aja dulu, mana tau lama-lama berubah, kalau dia jodoh kamu mau gimana? Toh ini juga salah kamu kenapa tidak jujur pada Abi dan Ummi mu." "Aku tidak mau menyakiti hati Abi Ummi, Lukman." "Kalau kamu terus begini, akan ada dua hati wanita yang kamu sakiti, Ummi dan Niswah, dia tidak punya salah apa-apa, dia hanya menerima khitbahan seorang laki-laki yang bahkan tidak mencintainya," ucap Lukman mungkin saat ini ada benarnya, ia akan terlihat kejam telah mempermainkan hati selembut Niswah. "Apapun itu aku dukung kamu, Fidz, aku mau ke rumah sakit dulu ada pasien." Lukman bangkit dari duduknya, ia adalah seorang dokter spesialis kandungan dirumah sakit besar. "Aku juga mau pamit, Fidz, mau ada rapat dengan client." "Rapat mulu, kapan cari jodoh?" "Halah baru ta'aruf aja songong amat, belum ada yang pas, ibarat milih sendal belum ada yang pas ukurannya." "Hahahahaha Dasar!" "Yaudah cabut dulu bos, udah tenang aja selagi dia wanita gak usah takut, kecuali dia waria." "Ngawur! Udah sana hust." "Yah malah mengusir, yaudah aku pergi dulu, bye Hafidz selamat menjalankan ta'aruf." Setelahnya pintu ruangan Hafidz tertutup rapat dan kesunyian kembali menyapa Hafidz. Ceklek Kepala seseorang menyembul dari luar dengan senyuman jenakanya. "Ngapain? Ada yang tinggal?" "Ada!" "Apa?" "Lupa ngucap salam, kata pak Ustadz mengucap salam kan baik, jadi kit- ..." "Udah jangan ceramah, liat noh! jam berapa?" "Mampus! Telat, ya Udah balik dulu assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Hafidz hanya tersenyum dalam hati merasa bersyukur memiliki teman seperti Lukman dan Rian yang dapat menemaninya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD